Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Bagaimana Perang Ukraina Jadi Ajang Cari Duit Kelompok Tentara Bayaran

Kompas.tv - 28 Februari 2023, 06:10 WIB
bagaimana-perang-ukraina-jadi-ajang-cari-duit-kelompok-tentara-bayaran
Ilustrasi. Suasana pusat kota yang gelap karena padamnya aliran listrik setelah roket Rusia menerjang Kiev, Ukraina, Rabu, 23 November 2022. Tak hanya militer reguler, berbagai kelompok tentara bayaran disebut terlibat dalam perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak Vladimir Putin meluncurkan invasi pada 24 Februari 2022 lalu. (Sumber: AP Photo/Andrew Kravchenko)

KIEV, KOMPAS.TV - Tak hanya militer reguler, berbagai kelompok tentara bayaran disebut terlibat dalam perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak Vladimir Putin meluncurkan invasi pada 24 Februari 2022 lalu.

Kelompok tentara bayaran disebut digunakan oleh Moskow ataupun Kiev. Di pihak Rusia, kelompok Wagner Group menjadi salah satu ujung tombak serangan, terutama di pertempuran Bakhmut yang masih berlangsung hingga kini.

Sementara itu, tentara bayaran yang bertempur untuk pihak Ukraina cenderung mendapatkan sorotan minim. Salah satu kelompok yang diyakini melayani Kiev saat ini adalah Mozart, perusahaan militer swasta (PMC) asal Amerika Serikat (AS).

Peran tentara bayaran di Ukraina

Sejak perang meletus, kedua pihak menuduh musuhnya mempekerjakan tentara bayaran yang tidak ragu menyerang infrastruktur atau warga sipil. Moskow pun menuduh legiun asing Ukraina, para relawan luar negeri yang masuk ke rekrutmen besar-besaran Kiev pada awal invasi, menjadi tentara bayaran.

Baca Juga: AS Sebut 30.000 Lebih Tentara Bayaran Rusia dari Kelompok Wagner Terbunuh dan Cedera di Ukraina

Ukraina sendiri mendirikan Legiun Internasional Pertahanan Teritorial Ukraina pada 27 Februari 2022, tiga hari setelah invasi. Para relawan ini secara resmi dibawahi otoritas Ukraina, datang dari berbagai negara seperti Belarusia, AS, Inggris Raya, atau pemberontak Chechnya yang memusuhi Ramzan Kadyrov.

Selain Ukraina, Rusia juga disebut dibantu oleh relawan tempur asing. Relawan-relawan dari Serbia, Georgia, negara-negara Baltik, hingga milisi Chechnya dilaporkan turut membantu invasi Rusia.

Rusia pun mempekerjakan Wagner Group, kelompok tentara bayaran yang didirikan sekutu Vladimir Putin, Yevgeny Prigozhin. Menurut laporan UNIAN, per Desember 2022, Wagner telah merekrut 23.000 narapidana Rusia untuk bertempur di Ukraina.

Keberadaan Wagner sendiri ramai disorot sejak awal invasi. Beberapa hari setelah invasi, kelompok itu dilaporkan menugaskan sebagian personel untuk membunuh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Kiprah Wagner pun semakin disorot seiring berita-berita pertempuran Bakhmut dan vokalnya Prigozhin. Belakangan ini, Prigozhin menunjukkan permusuhan ke otoritas militer Rusia dengan menyebut menteri pertahanan dan panglima militer sebagai “pengkhianat.”

Di lain pihak, keterlibatan Mozart AS salah satunya disorot oleh laporan The Intercept pada Januari 2023 lalu. Kelompok ini dipimpin oleh bekas perwira Angkatan Laut AS, Andy Milburn.

The Intercept melaporkan, Mozart telah menerjunkan tiga tim yang terdiri dari veteran-veteran AS ke Ukraina. Mozart mengaku tidak ikut bertempur, melainkan menyediakan asistensi misi kemanusiaan dan melatih kemampuan tempur tentara Ukraina.

Dugaan keterlibatan tentara bayaran AS di medan perang Rusia-Ukraina pun membuat berbagai pihak membandingkan kelompok Mozart dengan Blackwater.

Blackwater merupakan kelompok tentara bayaran AS yang terkenal karena kejahatan perang di Irak. Karena asosiasi negatif tersebut, kelompok itu kini berganti nama menjadi Academi usai diakuisisi sekelompok investor.

Sebelumnya, Blackwater dipekerjakan otoritas AS untuk menjaga keamanan di Irak. Pada 2007, sekelompok tentara Blackwater membantai 17 warga sipil di Baghdad dan menimbulkan keretakan hubungan antara AS dengan Irak.

Empat tentara bayaran yang terlibat kemudian divonis oleh pengadilan AS, tetapi diampuni mantan Presiden Donald Trump pada Desember 2020 silam.

