DUBAI, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri Iran dan Arab Saudi bertemu di China pada Kamis (6/4/2023), dalam pertemuan formal pertama antara diplomat paling senior kedua negara dalam lebih dari tujuh tahun terakhir, menurut siaran televisi negara Saudi, Al Ekhbariya.
Setelah bertahun-tahun permusuhan yang memicu konflik di seluruh Timur Tengah, Tehran dan Riyadh sepakat mengakhiri perselisihan diplomatik mereka dan membuka kembali kedutaan besar dalam perjanjian besar yang difasilitasi oleh China pada Maret lalu.
Peran rahasia Beijing dalam terobosan antara Tehran dan Riyadh mengguncang dinamika di Timur Tengah, di mana Amerika Serikat selama beberapa dekade menjadi mediator utama, memamerkan keamanan dan otot diplomatiknya.
1979: Revolusi Iran
Para penguasa Arab Saudi menyaksikan dengan takjub saat Shah Mohammed Reza Pahlavi, sesama dinasti, digulingkan oleh para ulama muslim Syiah. Riyadh memandang mereka sebagai orang-orang yang bertekad untuk mengekspor Revolusi Islam mereka.
1980-1988: Perang Iran-Irak
Iran marah atas dukungan Arab Saudi terhadap Irak selama perang Iran-Irak 1980-88, di mana Baghdad menggunakan senjata kimia.
1987-88: Makkah
Hubungan antara Arab Saudi dan Iran sangat tegang pada Juli 1987 ketika 402 jemaah haji, termasuk 275 jemaah haji Iran, meninggal dalam bentrokan di kota suci Makkah. Demonstran menduduki kantor kedutaan besar Arab Saudi di Teheran dan membakar gedung kedutaan besar Kuwait.
Seorang diplomat Saudi meninggal di Teheran akibat luka-luka setelah terjatuh dari jendela kedutaan dan Riyadh menuduh Tehran menunda pemindahannya ke rumah sakit di Arab Saudi.
Raja Fahd memutuskan hubungan dengan Iran pada 1988. Hubungan dipulihkan tahun 1991.
Baca Juga: Kesepakatan Menggemparkan Menlu Iran dan Arab Saudi dalam Pertemuan Resmi di Beijing Hari Ini
1997: KTT Pemimpin Islam
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Abdullah mengunjungi Iran yang bukan negara Arab, untuk menghadiri KTT Islam pada bulan Desember. Ia menjadi petinggi Saudi tertinggi yang melakukan hal itu sejak Revolusi Islam.
1999-2001: Waktu yang Lebih Baik
Raja Saudi Fahd mengucapkan selamat kepada Presiden Iran Mohammad Khatami atas kemenangannya dalam pemilu pada tahun 2001, mengatakan bahwa ini merupakan dukungan untuk kebijakan reformisnya.
Khatami telah bekerja untuk memperbaiki hubungan dengan Riyadh setelah kemenangan telak pertamanya pada tahun 1997. Khatami mengunjungi Arab Saudi, kunjungan pertama sejak 1979. Hubungan yang lebih baik ditandai dengan pakta keamanan pada April 2001.
2003-2012: Meningkatnya Ketegangan Regional
Invasi yang dipimpin oleh AS pada tahun 2003 yang menjatuhkan Saddam Hussein di Irak, memberi kekuatan kepada warga mayoritas Syiah di negara itu dan menghasilkan pergeseran dalam politiknya yang menjadi lebih condong ke Iran.
Pembunuhan mantan perdana menteri Lebanon, Rafik al-Hariri, pada tahun 2005, sekutu dekat Arab Saudi, menyiapkan panggung untuk perebutan kekuasaan di Beirut yang mempertemukan Iran dan sekutunya di satu pihak, termasuk Suriah, dan negara-negara Arab Teluk yang dipimpin Sunni yang bersekutu dengan AS di sisi lain.
Lebanon semakin jatuh di bawah pengaruh kelompok Hezbollah yang didukung Iran.
Sekitar 15 tahun kemudian, pengadilan yang didukung PBB memvonis tiga anggota Hezbollah secara in absentia atas pembunuhan Hariri. Kelompok itu membantah peran apapun, menggambarkan pengadilan tersebut sebagai alat yang digunakan musuh-musuhnya.
Perang tahun 2006 antara Israel dan Hezbollah memperkuat kecurigaan Arab Saudi bahwa Teheran menciptakan aliansi regional baru yang mengancam kepentingannya.
Program energi nuklir Iran yang kontroversial meningkatkan ketakutan Arab Saudi bahwa Teheran, di bawah pengganti Khatami, Mahmoud Ahmadinejad yang nasionalis garis keras, bertekad untuk mendominasi kawasan Teluk.
Menurut kabel Wikileaks, Raja Arab Saudi Abdullah mengatakan kepada para diplomatnya sendiri pada tahun 2008 bahwa ia ingin AS "memutus kepala ular".
