LONDON, KOMPAS.TV - Pengakuan Pangeran Harry bahwa ia membunuh 25 orang selama bertugas dalam Perang Afghanistan menuai kecaman dari berbagai pihak. Kalangan militer Inggris Raya dan Taliban sama-sama mengecam klaim tersebut.
Pangeran Harry menyampaikan klaim itu dalam memoarnya yang penuh pengakuan mengejutkan. Selain memuat pengalaman perang di Afghanistan, memoar ini juga mengungkapkan hubungan Harry dengan keluarga kerajaan Inggris Raya.
Pangeran Harry terjun ke Afghanistan sebagai kopilot helikopter tempur Apache pada 2012-2013. Harry bertugas mengoperasikan senjata Apache saat mengudara di Afghanistan.
Istri Meghan Markle itu mengaku tidak merasa puas ataupun menyesal ketika membunuh 25 orang yang menurutnya kombatan Taliban itu.
Dalam pertempuran, ia mengumpamakan kombatan seperti bidak catur yang disingkirkan dari papan permainan.
"Orang jahat dilenyapkan sebelum mereka membunuh orang baik," demikian pengakuan Harry, sebagaimana dilansir Associated Press, Sabtu (7/1/2023).
Baca Juga: Pangeran Harry Akui Bunuh 25 Orang di Afghanistan, Taliban Menyebutnya Bukti Kekejaman Barat
Sebelumnya, Harry pernah berbicara tentang pengalaman bertempurnya di Afghanistan. Namun, kali ini, penyebutan angka korban dan perumpamaan dengan bidak catur dikecam Taliban dan veteran-veteran Inggris Raya.
"Tuan Harry! Orang yang Anda bunuh bukanlah bidak catur, mereka manusia. Mereka punya keluarga yang menunggu mereka pulang," kata anggota Taliban, Anas Haqqani.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Taliban, Abdul Qahar Balkhi, menyebut komentar Harry sebagai "mikrokosmos trauma yang dialami orang-orang Afghanistan di tangan pasukan penjajah yang membunuh orang tak bersalah tanpa akuntabilitas."
Sementara itu, di Inggris Raya, sejumlah veteran dan pemimpin militer menyatakan, menyebutkan jumlah musuh yang dibunuh menyalahi suatu kode etik militer.
Kolonel Tim Collins, perwira yang memimpin satu batalion selama Perang Irak, menyebut komentar Pangeran Harry "tidak mencerminkan perilaku di Angkatan Bersenjata; itu bukan cara kami berpikir."
Sementara purnawirawan perwira Angkatan Laut Inggris Raya, Laksamana Muda Chirs Parry menyebut pengakuan Harry "tidak mengenakkan."
Purnawirawan Kolonel Richard Kemp mengecam pengakuan Harry sebagai "salah langkah". Ia pun khawatir komentar itu bisa merugikan pasukan dan pemerintah Inggris Raya.
"Saya kira tidak bijak untuk berkata selantang itu. Dia (Harry) sudah menjadi sasaran, lebih rawan diincar dibanding siapa pun," kata veteran marinir Inggris Raya, Ben McBean.
Sebagian kalangan mengaku ragu apakah Harry benar-benar mengetahui jumlah kombatan yang dibunuhnya. Namun, Harry menegaskan, pada era "Apache dan laptop", dia bisa tahu secara persis.
Pangeran Harry sendiri telah kehilangan proteksi kepolisian Inggris Raya usai menanggalkan tugas-tugas kerajaan bersama istrinya pada 2020 silam.
Ketika bertugas di Afghanistan, Harry mengaku senang karena bisa menjadi "orang biasa", alih-alih pangeran.
Puluhan ribu tentara Inggris Raya bergabung dengan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan.
Lebih dari 450 tentara Inggris tewas selama awal invasi Afghanistan pada 2001 hingga berakhirnya operasi tempur Inggris pada 2014.
Di lain sisi, menurut data Cost of War Universitas Brown AS, ada 71.344 warga sipil tewas di Afghanistan dan Pakistan sejak invasi AS dan sekutu-sekutunya ke negara itu pada akhir 2001.
Perang juga membuat 92 persen populasi Afghanistan diperkirakan mengalami kerentanan pangan per September 2021.
Baca Juga: Kisah Pangeran Harry, yang Memilih Melawan Institusi Kerajaan Inggris dan Keluarganya Sendiri
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.