“Haiti sekarang berada di bawah kontrol geng-geng. Pemerintah tidak hadir,” kata seorang warga berusia 40 tahun, Michel St-Louis, yang berdiri di depan kantor polisi yang terbakar di ibu kota.
“Saya berharap mereka dapat menjatuhkan Henry sehingga siapapun yang berkuasa dapat mengembalikan ketertiban,” ujarnya.
Henry, yang berkuasa dalam kesepakatan dengan oposisi setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021, seharusnya mundur pada bulan Februari agar pemilu dapat dilaksanakan.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, para geng telah menuju ke kota dan masuk ke daerah pedesaan, mengambil kekuatan keamanan di salah satu negara termiskin di dunia itu.
Henry mengatakan, situasinya masih terlalu tidak stabil untuk digelar pemilu dan telah mendorong penempatan misi polisi multinasional yang didukung PBB untuk membantu menstabilkan negara tersebut.
Menurut juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, setidaknya 15.000 orang telah dievakuasi dari bagian terparah di Port-au-Prince.
Kelompok hak asasi manusia Plan International mengatakan, banyak yang melarikan diri dari ibu kota ke Artibonite, wilayah pertanian tradisional Haiti yang penduduknya sekarang menghadapi kekurangan pangan karena pertempuran meluas ke utara.
Pemerintah telah menyatakan keadaan darurat dan jam malam, sementara Dewan Keamanan PBB menjadwalkan pertemuan tertutup tentang situasi tersebut pada Rabu sore.
Negara-negara di wilayah itu pun telah menarik staf kedutaan dan menyarankan warganya untuk meninggalkan Haiti.
Baca Juga: Konflik di Haiti Memanas, KBRI Havana Sampaikan 7 WNI dalam Keadaan Aman
Sumber : Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.