"Ini bukan pertama kalinya pendudukan mengeklaim menargetkan pemimpin Palestina, dan kebohongan mereka kemudian terbukti salah," kata Hamas melalui platform X (sebelumnya bernama Twitter).
Serangan mematikan itu terjadi di tengah upaya mediasi Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar untuk menjembatani Israel dan Hamas terkait rencana gencatan senjata tiga fase serta pembebasan sandera di Gaza.
Potensi kematian atau cedera pejabat tinggi Hamas dinilai dapat mengancam negosiasi yang sedang berlangsung.
Proposal yang didukung AS tersebut menyerukan gencatan senjata awal dengan pembebasan sandera terbatas dan penarikan pasukan Israel dari daerah-daerah berpenduduk di Gaza.
Pada saat yang sama, kedua belah pihak akan merundingkan ketentuan fase kedua.
Fase kedua diharapkan membawa pembebasan sandera penuh sebagai imbalan gencatan senjata permanen dan penarikan penuh Israel dari Gaza.
Israel melancarkan agresi di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, yang menurut Israel menewaskan sekitar 1.200 orang. Israel juga mengatakan militan Palestina membawa sekitar 250 orang ke Gaza.
Hamas sebelumnya menyatakan orang-orang yang ditahan tersebut akan digunakan dalam kesepakatan pertukaran tahanan dengan Israel.
Sebelum serangan 7 Oktober terjadi, Israel telah menahan ribuan warga Palestina termasuk wanita dan anak-anak.
Sejak 7 Oktober 2023, serangan darat dan udara Israel telah menewaskan lebih dari 38.300 orang di Gaza dan melukai lebih dari 88.000 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.
Lebih dari 80 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi dari rumah mereka, sebagian besar tinggal di kamp-kamp tenda yang padat dan mengalami kelaparan.
Baca Juga: Israel Mundur dari Gaza Utara, Tinggalkan 50 Jasad Warga Palestina dan Lingkungan yang Hancur
Sumber : Kompas TV, Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.