BANGKOK, KOMPAS.TV - China mengeluarkan kebijakan dan aturan baru untuk memperluas akses pinjaman bank komersial bagi pengembang properti, Rabu (24/1/2024). Kebijakan itu diumumkan saat Beijing memperkuat upaya mengakhiri krisis yang berlarut-larut di industri real estat. Berikut rincian kebijakan tersebut.
Kebijakan ini akan memungkinkan perusahaan properti untuk menggunakan pinjaman bank, yang dijaminkan dengan properti komersial seperti kantor dan pusat perbelanjaan, untuk melunasi pinjaman dan obligasi lainnya serta untuk menutup biaya operasional.
Kebijakan tersebut diumumkan oleh People's Bank of China atau Bank Rakyat China, Administrasi Regulasi Keuangan Nasional, dan Kementerian Keuangan pada Rabu (24/1) malam, seperti dilaporkan oleh Associated Press, Kamis (25/1).
Beijing pekan ini bergerak menstabilkan pasar keuangan yang terganggu dan berupaya mendongkrak ekonomi dengan melepaskan lebih banyak uang ke dalam perputaran ekonomi untuk pemberian pinjaman dengan berbagai cara. Hal tersebut termasuk perubahan syarat batas cadangan dana yang dipegang bank.
Lonjakan langkah-langkah baru dan pernyataan dari pejabat senior Partai Komunis tentang perlunya menstabilkan pasar keuangan dan membangun kepercayaan pada ekonomi, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia, tampaknya mencerminkan tekad baru untuk kembali melaju pada pertumbuhan.
Puluhan pengembang gagal bayar utang setelah pemerintah menindak keras peminjaman berlebih di industri tersebut beberapa tahun yang lalu.
Pengembang terbesar, China Evergrande, masih berusaha menyelesaikan lebih dari $300 miliar utangnya dan Pengadilan Hong Kong dijadwalkan akan mengadakan sidang mendengarkan rencana restrukturisasi mereka minggu depan.
Kebijakan terbaru ini bukanlah pembalikan penuh dari upaya untuk mengekang utang dan mengendalikan risiko di industri properti.
Baca Juga: China Kurangi Syarat Cadangan Bank untuk Dorong Pertumbuhan, Suntikkan 141 Miliar Dollar ke Ekonomi
Aturan baru menyatakan pinjaman bank tidak boleh digunakan membeli perumahan komersial atau perumahan sewaan atau memulai konstruksi baru maupun membeli tanah.
Selain itu, pinjaman tidak boleh melebihi 70% dari nilai properti yang dijadikan jaminan dan umumnya berjangka waktu maksimal 10 tahun, dengan batas absolut 15 tahun.
Pemerintah China juga memerintahkan bank untuk melakukan penelitian dengan cermat sebelum dan setelah pinjaman diberikan untuk mengurangi dan meminimalkan risiko.
Belum jelas apa dampak yang mungkin ditimbulkan oleh aturan baru ini pada krisis secara keseluruhan yang melanda pasar properti.
Penjualan tanah sudah lama menjadi sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah yang sekarang berjuang dengan utang yang bertambah. Sementara itu, penundaan konstruksi rumah baru telah memukul kontraktor dan pemasok material konstruksi serta perabot rumah.
Dalam catatan riset, ekonom UBS mengatakan, "Kecepatan dan ukuran potensial pinjaman tersebut tetap tidak pasti karena bank kemungkinan akan memantau komersialitas dan risiko dari pinjaman semacam itu."
Namun, mereka menambahkan, langkah ini merupakan "langkah signifikan" untuk meningkatkan dukungan bagi pengembang.
Penjualan rumah baru dan harga rumah telah menurun, mengurangi keinginan konsumen untuk berbelanja karena sebagian besar kekayaan keluarga China cenderung terikat pada properti. Industri ini secara keseluruhan menyumbang sekitar seperempat dari aktivitas bisnis di China.
"Untuk meningkatkan pembiayaan pengembang secara mendasar dan berkelanjutan, penjualan properti perlu berhenti menurun dan mulai pulih, yang mungkin memerlukan upaya kebijakan lebih lanjut untuk menstabilkan pasar properti," demikian laporan UBS.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.