MOSKOW, KOMPAS.TV - Rusia dan China sedang bekerja sama menciptakan tatanan dunia multipolar yang lebih adil. Hal ini dinyatakan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Kamis (25/7/2024) di Vientiane, Laos.
Berbicara dalam pertemuan dengan Menlu China Wang Yi di Vientiane, ibu kota Laos, Lavrov mengatakan Moskow dan Beijing mempromosikan prinsip-prinsip "multilateralisme sejati," membawa "energi positif" ke PBB dan Grup 20 (G20).
Kedua negara ini juga aktif bekerja dalam blok ekonomi BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO), tambahnya.
"Forum internasional lainnya juga penting. Di antaranya, tentu saja, adalah ASEAN dan seluruh arsitektur yang berpusat pada ASEAN. Kami memiliki posisi yang sama, kita harus melakukan segala upaya untuk mencegah kehancurannya," kata Lavrov.
Lavrov saat ini berada di Vientiane untuk pertemuan rutin menteri luar negeri ASEAN, yang diadakan dalam berbagai format, termasuk Rusia-ASEAN, KTT Asia Timur (EAS), dan Forum Regional ASEAN (ARF).
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan mereka akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadakan dialog substantif tentang kerja sama penuh dengan blok 10 anggota ini dalam bidang politik, keamanan, perdagangan, ekonomi, sosial, dan budaya.
"Kami akan menggunakan dukungan ASEAN untuk mempromosikan inisiatif praktis tentang keamanan informasi internasional, yang merupakan salah satu prioritas Rusia di platform ini," kata kementerian tersebut.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menekankan pentingnya ASEAN tidak menjadi proksi atau kaki tangan bagi kekuatan mana pun. Hal itu dikatakan Menlu Retno selama sesi retreat Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-57 (AMM) di Vientiane, Laos, hari Kamis.
"Begitu ASEAN menjadi proksi, akan sulit bagi ASEAN untuk memainkan peran sentral dan tetap menjadi 'jangkar' bagi terciptanya perdamaian dan stabilitas di kawasan," katanya dalam pernyataan tertulis yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri.
Baca Juga: Putin: Indonesia Salah Satu Motor Lahirnya Dunia Multipolar Bersama Rusia, China, India dan Brasil
Sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan sentralitas ASEAN, Indonesia memastikan pelaksanaan Pandangan ASEAN mengenai Indo-Pasifik (AOIP) tetap menjadi arus utama, baik dalam kegiatan ASEAN maupun dengan mitra dialog.
Marsudi juga mengusulkan inisiatif Indonesia untuk membantu ASEAN mempersiapkan dan menyepakati Deklarasi AOIP sebagai acuan utama bagi arsitektur regional, sebagaimana tercantum dalam dokumen Concord IV.
Sebagai tindak lanjut dari Forum Indo-Pasifik ASEAN (AIPF) tahun lalu, tahun ini, Pertemuan AIPF ke-2 akan diadakan di sela-sela KTT ASEAN ke-44 dan ke-45 di Vientiane pada bulan Oktober.
Indonesia berharap AIPF dapat diadakan di bawah kepemimpinan Malaysia tahun depan.
Selain isu sentralitas ASEAN, pertemuan itu juga membahas masalah Laut China Selatan.
"Satu langkah salah di Laut China Selatan akan mengubah api kecil menjadi badai api yang mengerikan," kata Marsudi, menyoroti eskalasi di kawasan yang semakin nyata dan mengkhawatirkan.
Ia kembali menekankan pentingnya menyelesaikan kode etik atau CoC, Code of Conduct, yang masih dinegosiasikan oleh ASEAN dan China.
"Mengelola isu keamanan di kawasan tergantung pada kita. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk membawa komitmen menjadi tindakan nyata, termasuk melalui penyelesaian Panduan Praktis untuk Mempercepat CoC, yang kita sepakati tahun lalu," tegasnya.
Sementara itu, terkait masalah Palestina, Indonesia mendesak ASEAN bersatu menyerukan penghentian genosida di Palestina dan pelaksanaan segera gencatan senjata permanen.
Sebagai organisasi yang berbasis pada aturan dan anggotanya berkomitmen untuk menghormati hukum internasional, penting bagi ASEAN untuk menyuarakan pentingnya menghormati hukum internasional secara konsisten, tanpa kecuali, termasuk di Palestina, "ASEAN harus terus mendorong pelaksanaan Resolusi 2735. Penting juga bagi ASEAN untuk mendukung fatwa hukum (opini nasihat) dari Mahkamah Internasional," kata Marsudi.
Sumber : Anadolu / Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.