Perkara Suriah: Erdogan Dalam Tekanan Untuk Memulangkan Pengungsi Suriah
Erdogan sangat menyadari opini publik berubah terhadap 3,4 juta pengungsi Suriah yang melarikan diri dari kekerasan di tanah air mereka menuju Turki, terutama ketika negara ini sedang menghadapi kemerosotan ekonomi.
Dalam pidato kemenangannya, Erdogan mengatakan sekitar 600.000 pengungsi sudah kembali secara sukarela ke Suriah, di mana pemerintahnya sedang menciptakan "zona aman" di daerah utara yang dikuasainya.
Sejuta pengungsi lainnya akan mengikuti melalui program pemukiman bersama dengan Qatar, kata Erdogan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Namun, Emma Sinclair-Webb dari Human Rights Watch berpandangan miring, mengatakan Suriah masih belum aman bagi banyak pengungsi, sementara wacana yang memecah belah di Turki juga menciptakan situasi berbahaya bagi mereka.
Baca Juga: Erdogan Terpilih Lagi Jadi Presiden Turki, Berjanji Kurangi Inflasi dan Sebut Itu Tak Sulit
Hak dan Kesejahteraan: Erdogan Memberi Sinyal, Kebijakan Ketat akan Berlanjut
Kepresidenan Erdogan menurut Barat ditandai oleh penindasan terhadap kebebasan berekspresi dan permusuhan yang meningkat terhadap kelompok minoritas: media utama bersikap pro-pemerintah, sensor internet merajalela, undang-undang media sosial baru dapat membatasi ekspresi online, dan dia sering kali menargetkan anggota komunitas LGBT dan etnis Kurdi.
Setelah percobaan kudeta yang gagal pada tahun 2016 yang oleh Turki disalahkan pada seorang ulama Muslim yang berbasis di Amerika Serikat, pemerintah Turki menggunakan undang-undang teror yang luas untuk memenjarakan mereka yang punya hubungan dengan ulama tersebut, seorang politikus pro-Kurdi, dan anggota masyarakat sipil.
Sinclair-Webb, seorang pejuang hak asasi manusia, mengatakan pidato kemenangan Erdogan adalah "petunjuk akan apa yang akan datang" ketika dia menargetkan politikus pro-Kurdi yang dipenjara Selahattin Demirtas, sementara massa menyanyikan yel-yel untuk hukuman mati.
Erdogan juga menggunakan pidato kemenangan lainnya untuk memanaskan sentimen anti-LGBTQ.
Erdogan pernah menyebut perlakuan buruk terhadap orang-orang gay sebagai "tidak manusiawi" tetapi sekarang menyebut anggota komunitas LGBT sebagai ngelunjak.
Baca Juga: Erdogan Jadi Presiden Turki Lagi, Pengamat: Ia Ingin Mengembalikan Hegemoni Kekaisaran Turki
Sejak tahun 2015, pemerintahnya melarang parade kaum LGBTQ, dan para pejabat semakin menggunakan bahasa diskriminatif sambil berusaha memperkuat basis konservatif mereka.
Pemerintahan Erdogan juga menarik Turki dari perjanjian Eropa yang melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga, tunduk pada kelompok konservatif yang mengklaim perjanjian tersebut mempromosikan homoseksualitas.
Retorika anti-gay semakin meningkat selama kampanye Erdogan.
"Menyebutkannya lagi pada kesempatan pertama dalam pidato di balkon kemenangan adalah pengingat yang menakutkan tentang betapa dia benar-benar membahayakan orang-orang LGBT," kata Sinclair-Webb, seorang pejuang hak asasi manusia Barat.
Asosiasi LGBT tertua di Turki, Kaos GL, mengatakan kemenangan Erdogan tidak akan membuat mereka diam.
"Meskipun mereka berjanji untuk menutup kami, kami keluar sekali dan kami tidak akan mundur," demikian dinyatakan oleh organisasi dan lainnya dalam sebuah pernyataan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.