LOS ANGELES, KOMPAS.TV - Amerika Serikat memecahkan rekor aksi penembakan massal pada 2023 dengan insiden mengerikan terjadi sekitar seminggu sekali sepanjang tahun ini, seperti laporan Associated Press, Jumat (21/4/2023).
Aksi pembunuhan massal telah merampas 88 nyawa dalam 17 peristiwa selama 111 hari terakhir.
Pada setiap aksi, pelaku menggunakan senjata api. Hanya pada 2009, tercatat tragedi serupa dalam periode waktu yang sama.
Sekolah dasar di Nashville menjadi saksi mata pada hari Senin, ketika sekelompok anak dirampas nyawanya dalam aksi penembakan massal.
Para pekerja di California Utara menjadi sasaran peluru akibat dendam di tempat kerja. Para penari di sebuah balai tari di luar Los Angeles dihabisi ketika mereka merayakan Tahun Baru Imlek.
Dalam seminggu terakhir, empat orang yang sedang berpesta meninggal dunia dan 32 orang lainnya terluka akibat aksi penembakan di Dadeville, Alabama.
Sementara seorang pria yang baru saja keluar dari penjara menembak mati empat orang termasuk orang tuanya di Bowdoin, Maine sebelum membabi buta menembak kendaraan yang melintas di jalan raya.
“Tidak seorang pun seharusnya kaget,” ujar Fred Guttenberg, yang putrinya, Jaime, menjadi salah satu dari 17 korban pembunuhan di sebuah sekolah menengah di Parkland, Florida tahun 2018.
“Saya mengunjungi makam anak saya. Kata-kata tidak dapat menggambarkan perasaan saya.”
Korban penembakan massal di Parkland termasuk di antara 2.842 orang yang tewas akibat aksi penembakan dan pembunuhan massal di AS sejak 2006, menurut database yang dikelola Associated Press dan USA Today, bekerja sama dengan Universitas Northeastern.
Database tersebut mencatat pembunuhan yang melibatkan empat korban atau lebih, tidak termasuk pelaku, dengan standar yang sama seperti FBI dan melacak sejumlah variabel untuk masing-masing peristiwa.
Baca Juga: Rentetan Tiga Penembakan Mematikan di AS dalam Seminggu Terakhir, Terjadi karena Masalah Sepele
Aksi kekerasan tersebut hanya sebagian kecil dari kekerasan fatal yang terjadi di AS setiap tahun.
Namun, aksi pembunuhan massal terjadi dengan frekuensi yang mengerikan tahun ini, yaitu sekali setiap 6,53 hari, menurut analisis data AP/USA Today.
Dari ujung ke ujung negeri, kekerasan tersebut dipicu oleh berbagai motif.
Pembunuhan bunuh diri dan kekerasan dalam rumah tangga; balas dendam antar geng; penembakan di sekolah dan dendam di tempat kerja.
Semuanya merenggut nyawa empat orang atau lebih setiap penembakan sejak 1 Januari.
Namun, kekerasan terus berlanjut dan hambatan untuk perubahan terus menghalang.
Kemungkinan Kongres untuk mengembalikan larangan senapan semi-otomatis tampak jauh panggang dari api, dan Mahkamah Agung AS tahun lalu menetapkan standar baru untuk meninjau undang-undang senjata api di negara itu, mempertanyakan pembatasan senjata api di seluruh negeri.
Kecepatan penembakan massal tahun ini belum tentu memprediksi rekor tahunan baru.
Pada 2009, pembantaian melambat dan tahun tersebut berakhir dengan jumlah akhir 32 pembunuhan massal dengan 172 kematian.
Angka itu hampir saja melampaui rata-rata 31,1 pembunuhan massal dan 162 korban setiap tahunnya, menurut analisis data yang berasal dari tahun 2006.
Rekor yang mengerikan tercatat dalam dekade terakhir. Data menunjukkan pada 2019 terdapat 45 pembunuhan massal dan 230 orang tewas dalam tragedi seperti itu pada 2017.
Tahun itu, 60 orang tewas ketika di festival musik country di Las Vegas Strip. Pembantaian itu masih menyumbang jumlah kematian terbanyak dari penembakan massal di sejarah modern Amerika Serikat.
