JALALABAD, KOMPAS.TV - Sederet ulama berpengaruh Afghanistan mulai angkat suara mengkritik larangan pendidikan bagi perempuan, Sabtu (8/4/2023). Sementara itu, menteri utama Taliban memperingatkan para ulama untuk tidak memberontak terhadap pemerintah dalam isu kontroversial ini.
Di Afghanistan, perempuan tidak bisa melanjutkan pendidikan setelah kelas enam sekolah dasar (SD), bahkan hingga ke universitas. Perempuan juga dilarang berada di ruang publik, termasuk taman, dan dilarang bekerja di sebagian besar jenis pekerjaan.
Minggu lalu, perempuan Afghanistan dilarang bekerja di PBB, menurut badan global tersebut, meskipun Taliban belum membuat pengumuman resmi.
Otoritas mempresentasikan pembatasan pendidikan sebagai penghentian sementara daripada pelarangan, tetapi universitas dan sekolah telah dibuka kembali pada Maret tanpa siswa perempuan.
Larangan ini menimbulkan angkara murka internasional, membuat isolasi negara ini makin ketat pada saat ekonomi sudah runtuh sehingga memperburuk krisis kemanusiaan.
Seperti dilansir oleh Associated Press, dua ulama yang terkenal di Afghanistan mengatakan otoritas harus mempertimbangkan kembali keputusannya.
Perlawanan publik terhadap kebijakan Taliban jarang terjadi, meskipun beberapa pemimpin Taliban menyatakan ketidaksetujuan terhadap proses pengambilan keputusan.
Baca Juga: Staf Perempuan PBB Dilarang Bekerja di Afghanistan, Taliban Ingkari Janji?
Salah satu ulama, Abdul Rahman Abid, mengatakan lembaga-lembaga harus diizinkan untuk kembali menerima siswa perempuan melalui kelas-kelas terpisah, merekrut guru perempuan, menyeimbangkan jadwal, dan bahkan membangun fasilitas baru.
Ilmu pengetahuan adalah kewajiban dalam Islam bagi laki-laki dan perempuan, kata dia kepada The Associated Press, dan Islam mengizinkan perempuan untuk belajar.
"Putri saya absen dari sekolah, saya merasa malu, saya tidak punya jawaban untuk putri saya," katanya. "Putri saya bertanya mengapa perempuan tidak diizinkan belajar dalam sistem Islam. Saya tidak memiliki jawaban untuknya."
Dia mengatakan reformasi diperlukan dan memperingatkan setiap penundaan akan merugikan masyarakat Islam global dan juga melemahkan pemerintah.
Ulama lainnya, yang merupakan anggota Taliban, mengatakan masih ada waktu bagi kementerian untuk menyelesaikan masalah pendidikan perempuan.
Toryali Himat mengutip kementerian yang terdiri dari lingkaran dalam pemimpin tertinggi, Hibatullah Akhundzada, yang berbasis di Kandahar.
Pemerintah melarang perempuan untuk belajar berdasarkan perintahnya. Himat mengatakan ada dua jenis kritik, satu yang merusak sistem dan yang lain yang memberikan kritik perbaikan.
Baca Juga: Kala Ibu Wasekjen PBB Habis Kesabaran saat Ingatkan Taliban soal Hak-Hak Perempuan yang Dirampas
“Islam mengizinkan laki-laki dan perempuan untuk belajar, namun hijab dan kurikulum harus dipertimbangkan,” kata Himat.
“Kritik yang membangun harus diberi ruang dan emirat Islam harus mempertimbangkan ini. Di mana tidak ada kritik, ada kemungkinan korupsi. Pendapat saya pribadi adalah, perempuan harus mendapatkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi.”
Menteri Pendidikan Tinggi Pj Nida Mohammad Nadim pada Jumat mengatakan para ulama tidak boleh berbicara melawan kebijakan pemerintah.
Dia mengeluarkan pernyataannya setelah seorang ulama, Abdul Sami Al Ghaznawi, mengatakan kepada para siswa di sebuah sekolah agama bahwa tidak ada konflik terkait pendidikan bagi perempuan.
Ia mengatakan kitab suci Islam jelas menyatakan pendidikan bagi perempuan diperbolehkan. Al Ghaznawi tidak segera memberikan komentar.
Nadim tampaknya menargetkan Al Ghaznawi dengan menyebutkan "seorang ulama terhormat" pada awal pernyataan video yang dirilis di media sosial.
"Anda mendorong orang untuk memberontak, jadi apa hasilnya?" kata Nadim. "Hasilnya adalah memberontak terhadap ini (pelarangan) diperbolehkan. Jika orang didorong untuk memberontak terhadap sistem, apakah itu akan bermanfaat bagi umat muslim?"
Menteri tersebut tidak segera memberikan komentar. Namun juru bicaranya, Hafiz Ziaullah Hashimi, mengonfirmasi pernyataan Nadim tanpa memberikan rincian lebih lanjut tentang siapa yang ditujukan atau alasan di balik pernyataan tersebut.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.