AS semakin kehilangan pijakan dengan sekutu utama karena memaksakan isu-isu, termasuk demokrasi atau hak asasi manusia sesuai standar AS, yang dilihat banyak negara Afrika sebagai kemunafikan, mengingat hubungan dekat Washington dengan beberapa pemimpin otokratis di tempat lain.
Sementara Barat mungkin menekan pemimpin kudeta Afrika terkait demokrasi dan isu lainnya, Rusia tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri, kata Rida Lyammouri, seorang peneliti senior di Policy Center for the New South, kepada Associated Press.
Baca Juga: Putin Bantah Menghasut Negara Afrika Bekas Jajahan Prancis untuk Usir Bekas Penjajah Mereka
Kepentingan Rusia di Afrika
Afrika kaya mineral, minyak, dan sumber daya lainnya, namun penuh tantangan politik dan hukum. Sumber dayanya semakin penting bagi ekonomi dan keamanan nasional Rusia, seperti kobalt, yang digunakan dalam elektronik seperti ponsel, atau litium, yang digunakan dalam baterai.
Menurut Barat, Rusia berkembang di negara-negara di mana jangkauan pemerintahan terbatas, dan telah menandatangani kesepakatan pertambangan melalui perusahaan yang dikendalikannya.
Studi parlemen Uni Eropa menunjukkan Rusia mengamankan akses ke emas dan berlian di Republik Afrika Tengah, kobalt di Kongo, emas dan minyak di Sudan, kromit di Madagaskar, platinum dan berlian di Zimbabwe, dan uranium di Namibia.
Kelompok nirlaba yang berbasis di AS, Democracy 21, mengatakan dalam sebuah analisis Desember lalu bahwa Wagner dan Rusia mungkin telah menghasilkan sekitar $2,5 miliar melalui perdagangan emas Afrika sejak menginvasi Ukraina pada Februari 2022.
Meskipun Rusia semakin menjadi mitra terpercaya bagi negara-negara Afrika dalam sektor minyak dan pertambangan, secara keseluruhan masih jauh tertinggal sebagai mitra dagang. Sebagai contoh, data dari Dana Moneter Internasional menunjukkan kurang dari 1% ekspor Afrika pergi ke Rusia, dibandingkan dengan 33% ke Uni Eropa.
Baca Juga: Presiden Afsel Ungkap Mineral Kunci untuk Transisi Energi Global Ada di Afrika
Lokasi Rusia Aktif Beroperasi di Afrika
Laporan pertama tentang tentara bayaran Wagner di Afrika muncul pada akhir 2017, ketika kelompok tersebut dikerahkan ke Sudan untuk memberikan dukungan kepada Presiden Omar al-Bashir saat itu, sebagai imbalan atas konsesi penambangan emas. Kehadiran Wagner segera meluas ke negara-negara Afrika lainnya.
Pada tahun 2018, kontraktor Rusia muncul untuk mendukung komandan kuat Khalifa Hifter di Libya timur yang berperang melawan militan. Mereka juga membantu Hifter dalam upayanya yang gagal untuk merebut ibu kota Tripoli setahun kemudian.
Di Republik Afrika Tengah, tentara bayaran Rusia memberikan layanan keamanan sejak 2018 dan sebagai imbalannya mendapatkan akses ke beberapa tambang emas dan berlian di negara itu.
Kudeta di Mali pada 2020 dan 2021, di Burkina Faso pada 2022 dan di Niger pada 2023, membawa junta militer yang kritis terhadap Barat berkuasa. Ketiganya akhirnya memerintahkan pasukan Prancis dan Barat lainnya hengkang, dan beralih ke Rusia untuk dukungan militer.
Niger memerintahkan AS untuk menarik pasukannya dan menutup pangkalan militer dan mata-mata di Agadez awal tahun ini, setelah pertemuan dengan delegasi AS berakhir buruk. Keputusan ini telah mengganggu operasi kontra-pemberontakan AS di Sahel Afrika.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.