PARIS, KOMPAS.TV - UNESCO mengumumkan Amerika Serikat (AS) berencana untuk bergabung kembali dengan lembaga kebudayaan dan ilmiah PBB tersebut, Senin (12/6/2023). Pengumuman itu juga disertai rencana pembayaran tunggakan lebih dari USD 600 juta atau senilai lebih dari Rp8,9 triliun.
AS rupanya khawatir atas makin berpengaruhnya China di tingkat dunia, terutama di sektor kebijakan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan pendidikan teknologi dunia.
Pejabat AS seperti laporan Associated Press, mengatakan keputusan untuk kembali bergabung itu didorong oleh kekhawatiran bahwa China mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh AS dalam pembuatan kebijakan UNESCO. Terutama dalam menetapkan standar AI dan pendidikan teknologi di seluruh dunia.
Keputusan ini harus melewati pemungutan suara negara-negara anggota UNESCO dalam beberapa minggu mendatang. Namun, persetujuan tampaknya hanya menjadi formalitas setelah tepuk tangan gemuruh yang menyambut pengumuman tersebut di markas besar UNESCO di Paris, Senin.
Tidak ada satu negara pun yang mempertanyakan kembalinya negara yang dulunya menjadi penyandang dana terbesar bagi lembaga ini.
AS dan Israel menghentikan pendanaan mereka untuk UNESCO setelah lembaga tersebut memutuskan mengakui Palestina sebagai anggota negara pada tahun 2011.
Pemerintahan Trump memutuskan untuk sepenuhnya menarik diri dari UNESCO tahun 2017, dengan alasan adanya prasangka anti-Israel yang berkelanjutan dan masalah manajemen.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay berusaha mengatasi kekhawatiran tersebut sejak terpilih menjadi kepala lembaga ini tahun 2017, dan upayanya tersebut tampaknya membuahkan hasil.
"Ini adalah momen bersejarah bagi UNESCO," ujarnya, Senin. "Ini juga merupakan hari yang penting untuk multilateralisme."
Wakil Menlu AS Bidang Manajemen dan Sumber Daya Richard Verma mengirimkan surat pada pekan lalu kepada Azoulay untuk meresmikan rencana kembalinya AS. Menurut surat yang disampaikan secara langsung dan diperoleh oleh AP, Verma menyebutkan kemajuan dalam upaya menghindari politisasi perdebatan tentang Timur Tengah dan mereformasi manajemen lembaga tersebut.
Baca Juga: Naskah Hikayat Aceh Resmi Diakui UNESCO Sebagai Warisan Dunia
Keputusan ini memberikan dorongan besar bagi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), yang dikenal dengan program Warisan Dunia-nya serta proyek-proyek untuk melawan perubahan iklim dan mengajarkan membaca kepada anak perempuan.
Meskipun keanggotaan Palestina di UNESCO menjadi pemicu terjadinya pertikaian antara AS dan lembaga ini, kembalinya AS lebih berkaitan dengan meningkatnya pengaruh China.
Wakil Menlu AS Bidang Manajemen John Bass bulan Maret mengatakan absennya AS dari UNESCO memperkuat China dan "mengurangi kemampuan kita untuk efektif dalam mempromosikan visi kita tentang dunia bebas."
Ia mengatakan UNESCO punya peran penting dalam menetapkan dan membentuk standar pengajaran teknologi dan ilmu pengetahuan di seluruh dunia. "Jadi jika kita benar-benar serius dalam persaingan di era digital dengan China, kita tidak bisa lagi absen," katanya.
Keputusan AS ini tidak membahas status Palestina. Meskipun Palestina adalah anggota UNESCO, secara praktis, mereka semakin jauh dari kemerdekaan mereka. Tidak ada perundingan perdamaian yang serius dalam satu dekade terakhir, dan pemerintahan Israel yang baru diisi oleh pihak garis keras yang menentang kemerdekaan Palestina.
