PORT-AU-PRINCE, KOMPAS.TV - Jimmy Cherizier, bos geng Haiti telah memperingatkan akan terjadinya perang saudara dan "genosida" kecuali Perdana Menteri Ariel Henry mundur dari jabatannya.
Seperti yang diketahui, geng kriminal bersenjata, yang mengendalikan wilayah luas di Haiti melancarkan serangan terkoordinasi untuk menggulingkan perdana menteri ketika dia sedang berada di luar negeri pekan lalu.
Henry, yang seharusnya mundur pada bulan Februari, dilaporkan berada di Puerto Rico, sebuah wilayah Amerika Serikat, pada hari Selasa setelah Republik Dominika menolak izin untuk pesawatnya mendarat.
"Jika Ariel Henry tidak mengundurkan diri, jika komunitas internasional terus mendukungnya, kita akan menuju langsung ke perang saudara yang akan mengarah ke genosida," kata Cherizier dikutip dari Al Jazeera, Rabu (6/3/2024).
Cherizier yang diketahui merupakan mantan polisi berusia 46 tahun yang dikenal dengan nama Barbecue dan berada di bawah sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa atas pelanggaran hak asasi manusia juga menegaskan dukungannya kepada rakyat kelas pekerja di Haiti.
"Entah Haiti menjadi surga atau neraka bagi kita semua. Tidak mungkin bagi sekelompok kecil orang kaya yang tinggal di hotel-hotel besar untuk menentukan nasib orang-orang yang tinggal di lingkungan kelas pekerja," tambahnya.
Memanasnya situasi di Haiti berawal saat kelompok bersenjata menembaki polisi pada Senin malam di luar Bandara Internasional Toussaint Louverture di Port-au-Prince, saat puluhan karyawan dan pekerja lainnya melarikan diri dari peluru.
Akibat insiden itu, bandara ditutup pada hari Selasa, bersama dengan sekolah dan bank.
Pada akhir pekan, para geng juga menyerbu dua penjara terbesar di Haiti, yang membuat ribuan narapidana melarikan diri.
Baca Juga: Geng Bersenjata Berat Haiti Serbu Bandara Utama, AS Perintahkan Evakuasi Seluruh Warganya
“Haiti sekarang berada di bawah kontrol geng-geng. Pemerintah tidak hadir,” kata seorang warga berusia 40 tahun, Michel St-Louis, yang berdiri di depan kantor polisi yang terbakar di ibu kota.
“Saya berharap mereka dapat menjatuhkan Henry sehingga siapapun yang berkuasa dapat mengembalikan ketertiban,” ujarnya.
Henry, yang berkuasa dalam kesepakatan dengan oposisi setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021, seharusnya mundur pada bulan Februari agar pemilu dapat dilaksanakan.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, para geng telah menuju ke kota dan masuk ke daerah pedesaan, mengambil kekuatan keamanan di salah satu negara termiskin di dunia itu.
Henry mengatakan, situasinya masih terlalu tidak stabil untuk digelar pemilu dan telah mendorong penempatan misi polisi multinasional yang didukung PBB untuk membantu menstabilkan negara tersebut.
Menurut juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, setidaknya 15.000 orang telah dievakuasi dari bagian terparah di Port-au-Prince.
Kelompok hak asasi manusia Plan International mengatakan, banyak yang melarikan diri dari ibu kota ke Artibonite, wilayah pertanian tradisional Haiti yang penduduknya sekarang menghadapi kekurangan pangan karena pertempuran meluas ke utara.
Pemerintah telah menyatakan keadaan darurat dan jam malam, sementara Dewan Keamanan PBB menjadwalkan pertemuan tertutup tentang situasi tersebut pada Rabu sore.
Negara-negara di wilayah itu pun telah menarik staf kedutaan dan menyarankan warganya untuk meninggalkan Haiti.
Baca Juga: Konflik di Haiti Memanas, KBRI Havana Sampaikan 7 WNI dalam Keadaan Aman
Sumber : Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.