SEOUL, KOMPAS.TV - Korea Utara tetap bungkam soal penahanan seorang tentara Amerika Serikat yang melarikan diri melintasi perbatasan yang sangat terfortifikasi antara Korea Utara dan Korea Selatan sementara anggota kelompok tur yang lain terperangah menyaksikannya.
Beberapa pengamat mengatakan ketegangan yang meningkat antara kedua negara membuat kemungkinan besar dia tidak akan segera dikembalikan.
Prada Travis King melarikan diri ke Korea Utara saat sedang melakukan tur di Zona Demiliterisasi pada hari Selasa, sehari setelah dia seharusnya melakukan perjalanan ke pangkalan militer di Amerika Serikat, seperti laporan Associated Press, Rabu (19/7/2023).
Dia dibebaskan dari penjara Korea Selatan pada tanggal 10 Juli setelah menjalani dua bulan hukuman atas kasus penyerangan dan dijadwalkan untuk kembali ke Fort Bliss, Texas, di mana dia bisa menghadapi disiplin militer tambahan dan pemecatan.
King adalah tentara Amerika pertama yang diketahui ditahan di Korea Utara dalam kurang lebih lima tahun terakhir. Setiap penahanan tentara AS di Korea Utara selalu memicu perundingan diplomatik yang rumit, dan kasus ini datang pada saat ketegangan yang tinggi.
Pada hari Rabu, Korea Utara menguji tembakkan dua rudal balistik ke laut sebagai protes atas penempatan kapal selam bersenjata nuklir Amerika Serikat di Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.
"Kemungkinan besar Korea Utara akan menggunakan tentara ini untuk tujuan propaganda dalam jangka pendek dan kemudian sebagai alat tawar-menawar," kata Yang Moo-jin, presiden Universitas Studi Korea Utara di Korea Selatan.
Baca Juga: Prajurit AS yang Kabur ke Korea Utara saat Berwisata Baru Saja Menghadapi Tindakan Displin Militer
King, seorang dari kesatua kavaleri berusia 23 tahun dengan Divisi Lapis Baja ke-1, seharusnya berangkat ke Texas pada hari Senin. Dia diantar sampai ke area bea cukai, tetapi meninggalkan bandara sebelum naik pesawatnya.
Belum jelas bagaimana dia menghabiskan waktu sampai bergabung dengan tur di desa perbatasan Panmunjom dan melarikan diri melintasi perbatasan pada hari Selasa sore. Tentara mengumumkan namanya dan memberikan informasi terbatas setelah keluarga King diberitahu.
Beberapa pejabat AS memberikan rincian tambahan dengan syarat anonimitas karena sensitivitas masalah ini.
Seorang perempuan yang ikut dalam tur bersama King mengatakan awalnya dia mengira lariannya itu adalah semacam atraksi, dan dia serta anggota kelompok lainnya tidak bisa memercayai apa yang terjadi.
Hukuman penjara King bukanlah kali pertama dia menghadapi masalah hukum di Korea Selatan.
Pada bulan Februari, pengadilan menghukum dia denda sebesar 5 juta won setelah dia dinyatakan bersalah melakukan penyerangan terhadap seseorang yang tidak diidentifikasi dan merusak kendaraan polisi di Seoul pada bulan Oktober tahun lalu, menurut salinan transkrip putusan yang diperoleh oleh The Associated Press.
Putusan tersebut menyatakan King juga dituduh memukul seorang pria berusia 23 tahun di sebuah klub malam di Seoul, meskipun pengadilan membatalkan tuduhan itu karena korban tidak ingin King dihukum.
Baca Juga: AS Kirim Kapal Selam Bersenjata Nuklir ke Korea Selatan, Unjuk Kekuatan ke Korea Utara
Kakek King, Carl Gates, mengatakan cucunya bergabung dengan tentara sekitar tiga tahun yang lalu karena dia "ingin melakukan yang lebih baik untuk dirinya sendiri." Dia tertarik untuk bertugas militer karena memiliki saudara laki-laki yang merupakan seorang polisi dan sepupu yang berdinas di Angkatan Laut, kata Gates.
Gates berharap cucunya bisa pulang untuk mendapatkan bantuan.
"Saya pikir saat ini dia mungkin mengalami masalah atau sesuatu. Saya tidak bisa membayangkan dia melakukannya dengan sengaja jika dia dalam pikirannya yang benar," kata Gates.
Juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, mengatakan pemerintah Amerika Serikat sedang bekerja sama dengan pihak Korea Utara untuk "mengatasi insiden ini."
Komando PBB yang dipimpin Amerika Serikat mengatakan pada hari Selasa bahwa tentara AS tersebut diyakini berada dalam tahanan Korea Utara.
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, mengatakan dalam konferensi pers di Pentagon bahwa militer "sedang memantau dan menyelidiki situasi ini."
Belum diketahui apakah dan bagaimana Amerika Serikat dan Korea Utara akan berkomunikasi. Kedua negara tidak punya hubungan diplomatik dan secara resmi masih berada dalam status perang karena Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian perdamaian.
Baca Juga: Menyeberang Perbatasan sambil Tertawa, Tentara AS Ditahan Korea Utara
Di masa lalu, Swedia, yang punya kedutaan di Pyongyang, memberikan layanan konsuler bagi warga negara AS lainnya yang ditahan di Korea Utara.
Tetapi staf diplomatik Swedia dilaporkan belum kembali ke Korea Utara sejak negara itu memberlakukan lockdown Covid-19 pada awal tahun 2020 dan memerintahkan semua orang asing untuk pergi.
Beberapa pengamat mengatakan Korea Utara dan Amerika Serikat masih bisa berkomunikasi melalui Panmunjom atau misi Korea Utara di PBB, New York.
Jarang terjadi warga Amerika atau Korea Selatan membelot ke Korea Utara, tetapi lebih dari 30.000 warga Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan untuk menghindari penindasan politik dan kesulitan ekonomi sejak berakhirnya Perang Korea tahun 1950-1953.
Tae Yongho, mantan menteri di Kedutaan Korea Utara di London, mengatakan Korea Utara mungkin senang memiliki "kesempatan untuk membuat Amerika Serikat kehilangan muka" karena pelarian King terjadi pada hari yang sama dengan kedatangan kapal selam Amerika Serikat di Korea Selatan.
Tae, yang sekarang menjadi anggota parlemen Korea Selatan, mengatakan Korea Utara tidak mungkin mengembalikan King dengan mudah karena dia adalah tentara dari negara yang secara teknis masih berada dalam status perang dengan Korea Utara, dan dia secara sukarela pergi ke Korea Utara.
Amerika Serikat masih menempatkan sekitar 28.000 tentara di Korea Selatan, dan ketegangan di Semenanjung Korea tetap tinggi, dengan Korea Utara melakukan uji coba rudal dan Amerika Serikat melakukan latihan militer bersama Korea Selatan.
Baca Juga: Ancaman Korea Utara ke AS Serius, Tembakkan Rudal Balistik Hwasong-18 yang Sempat Terbang 74 Menit
Panmunjom, yang berada di dalam Zona Demiliterisasi sepanjang 248 kilometer (154 mil), telah dikelola bersama oleh Komando PBB dan Korea Utara sejak berakhirnya Perang Korea.
Sejumlah kecil tentara Amerika pernah pergi ke Korea Utara selama Perang Dingin, termasuk Charles Jenkins, yang melarikan diri dari pos tentaranya di Korea Selatan pada tahun 1965 dan melarikan diri melintasi ZDM.
Dia muncul dalam film propaganda Korea Utara dan menikahi seorang mahasiswa perawat Jepang yang diculik dari Jepang oleh agen-agen Korea Utara. Jenkins meninggal di Jepang pada tahun 2017.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa warga sipil Amerika telah ditahan di Korea Utara dengan tuduhan mata-mata, subversi, dan tindakan anti-negara lainnya, tetapi mereka dibebaskan setelah Amerika Serikat mengirim misi tingkat tinggi untuk memastikan pembebasan mereka.
Pada bulan Mei 2018, Korea Utara membebaskan tiga tahanan Amerika yang kembali ke Amerika Serikat dengan pesawat bersama dengan Menteri Luar Negeri saat itu, Mike Pompeo, selama periode hubungan yang hangat. Kemudian pada tahun 2018, Korea Utara mengatakan mengusir warga Amerika, Bruce Byron Lowrance.
Sejak deportasinya, tidak ada laporan tentang warga Amerika lainnya yang ditahan di Korea Utara sebelum hari Selasa.
Pembebasan mereka berbeda dengan nasib Otto Warmbier, seorang mahasiswa universitas Amerika yang meninggal pada tahun 2017, beberapa hari setelah dibebaskan oleh Korea Utara dalam keadaan koma setelah 17 bulan ditahan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.