"Inilah kenyataannya: Jika seseorang bertekad melakukan kekerasan massal, mereka akan melakukannya," kata Jaclyn Schildkraut, direktur eksekutif Konsorsium Penelitian Kekerasan Senjata Api Regional Institut Pemerintahan Rockefeller.
"Dan peran kita sebagai masyarakat adalah mencoba untuk memasang rintangan dan penghalang untuk membuatnya lebih sulit."
Baca Juga: Penembakan Massal di Pesta Ulang Tahun di Alabama Tewaskan Empat Orang, Joe Biden Langsung Bereaksi
Namun, belum ada indikasi sama sekali baik di tingkat negara bagian maupun federal, dengan beberapa pengecualian, bahwa ada banyak perubahan kebijakan besar pada masa depan.
Beberapa negara bagian mencoba menerapkan lebih banyak kontrol senjata api di dalam batas-batasnya sendiri.
Minggu lalu, Gubernur Michigan Gretchen Whitmer menandatangani undang-undang baru yang mewajibkan pemeriksaan latar belakang kriminal untuk membeli senapan dan senapan berburu.
Pada Rabu, larangan puluhan jenis senapan semi-otomatis disahkan oleh Legislatur negara bagian Washington dan saat ini menuju ke meja gubernur untuk disahkan.
Negara-negara bagian lainnya sedang mengalami tekanan baru. Di Tennessee yang konservatif, para pengunjuk rasa turun ke Kongres negara bagian untuk menuntut regulasi senjata api yang lebih ketat setelah enam orang tewas di sekolah dasar swasta di Nashville bulan lalu.
Di tingkat federal, Presiden Joe Biden tahun lalu menandatangani undang-undang kekerasan senjata api yang merupakan tonggak sejarah.
Sebab, hal itu memperketat pemeriksaan latar belakang bagi pembeli senjata api usia muda, mencegah pelaku kekerasan dalam rumah tangga untuk memiliki senjata api, dan membantu negara bagian menggunakan undang-undang red flag yang memungkinkan polisi mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mengambil senjata api dari orang yang menunjukkan tanda-tanda berpotensi berbuat kekerasan.
Meskipun berita mengenai pembunuhan massal selalu mencolok, namun secara statistik, pembunuhan massal merupakan hal yang jarang terjadi, dilakukan oleh hanya segelintir orang setiap tahunnya di negara yang berpenduduk hampir 335 juta ini.
Dan tidak ada cara untuk memprediksi apakah kejadian serupa akan terus berlanjut pada tahun ini.
Baca Juga: Pelaku Penembakan Louisville Siarkan Secara Langsung Serangan di Bank, Begini Kejadiannya
Kadang-kadang pembunuhan massal terjadi beruntun, seperti pada Januari, ketika peristiwa mematikan terjadi di California utara dan selatan hanya dalam dua hari berbeda, sementara bulan-bulan lain berlalu tanpa ada kekerasan.
"Kita seharusnya tidak berharap bahwa pembunuhan massal ini, satu penembakan massal setiap kurang dari tujuh hari, akan terus berlanjut," kata ahli kriminologi dari Universitas Northeastern, James Alan Fox. "Semoga tidak."
Namun demikian, para ahli dan advokat mengecam penyebaran senjata api di Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk penjualan yang mencapai rekor tertinggi selama puncak pandemi.
"Kita harus tahu ini bukan cara hidup yang seharusnya," kata John Feinblatt, presiden Everytown for Gun Safety. "Kita tidak boleh hidup seperti ini. Dan kita tidak bisa hidup di negara yang memiliki senjata api di mana-mana, setiap tempat dan setiap saat."
Asosiasi Senjata Api Nasional tidak merespons permintaan komentar dari AP.
Jaime Guttenberg seharusnya berusia 19 tahun sekarang. Ayahnya kini menghabiskan waktunya sebagai aktivis kontrol senjata api.
"Amerika seharusnya tidak terkejut dengan kondisi kita saat ini," kata Guttenberg.
"Semua terlihat dari angka-angka. Angka tidak bohong. Namun kita harus segera melakukan sesuatu untuk memperbaikinya."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.