Toryali Himat mengutip kementerian yang terdiri dari lingkaran dalam pemimpin tertinggi, Hibatullah Akhundzada, yang berbasis di Kandahar.
Pemerintah melarang perempuan untuk belajar berdasarkan perintahnya. Himat mengatakan ada dua jenis kritik, satu yang merusak sistem dan yang lain yang memberikan kritik perbaikan.
Baca Juga: Kala Ibu Wasekjen PBB Habis Kesabaran saat Ingatkan Taliban soal Hak-Hak Perempuan yang Dirampas
“Islam mengizinkan laki-laki dan perempuan untuk belajar, namun hijab dan kurikulum harus dipertimbangkan,” kata Himat.
“Kritik yang membangun harus diberi ruang dan emirat Islam harus mempertimbangkan ini. Di mana tidak ada kritik, ada kemungkinan korupsi. Pendapat saya pribadi adalah, perempuan harus mendapatkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi.”
Menteri Pendidikan Tinggi Pj Nida Mohammad Nadim pada Jumat mengatakan para ulama tidak boleh berbicara melawan kebijakan pemerintah.
Dia mengeluarkan pernyataannya setelah seorang ulama, Abdul Sami Al Ghaznawi, mengatakan kepada para siswa di sebuah sekolah agama bahwa tidak ada konflik terkait pendidikan bagi perempuan.
Ia mengatakan kitab suci Islam jelas menyatakan pendidikan bagi perempuan diperbolehkan. Al Ghaznawi tidak segera memberikan komentar.
Nadim tampaknya menargetkan Al Ghaznawi dengan menyebutkan "seorang ulama terhormat" pada awal pernyataan video yang dirilis di media sosial.
"Anda mendorong orang untuk memberontak, jadi apa hasilnya?" kata Nadim. "Hasilnya adalah memberontak terhadap ini (pelarangan) diperbolehkan. Jika orang didorong untuk memberontak terhadap sistem, apakah itu akan bermanfaat bagi umat muslim?"
Menteri tersebut tidak segera memberikan komentar. Namun juru bicaranya, Hafiz Ziaullah Hashimi, mengonfirmasi pernyataan Nadim tanpa memberikan rincian lebih lanjut tentang siapa yang ditujukan atau alasan di balik pernyataan tersebut.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.