Menurutnya, badai sebesar ini terakhir kali melanda Vietnam pada tahun 2013, meskipun biasanya badai akan melemah sebelum mencapai ibu kota.
"Namun, kami tetap harus bersiap," ujarnya.
Sebelum menghantam Vietnam, Topan Yagi sudah lebih dulu melanda provinsi Hainan di China dengan kecepatan angin mencapai 245 km/jam.
Badai itu menewaskan tiga orang, melukai 95 orang lainnya, dan berdampak pada lebih dari 1,2 juta orang, seperti dilaporkan oleh surat kabar Global Times.
Di provinsi Hainan, sekitar 420.000 warga dievakuasi sebelum badai menghantam. Evakuasi juga dilakukan terhadap setengah juta penduduk di provinsi Guangdong, di mana Yagi kembali mendarat pada Jumat malam di Kabupaten Xuwen.
Sementara itu, lebih dari 270 orang di Hong Kong terpaksa mengungsi ke penampungan darurat akibat dampak Topan Yagi.
Di kota tersebut, lebih dari 100 penerbangan dibatalkan, dan kegiatan ekonomi seperti perdagangan saham, layanan perbankan, serta sekolah dihentikan.
Sebelumnya, pada Rabu (4/9), Topan Yagi melewati Filipina dan menyebabkan korban 20 orang tewas serta 26 lainnya hilang. Sebagian besar korban tewas akibat tanah longsor dan banjir besar yang melanda wilayah utara dan tengah Filipina.
Badai ini juga memaksa lebih dari 82.000 orang mengungsi dari rumah mereka dan menyebabkan gangguan besar pada transportasi, termasuk pembatalan penerbangan domestik dan layanan feri antar pulau.
Meningkatnya intensitas badai seperti Topan Yagi semakin mengkhawatirkan. Laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan iklim menyebutkan bahwa badai yang kuat seperti ini akan semakin sering terjadi di Asia Tenggara, akibat peningkatan suhu air laut yang disebabkan oleh pemanasan global.
Baca Juga: 6 Orang Tewas Jadi Korban Topan Shanshan, Sampai Tokyo di Akhir Pekan
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.