Gaji puluhan juta per hari untuk tentara bayaran

Pada Maret lalu, beberapa hari usai invasi, situsweb Silent Professionals memampangkan iklan lowongan kerja di Ukraina. Bayaran yang ditawarkan mencapai USD2.000 atau sekitar Rp30 juta per hari plus bonus.

Lowongan itu mencari mantan tentara yang bersedia diselundupkan ke Ukraina untuk menggelar operasi evakuasi di tengah konflik. Menurut laporan BBC, seiring pecahnya perang Rusia-Ukraina, permintaan atas jasa tentara bayaran meningkat.

Platform lowongan tersebut tidak menyebutkan perusahaan mana yang merekrut mantan tentara. 

Pakar tentara bayaran berkewarganegaraan Kanada-AS, Robert Young Pelton menyebut memang ada “hiruk-pikuk pasar” di Ukraina setelah invasi. 

PMC-PMC asal AS dan negara-negara Eropa disebut mencari peluang keuntungan di tengah perang, mulai dari menyediakan jasa evakuasi hingga membantu dengan logistik.

Kata Pelton, perusahaan tentara bayaran diganjar antara USD30.000 (Rp460 juta) hingga USD6 juta (Rp92 miliar) untuk mengeluarkan seseorang atau keluarga dari Ukraina.

Sebagian PMC Barat yang beroperasi di Ukraina mengaku tidak terjun untuk bertempur. Mereka mengaku disewa untuk membantu misi kemanusiaan.

“Kebanyakan orang yang saya kenal adalah dokter, asisten tenaga kesehatan, paramedis, perawat, dan bekas petugas operasi khusus atau non-operasi khusus yang memiliki pengelaman tempur dan paham (situasi perang),” kata Mykel Hawke, mantan perwira pasukan khusus AS yang bekerja pada perusahaan penyedia jasa di medan perang.

Tony Schiena, CEO Mosaic, firma keamanan asal AS yang telah beroperasi di Ukraina, menyebut harga evakuasi tergantung kompleksitas operasi.

“Jika ada lebih banyak orang, risikonya lebih tinggi. Anak-anak dan keluarga lebih sulit (dievakuasi). Itu semua tergantung metode-metode yang kami tempuh untuk mengeluarkan mereka,” kata Schinea dikutip BBC.

Schiena menyatakan bahwa operasi Mosaic umumnya berbasis intelijen, bukan militer. Perusahaan ini mempekerjakan sejumlah mantan pejabat tinggi intelijen AS di jajaran direksi.

Sementara di pihak Rusia, kombatan Wagner Group disebut naik gaji selama invasi ke Ukraina. Wagner pun disebut melakukan rekrutmen besar-besaran untuk invasi.

Sebelum Moskow mengizinkan Wagner merekrut narapidana, kelompok itu dilaporkan menggaet kombatan-kombatan dari Turki, Serbia, Republik Ceko, Polandia, Hungaria, Jerman, Kanada, Moldovia, hingga negara-negara Amerika Latin.

Sebelum perang Rusia-Ukraina, Wagner Group diyakini membayar kombatan antara USD3.000-5.000 (Rp46 juta-76 juta) per bulan. Setelah invasi, tren upah kombatan Wagner naik menjadi USD10.000 (Rp153 juta) per bulan.

“Mereka biasanya merekrut orang-orang dengan pengalaman militer kuat, tetapi invasi (Rusia) telah mengubah Wagner,” kata seorang narasumber yang mafhum dengan praktik tentara bayaran dikutip Middle East Eye, Oktober 2022 lalu.

“Sekarang mereka mencoba menggaet individu-individu yang tak ragu membunuh orang dan butuh uang,” lanjutnya.

Baca Juga: Wagner Group dan Tentara Pemerintah Diyakini Eksekusi Ratusan Orang, Tebar Kejahatan Perang di Mali

Tony Schiena menyebut, walaupun tanpa perang besar di Ukraina, permintaan atas jasa tentara bayaran atau perusahaan militer swasta akan terus ada.

"Tergantung bagaimana konflik akan berlangsung, saya pikir akan ada kebutuhan konstan untuknya (PMC),” kata Schiena.

“Ada kebutuhan konstan, dan seiring eskalasi atau de-eskalasi (perang Ukraina), akan ada sesuatu yang harus kami lakukan,” lanjutnya.

Industri jasa keamanan atau militer sendiri dilaporkan akan terus meningkat, kendati pelacakan kontraktor militer atau aliran uangnya masih menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti.

Sebuah laporan Aerospace & Defense News memperkirakan bahwa industri keamanan dan militer global semakin bernilai seiring waktu. Industri tersebut diperkirakan akan bernilai lebih dari USD457 miliar (Rp7 kuadriliun) per 2030, naik dari sekitar USD224 miliar (Rp3,4 kuadriliun) pada 2020.

Baca Juga: Ternyata Ribuan Warga Rusia Kabur ke Thailand karena Takut Dikirim Perang ke Ukraina


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x