Kompas TV internasional kompas dunia

Melacak Jejak Perluasan Pengaruh Rusia di Afrika, Kini Jadi Mitra Terpilih Gantikan Prancis-AS

Kompas.tv - 7 Juni 2024, 07:36 WIB
melacak-jejak-perluasan-pengaruh-rusia-di-afrika-kini-jadi-mitra-terpilih-gantikan-prancis-as
Pasukan bayaran Rusia naik helikopter di utara Mali. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, melakukan tur di wilayah Sub-Sahara Sahel minggu ini, saat Moskow berupaya memperluas pengaruhnya di wilayah yang bergejolak dan kaya mineral di Afrika. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Desy Afrianti

DAKAR, KOMPAS.TV - Diplomat top Rusia wira-wiri ke berbagai negara Afrika, berjanji memberikan bantuan dan bantuan militer dalam tur singkat ke beberapa negara di wilayah Sahel di Afrika sub-Sahara minggu ini, saat Moskow berusaha memperluas pengaruhnya di bagian benua yang kaya mineral dan bergejolak ini.

Rusia makin menjadi mitra keamanan pilihan banyak negara Afrika di wilayah tersebut, menggantikan sekutu tradisional seperti Prancis dan Amerika Serikat.

Menlu Rusia Sergey Lavrov, yang makin sering datang ke Afrika dalam beberapa tahun terakhir, minggu ini mengunjungi Guinea, Republik Kongo, Burkina Faso, dan Chad.

Moskow makin agresif memperluas kerjasama militernya dengan negara-negara Afrika menggunakan perusahaan keamanan swasta Wagner dan penerusnya, Africa Corps, di mana tentara bayaran Rusia mengambil peran mulai dari melindungi pemimpin Afrika hingga membantu negara-negara memerangi kelompok garis keras.

Institut Urusan Internasional Polandia mengatakan dalam sebuah studi bulan ini bahwa dalam "menciptakan Africa Corps, Rusia mengambil pendekatan asertif untuk memperluas kehadiran militernya di Afrika."

Moskow juga mencari dukungan politik, atau setidaknya netralitas, dari mayoritas 54 negara Afrika terkait serangannya ke Ukraina.

Negara-negara Afrika membentuk blok pemilih terbesar di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lebih terpecah dibandingkan kelompok lain dalam resolusi Majelis Umum yang mengkritik tindakan Rusia di Ukraina.

Menurut kacamata Barat, entitas yang terkait dengan Rusia juga menyebarkan disinformasi untuk merusak hubungan antara negara-negara Afrika dan Barat, tulis Africa Center For Strategic Studies, sebuah lembaga akademik dalam Departemen Pertahanan AS, dalam sebuah laporan bulan Maret. Moskow telah "mensponsori 80 kampanye terdokumentasi, menargetkan lebih dari 22 negara," dalam laporan tersebut.

Berikut ini adalah tinjauan tentang bagaimana Rusia memperluas pengaruhnya di Afrika, seperti laporan Associated Press, Kamis, 6/6/2024.

Baca Juga: Pelatih Militer Rusia Tiba di Niger, Hubungan AS di Afrika Makin Tegang?

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, kiri, dan Menteri Luar Negeri Burkina Faso, Karamoko Jean-Marie Traoré, tersenyum di Ouagadougou, Burkina Faso, Selasa, 4 Juni 2024. Moskow berjanji lebih banyak dukungan untuk melawan kelompok militer ekstremis, sementara Lavrov melanjutkan turnya di Afrika Barat, dalam upaya mengisi kekosongan yang ditinggalkan mitra Barat tradisional di wilayah tersebut. (Sumber: AP Photo)

Alasan Berbagai Negara Afrika Makin Bergantung pada Rusia

Rusia memanfaatkan kerusuhan politik dan ketidakpuasan di negara-negara Afrika yang dilanda kudeta, memanfaatkan frustrasi dan kemarahan rakyat terhadap bekas kekuatan kolonial Prancis. Kudeta militer menggulingkan pemerintah yang dekat dengan Prancis dan Barat, yang dituding tidak banyak mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesulitan lainnya.

Rusia menawarkan bantuan keamanan tanpa campur tangan politik, menjadikannya mitra yang menarik di tempat-tempat seperti Mali, Niger, dan Burkina Faso, yang semuanya dipimpin oleh junta militer yang merebut kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai gantinya, Moskow mencari akses ke mineral dan kontrak lainnya.

Kekerasan yang terkait dengan ekstremis yang berafiliasi dengan al-Qaida dan kelompok ISIS melonjak di Sahel selama bertahun-tahun, meskipun ada upaya dari Prancis, AS, dan sekutu Barat lainnya untuk membantu memerangi kelompok tersebut di sana.

