Rekor yang mengerikan tercatat dalam dekade terakhir. Data menunjukkan pada 2019 terdapat 45 pembunuhan massal dan 230 orang tewas dalam tragedi seperti itu pada 2017.
Tahun itu, 60 orang tewas ketika di festival musik country di Las Vegas Strip. Pembantaian itu masih menyumbang jumlah kematian terbanyak dari penembakan massal di sejarah modern Amerika Serikat.
"Inilah kenyataannya: Jika seseorang bertekad melakukan kekerasan massal, mereka akan melakukannya," kata Jaclyn Schildkraut, direktur eksekutif Konsorsium Penelitian Kekerasan Senjata Api Regional Institut Pemerintahan Rockefeller.
"Dan peran kita sebagai masyarakat adalah mencoba untuk memasang rintangan dan penghalang untuk membuatnya lebih sulit."
Baca Juga: Penembakan Massal di Pesta Ulang Tahun di Alabama Tewaskan Empat Orang, Joe Biden Langsung Bereaksi
Namun, belum ada indikasi sama sekali baik di tingkat negara bagian maupun federal, dengan beberapa pengecualian, bahwa ada banyak perubahan kebijakan besar pada masa depan.
Beberapa negara bagian mencoba menerapkan lebih banyak kontrol senjata api di dalam batas-batasnya sendiri.
Minggu lalu, Gubernur Michigan Gretchen Whitmer menandatangani undang-undang baru yang mewajibkan pemeriksaan latar belakang kriminal untuk membeli senapan dan senapan berburu.
Pada Rabu, larangan puluhan jenis senapan semi-otomatis disahkan oleh Legislatur negara bagian Washington dan saat ini menuju ke meja gubernur untuk disahkan.
Negara-negara bagian lainnya sedang mengalami tekanan baru. Di Tennessee yang konservatif, para pengunjuk rasa turun ke Kongres negara bagian untuk menuntut regulasi senjata api yang lebih ketat setelah enam orang tewas di sekolah dasar swasta di Nashville bulan lalu.
Di tingkat federal, Presiden Joe Biden tahun lalu menandatangani undang-undang kekerasan senjata api yang merupakan tonggak sejarah.
Sebab, hal itu memperketat pemeriksaan latar belakang bagi pembeli senjata api usia muda, mencegah pelaku kekerasan dalam rumah tangga untuk memiliki senjata api, dan membantu negara bagian menggunakan undang-undang red flag yang memungkinkan polisi mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mengambil senjata api dari orang yang menunjukkan tanda-tanda berpotensi berbuat kekerasan.
Meskipun berita mengenai pembunuhan massal selalu mencolok, namun secara statistik, pembunuhan massal merupakan hal yang jarang terjadi, dilakukan oleh hanya segelintir orang setiap tahunnya di negara yang berpenduduk hampir 335 juta ini.
Dan tidak ada cara untuk memprediksi apakah kejadian serupa akan terus berlanjut pada tahun ini.
Baca Juga: Pelaku Penembakan Louisville Siarkan Secara Langsung Serangan di Bank, Begini Kejadiannya
Kadang-kadang pembunuhan massal terjadi beruntun, seperti pada Januari, ketika peristiwa mematikan terjadi di California utara dan selatan hanya dalam dua hari berbeda, sementara bulan-bulan lain berlalu tanpa ada kekerasan.
"Kita seharusnya tidak berharap bahwa pembunuhan massal ini, satu penembakan massal setiap kurang dari tujuh hari, akan terus berlanjut," kata ahli kriminologi dari Universitas Northeastern, James Alan Fox. "Semoga tidak."
Namun demikian, para ahli dan advokat mengecam penyebaran senjata api di Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk penjualan yang mencapai rekor tertinggi selama puncak pandemi.
"Kita harus tahu ini bukan cara hidup yang seharusnya," kata John Feinblatt, presiden Everytown for Gun Safety. "Kita tidak boleh hidup seperti ini. Dan kita tidak bisa hidup di negara yang memiliki senjata api di mana-mana, setiap tempat dan setiap saat."
Asosiasi Senjata Api Nasional tidak merespons permintaan komentar dari AP.
Jaime Guttenberg seharusnya berusia 19 tahun sekarang. Ayahnya kini menghabiskan waktunya sebagai aktivis kontrol senjata api.
"Amerika seharusnya tidak terkejut dengan kondisi kita saat ini," kata Guttenberg.
"Semua terlihat dari angka-angka. Angka tidak bohong. Namun kita harus segera melakukan sesuatu untuk memperbaikinya."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.