WASHINGTON, KOMPAS.TV — Arab Saudi berbagi informasi intelijen dengan para pejabat Amerika Serikat, menunjukkan Iran mungkin sedang bersiap serangan militer ke Arab Saudi, kata tiga pejabat AS, Selasa, (11/2/2022) seperti laporan Associated Press.
Kekhawatiran yang meningkat tentang potensi serangan terhadap Arab Saudi itu muncul saat pemerintahan Biden mengkritik Teheran karena tindakan kerasnya terhadap protes yang meluas, dan mengutuk Teheran karena mengirim ratusan drone tempur serta dukungan teknis ke Rusia untuk digunakan dalam perangnya di Ukraina.
"Kami prihatin dengan gambaran ancaman yang ada, dan kami tetap berhubungan terus-menerus melalui saluran militer dan intelijen dengan Saudi," kata Dewan Keamanan Nasional dalam sebuah pernyataan.
"Kami tidak akan ragu untuk bertindak membela kepentingan dan mitra kami di kawasan ini."
Arab Saudi belum segera menanggapi permintaan komentar. Begitu juga dengan misi Iran di PBB.
Salah satu pejabat yang mengkonfirmasi data dari kegiatan berbagi intelijen itu menggambarkannya sebagai ancaman serangan yang kredibel "segera atau dalam 48 jam."
Tidak ada kedutaan atau konsulat AS di wilayah tersebut yang mengeluarkan peringatan atau panduan kepada orang Amerika di Arab Saudi atau di tempat lain di Timur Tengah, berdasarkan informasi intelijen.
Baca Juga: Arab Saudi dan Uni Emirat Arab Bela Keputusan OPEC Pangkas Produksi Walau ada Tekanan AS
Para pejabat tidak berwenang untuk berkomentar secara terbuka dan berbicara dengan syarat anonim.
Ditanya tentang laporan intelijen yang dibagikan oleh Saudi, Brigadir Jenderal Pat Ryder, sekretaris pers Pentagon, mengatakan para pejabat militer AS "khawatir dengan situasi ancaman di kawasan itu."
“Kami secara teratur melakukan kontak dengan mitra Saudi kami, dalam hal informasi apa yang mungkin mereka berikan di depan itu,” kata Ryder.
"Tetapi seperti yang kami katakan sebelumnya, dan saya akan mengulanginya, kami punya hak untuk melindungi dan membela diri kami sendiri di mana pun pasukan kami bertugas, baik di Irak atau di tempat lain."
Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan Amerika Serikat "khawatir tentang gambaran ancaman," tanpa menjelaskan lebih lanjut.
The Wall Street Journal pertama kali melaporkan, Saudi berbagi intelijen tersebut pada hari Selasa.
Iran menuduh tanpa memberikan bukti bahwa Arab Saudi dan saingan lainnya mengobarkan perbedaan pendapat di jalan-jalan oleh orang Iran biasa.
Baca Juga: Pesta Halloween di Arab Saudi, Warga: Entah Haram atau Halal, Ini Menyenangkan
Yang paling membuat marah Teheran adalah liputan protes oleh Iran International, saluran berita satelit berbahasa Farsi yang berbasis di London, yang dulunya mayoritas dimiliki oleh seorang warga negara Saudi.
AS dan Saudi menyalahkan Iran tahun 2019, dituding di balik serangan besar di Arab Saudi timur, yang mengurangi separuh produksi kerajaan kaya minyak dan menyebabkan harga energi melonjak.
Iran membantah berada di balik serangan itu, tetapi drone pembawa bom berbentuk segitiga yang sama yang digunakan dalam serangan itu sekarang sedang dikerahkan oleh pasukan Rusia dalam perang mereka di Ukraina.
Saudi juga dihantam berulang kali dalam beberapa tahun terakhir oleh drone tempur, rudal dan mortir yang diluncurkan oleh pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman.
Arab Saudi membentuk koalisi untuk memerangi Houthi pada 2015 dan telah dikritik secara internasional karena serangan udaranya dalam perang, yang telah menewaskan sejumlah warga sipil.
Hubungan AS dengan Arab Saudi sedant tegang setelah aliansi negara-negara penghasil minyak yang dipimpin Riyadh, OPEC+, mengumumkan pada Oktober bahwa mereka akan memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November.
Gedung Putih mengatakan sedang meninjau hubungannya dengan Saudi atas langkah tersebut. Pemerintah AS mengatakan pengurangan produksi secara efektif membantu anggota OPEC+ lainnya seperti Rusia mengisi pundi-pundinya saat melanjutkan perangnya di Ukraina, yang sekarang memasuki bulan kesembilan.
Baca Juga: Putin Bela Arab Saudi yang Diancam AS karena Tolak Perintah Washington untuk Tekan OPEC+
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby hari Selasa menegaskan kembali Washongton tetap khawatir Iran juga dapat memberi Rusia rudal permukaan-ke-permukaan.
"Kami belum melihat kekhawatiran itu muncul, tetapi ini adalah kekhawatiran yang kami miliki," kata Kirby.
Bahkan ketika AS dan sekutunya makin khawatir tentang kemungkinan tindakan Iran, Washington tidak mengesampingkan kemungkinan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun 2015, yang ditengahi oleh pemerintahan Obama dan dibatalkan pada tahun 2018 oleh pemerintahan Trump.
Utusan khusus AS untuk Iran, Robert Malley, mengatakan pada hari Senin bahwa Washington saat ini tidak fokus pada kesepakatan, yang macet sejak Agustus.
Namun, Malley menolak menyatakan kesepakatan itu kini sudah mati dan mengatakan Washington "tidak meminta maaf" karena "berusaha melakukan segala yang kami bisa untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir."
Kesepakatan itu memberi Teheran bantuan miliaran dolar dengan imbalan negara itu setuju untuk membatalkan program nuklirnya.
Ini termasuk kesepakatan batas pengayaan nuklir dan berapa banyak bahan yang dapat ditimbun oleh Iran, serta membatasi pengoperasian sentrifugal canggih yang diperlukan untuk pengayaan.
Sumber : Kompas TV/Associated Press/Wall Street Journal
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.