Pada tahun 2013, Prancis meluncurkan operasi hampir satu dekade di Mali untuk membantu memerangi militan, yang diperluas ke Niger, Burkina Faso, dan Chad. Operasi tersebut berakhir sembilan tahun kemudian, tetapi konflik masih terus berlangsung, yang akhirnya memantik rasa amarah terhadap Barat.

AS semakin kehilangan pijakan dengan sekutu utama karena memaksakan isu-isu, termasuk demokrasi atau hak asasi manusia sesuai standar AS, yang dilihat banyak negara Afrika sebagai kemunafikan, mengingat hubungan dekat Washington dengan beberapa pemimpin otokratis di tempat lain.

Sementara Barat mungkin menekan pemimpin kudeta Afrika terkait demokrasi dan isu lainnya, Rusia tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri, kata Rida Lyammouri, seorang peneliti senior di Policy Center for the New South, kepada Associated Press.

Baca Juga: Putin Bantah Menghasut Negara Afrika Bekas Jajahan Prancis untuk Usir Bekas Penjajah Mereka

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kiri) bersalaman dengan Menteri Luar Negeri Guinea Morissanda Kouyate di dekat potret Presiden Guinea Mamadi Doumbouya selama pertemuan mereka di Conakry, Guinea, pada 3 Juni 2024. Lavrov melakukan tur ke wilayah Sub-Sahara Sahel pekan ini, seiring dengan upaya Moskow untuk memperluas pengaruhnya di wilayah yang penuh gejolak dan kaya mineral di Afrika. (Sumber: AP Photo)

Kepentingan Rusia di Afrika

Afrika kaya mineral, minyak, dan sumber daya lainnya, namun penuh tantangan politik dan hukum. Sumber dayanya semakin penting bagi ekonomi dan keamanan nasional Rusia, seperti kobalt, yang digunakan dalam elektronik seperti ponsel, atau litium, yang digunakan dalam baterai.

Menurut Barat, Rusia berkembang di negara-negara di mana jangkauan pemerintahan terbatas, dan telah menandatangani kesepakatan pertambangan melalui perusahaan yang dikendalikannya.

Studi parlemen Uni Eropa menunjukkan Rusia mengamankan akses ke emas dan berlian di Republik Afrika Tengah, kobalt di Kongo, emas dan minyak di Sudan, kromit di Madagaskar, platinum dan berlian di Zimbabwe, dan uranium di Namibia.

Kelompok nirlaba yang berbasis di AS, Democracy 21, mengatakan dalam sebuah analisis Desember lalu bahwa Wagner dan Rusia mungkin telah menghasilkan sekitar $2,5 miliar melalui perdagangan emas Afrika sejak menginvasi Ukraina pada Februari 2022.

Meskipun Rusia semakin menjadi mitra terpercaya bagi negara-negara Afrika dalam sektor minyak dan pertambangan, secara keseluruhan masih jauh tertinggal sebagai mitra dagang. Sebagai contoh, data dari Dana Moneter Internasional menunjukkan kurang dari 1% ekspor Afrika pergi ke Rusia, dibandingkan dengan 33% ke Uni Eropa.

Baca Juga: Presiden Afsel Ungkap Mineral Kunci untuk Transisi Energi Global Ada di Afrika

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kiri) dan Menteri Luar Negeri Kongo Jean Claude Gakosso berjabat tangan setelah konferensi pers bersama di Oyo, Kongo, Selasa, 4 Juni 2024. (Sumber: AP Photo)

Lokasi Rusia Aktif Beroperasi di Afrika

Laporan pertama tentang tentara bayaran Wagner di Afrika muncul pada akhir 2017, ketika kelompok tersebut dikerahkan ke Sudan untuk memberikan dukungan kepada Presiden Omar al-Bashir saat itu, sebagai imbalan atas konsesi penambangan emas. Kehadiran Wagner segera meluas ke negara-negara Afrika lainnya.

Pada tahun 2018, kontraktor Rusia muncul untuk mendukung komandan kuat Khalifa Hifter di Libya timur yang berperang melawan militan. Mereka juga membantu Hifter dalam upayanya yang gagal untuk merebut ibu kota Tripoli setahun kemudian.

Di Republik Afrika Tengah, tentara bayaran Rusia memberikan layanan keamanan sejak 2018 dan sebagai imbalannya mendapatkan akses ke beberapa tambang emas dan berlian di negara itu.

Kudeta di Mali pada 2020 dan 2021, di Burkina Faso pada 2022 dan di Niger pada 2023, membawa junta militer yang kritis terhadap Barat berkuasa. Ketiganya akhirnya memerintahkan pasukan Prancis dan Barat lainnya hengkang, dan beralih ke Rusia untuk dukungan militer.

Niger memerintahkan AS untuk menarik pasukannya dan menutup pangkalan militer dan mata-mata di Agadez awal tahun ini, setelah pertemuan dengan delegasi AS berakhir buruk. Keputusan ini telah mengganggu operasi kontra-pemberontakan AS di Sahel Afrika.




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x