Dubes Palestina untuk UNESCO tidak memberikan komentar terkait keputusan AS tersebut. Satu-satunya utusan yang tidak mengungkapkan pujian adalah dubes China, Jin Yang. Ia mencatat dampak negatif dari absennya AS, dan berharap langkah ini menunjukkan keseriusan Washington dalam multilateralisme.
"Menjadi anggota organisasi internasional adalah masalah serius, dan kami berharap kembalinya AS kali ini berarti mereka mengakui misi dan tujuan organisasi ini," ujar dubes tersebut.
Direktur UNESCO Azoulay, yang berdarah Yahudi, mendapat pujian luas atas upayanya secara pribadi dalam membangun konsensus di antara diplomat Yordania, Palestina, dan Israel terkait resolusi-resolusi UNESCO yang sensitif.
Ia bertemu dengan anggota Partai Demokrat dan Partai Republik di Kongres untuk menjelaskan upayanya tersebut. Berkat negosiasi bipartisan tersebut, ia percaya keputusan AS untuk kembali bergabung bersifat jangka panjang, terlepas dari siapa yang memenangkan pemilihan presiden tahun depan.
Baca Juga: Meski Ditentang Rusia, UNESCO Tetapkan Odesa sebagai Warisan Dunia di Ukraina
"Peristiwa yang terjadi selama beberapa tahun terakhir berarti bahwa UNESCO penting," ujarnya. "Dan ketika Anda absen dari itu, Anda kehilangan sesuatu. Anda kehilangan sesuatu bagi pengaruh Anda di dunia, tetapi juga untuk kepentingan nasional Anda sendiri."
Menurut rencana tersebut, pemerintah AS akan membayar tunggakan kontribusi tahun 2023 beserta kontribusi bonus sebesar USD 10 juta pada tahun ini yang akan dialokasikan untuk pendidikan Holokaus, pelestarian warisan budaya di Ukraina, keamanan jurnalis, serta pendidikan sains dan teknologi di Afrika, seperti yang disebutkan dalam surat Verma.
Pemerintahan Biden mengajukan permintaan anggaran sebesar USD 150 juta untuk tahun 2024 guna membayar tunggakan kontribusi dan hutang kepada UNESCO. Rencana ini juga memperkirakan permintaan serupa untuk tahun-tahun berikutnya sampai seluruh hutang sebesar USD 619 juta dilunasi.
Jumlah tersebut merupakan sebagian besar dari anggaran operasional tahunan UNESCO sebesar USD 534 juta. Sebelum meninggalkan lembaga ini, AS menyumbang 22 persen dari pendanaan keseluruhan UNESCO.
Diplomat UNESCO menyatakan harapannya bahwa kembalinya AS akan membawa "ambisi yang lebih besar dan ketenangan yang lebih besar" serta memberikan energi pada program-program untuk mengatur kecerdasan buatan, pendidikan anak perempuan di Afghanistan, dan mencatat korban perbudakan di Karibia.
Diplomat tersebut mengatakan UNESCO juga "akan menyambut" kembalinya Israel jika negara tersebut ingin bergabung kembali. Belum ada respons langsung dari pemerintah Israel.
Israel lama menuduh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) punya prasangka anti-Israel. Tahun 2012, cuek dengan protes Israel, negara Palestina diakui sebagai negara pengamat non-anggota oleh Majelis Umum PBB.
Palestina mengeklaim Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza, wilayah-wilayah yang dikuasai Israel dalam Perang Timur Tengah tahun 1967, sebagai negara yang merdeka. Israel mengatakan upaya Palestina untuk mendapatkan pengakuan di PBB bertujuan untuk menghindari penyelesaian melalui perundingan dan bertujuan untuk memberikan tekanan kepada Israel agar mengalah.
Sebelumnya, AS telah keluar dari UNESCO pada masa pemerintahan Reagan pada tahun 1984 karena dianggap lembaga tersebut dijalankan secara buruk, korup, dan digunakan untuk kepentingan Uni Soviet. AS kemudian bergabung kembali pada tahun 2003.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.