Baca Juga: Arab Saudi akan Undang Presiden Suriah Bashar al-Assad ke KTT Liga Arab, Sinyal Perubahan Geopolitik
2011: Revolusi Musim Semi Arab
Arab Saudi melihat dengan ngeri saat pemberontakan pro-demokrasi bergerak ke timur dari Tunisia dan Mesir ke Teluk. Demonstrasi di Bahrain dianggap sebagai garis merah karena khawatir mayoritas Syiah di pulau itu akan berkuasa dan bersekutu dengan Iran.
Pasukan Saudi membantu menumpas ketidakpuasan Syiah di Bahrain atas permintaan keluarga kerajaan Sunni Bahrain.
Arab Saudi menuduh sebagian warga Syiah di Provinsi Timur bekerja sama dengan negara asing – yang berarti Iran – untuk menanamkan ketidakpuasan, setelah bentrokan antara polisi dan warga Syiah.
Amerika Serikat mengatakan telah mengungkap rencana Iran untuk membunuh Duta Besar Arab Saudi di Washington. Riyadh mengatakan buktinya kuat dan Teheran akan membayar akibatnya. Iran membantah laporan tersebut dan menyebutnya sebagai sebuah fabrikasi yang bertujuan untuk memperkeruh hubungan Teheran dan Riyadh.
2011: Perang Suriah, Pelonggaran Ketegangan AS - Iran, Perundingan Nuklir
Hassan Rouhani yang moderat terpilih sebagai presiden Iran pada Juni 2013 dan mengubah kebijakan luar negeri Iran yang selama ini berkonfrontasi menjadi kebijakan yang menebar perdamaian.
Iran mencapai kesepakatan interim dengan negara-negara besar pada November untuk membatasi aktivitas nuklirnya. Hubungan antara Iran dan sebagian besar tetangga Arab Teluk membaik.
Dewan Kerja Sama Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi pada Desember tahun itu meminta hubungan bertetangga yang baik dengan Iran berdasarkan prinsip "tidak campur tangan dalam urusan internal".
Namun, hubungan Iran-Arab Saudi tetap dingin, dengan persaingan kekuasaan regional mereka tercermin dalam perang saudara Suriah.
Riyadh adalah pendukung terkemuka pemberontak yang melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang merupakan sekutu dekat Teheran.
Pada 2015, Arab Saudi ikut campur di Yaman di bawah koalisi yang didukung oleh Barat melawan gerakan Houthi setelah kelompok yang bersekutu dengan Iran itu menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional dari kekuasaannya di ibu kota Sanaa.
Perang tersebut kini dalam kebuntuan militer selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Arab Saudi Merapat ke China, Gabung Blok Keamanan Tiongkok-Rusia: Organisasi Kerja Sama Shanghai
2016: Hubungan Memburuk
Pada 2 Januari 2016, Arab Saudi mengeksekusi mati hampir 50 orang, termasuk ulama Syiah terkenal Nimr al-Nimr. Demonstran di Teheran menyerbu kedutaan besar Arab Saudi dan pemimpin tertinggi Iran Syiah, Ayatollah Ali Khamenei, bersumpah akan hadirnya "pembalasan ilahi" atas eksekusi Nimr.
Arab Saudi memutuskan hubungan dengan Iran pada 3 Januari 2016.
Iran menuduh Arab Saudi melakukan serangan udara terhadap kedutaannya di Yaman pada 7 Januari 2016. Pejabat Arab Saudi membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai propaganda.
Pada 29 Mei 2016, Iran melarang warganya untuk menjalankan ibadah haji, menyalahkan Arab Saudi atas "sabotase" dan kegagalannya dalam menjamin keselamatan para jemaah.
2019 hingga saat ini
Pada 14 September 2019, Arab Saudi menuduh Iran melakukan serangan terhadap instalasi kilang minyaknya yang mengakibatkan separuh pasokan minyak Arab Saudi terhenti.
Iran membantah tuduhan keterlibatan mereka. Kelompok Houthi yang pro-Iran di Yaman mengeklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Pada 3 Januari 2020, komandan militer Iran, Qasem Soleimani, terbunuh dalam serangan drone Amerika Serikat di Baghdad, Irak.
Pada 9 April 2021, Iran dan Arab Saudi mengadakan pertemuan langsung pertama mereka sejak terputusnya hubungan, yang diadakan di Baghdad.
Antara April 2021 dan September 2022, empat putaran pembicaraan dilakukan, kebanyakan difasilitasi oleh Irak dan Oman.
Iran menarik diri dari pembicaraan pada 13 Maret 2022, menjelang putaran kelima yang direncanakan, sehari setelah eksekusi massal di Arab Saudi yang melibatkan 41 orang muslim Syiah menurut aktivis.
Iran dan Arab Saudi mengadakan putaran kelima pembicaraan pada 21 April 2022.
Pada 19 Oktober 2022, penasihat teratas Ayatollah Khamenei meminta pembukaan kembali kedutaan besar Iran dan Arab Saudi.
Presiden China Xi Jinping mengunjungi Arab Saudi pada 9 Desember 2022 dan mengadakan pembicaraan dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengunjungi China pada 16 Februari 2023, untuk bertemu dengan Xi.
Iran dan Arab Saudi pada 11 Maret 2023, setuju untuk memulihkan hubungan dalam kesepakatan yang difasilitasi oleh China setelah bertahun-tahun perselisihan.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.