WASHINGTON, KOMPAS.TV - Calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Donald Trump, mengeklaim Iran dan 12 negara Timur Tengah lainnya akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika upaya memperluas Abraham Accords atau Perjanjian Abraham tetap berlanjut di bawah kepemimpinannya.
Trump menyebut Perjanjian Abraham, yang dimulai pada masa jabatannya, adalah salah satu pencapaian terbesar yang telah berhasil mengubah peta diplomasi di Timur Tengah.
“Kami berhasil mewujudkan Perjanjian Abraham, sesuatu yang tidak pernah dibayangkan banyak orang. Bahkan saya rasa, Iran pun akan bergabung karena mereka sangat ingin membuat kesepakatan,” kata Trump dalam wawancara dengan Al Arabiya, Senin (21/10/2024).
Perjanjian Abraham, yang ditandatangani di Gedung Putih pada September 2020, berhasil menormalisasi hubungan diplomatik antara Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, serta diikuti oleh Maroko.
Menurut Trump, ia sudah menyiapkan langkah-langkah untuk menambah 12 hingga 15 negara lain ke dalam perjanjian tersebut dalam kurun waktu satu tahun setelah penandatanganan awal.
Namun, Trump tidak menyebutkan negara-negara yang disebutnya akan bergabung, selain Iran yang ia klaim sudah menunjukkan niat untuk bernegosiasi.
Di sisi lain, pemerintahan Presiden AS Joe Biden kini menghadapi jalan buntu terkait upaya untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi, terutama setelah serangan Israel ke Gaza yang telah menewaskan sedikitnya 42.000 orang termasuk 16.000 lebih anak-anak sejak 7 Oktober 2023.
Serangan Israel ke Gaza menimbulkan dampak besar, terutama bagi negara-negara Arab, yang memperlihatkan kekecewaan terhadap kebijakan luar negeri AS, termasuk dukungan pemerintahan Biden terhadap Israel.
Terkait situasi di Gaza, Trump mengaku prihatin dan menyerukan agar pertumpahan darah di wilayah Palestina yang telah diduduki Israel secara ilegal sejak 1967 itu segera dihentikan.
Baca Juga: Sesumbar Trump, Presiden China Xi Jinping Tak Berani Melawannya karena Menganggapnya Gila
“Saya ingin semuanya berakhir. Saya ingin melihat Timur Tengah kembali damai, damai yang sesungguhnya, yang akan bertahan lama,” katanya.
Trump mengeklaim perang Israel di Gaza yang dimulai pada 7 Oktober tahun lalu, tidak akan terjadi jika ia masih menjabat sebagai presiden.
Trump juga menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu lambat dalam membalas serangan 7 Oktober 2023 yang dipimpin Hamas, ke wilayah Israel.
Trump pun mendesak Netanyahu untuk segera melancarkan serangan terhadap Iran, yang ia tuding mendukung serangan 7 Oktober dengan mengirim sekitar 200 rudal balistik ke Israel.
Sikap kerasTrump terhadap Iran mencerminkan kebijakannya selama menjabat, termasuk keputusan kontroversial pada tahun 2017 untuk melarang masuknya warga dari beberapa negara mayoritas muslim, yang kini ia serukan untuk diterapkan kembali.
Pernyataan Trump muncul di tengah upayanya untuk menarik dukungan komunitas Arab-Amerika di AS, yang belakangan menunjukkan kekecewaan terhadap pemerintahan Biden.
Mereka menilai Biden terlalu mendukung Israel di tengah serangan brutalnya ke Gaza, yang menurut laporan telah menewaskan lebih dari 42.600 orang.
“Kita tidak ingin melihat orang-orang terbunuh. Setiap orang terbunuh di Timur Tengah, dan saya tidak ingin melihat itu,” tambah Trump.
Dia juga menyinggung keluarganya yang terkait dengan Lebanon, menyusul pernikahan putrinya, Tiffany Trump, dengan Michael Boulos, yang merupakan keturunan Lebanon.
Trump menyatakan, jika ia terpilih kembali, ia akan memastikan perdamaian di Timur Tengah, sehingga keluarganya bisa mengunjungi Lebanon dengan aman.
“Jika saya menang, kita akan memiliki perdamaian di Timur Tengah, dan itu akan segera terjadi,” tegasnya tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Baca Juga: Kamala Harris Serukan Pendukung Republik Utamakan Negara dan Tinggalkan Trump, Sebut Trump Tak Waras
Sumber : Al Arabiya
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.