Baca Juga: Pesta Halloween di Arab Saudi, Warga: Entah Haram atau Halal, Ini Menyenangkan
Yang paling membuat marah Teheran adalah liputan protes oleh Iran International, saluran berita satelit berbahasa Farsi yang berbasis di London, yang dulunya mayoritas dimiliki oleh seorang warga negara Saudi.
AS dan Saudi menyalahkan Iran tahun 2019, dituding di balik serangan besar di Arab Saudi timur, yang mengurangi separuh produksi kerajaan kaya minyak dan menyebabkan harga energi melonjak.
Iran membantah berada di balik serangan itu, tetapi drone pembawa bom berbentuk segitiga yang sama yang digunakan dalam serangan itu sekarang sedang dikerahkan oleh pasukan Rusia dalam perang mereka di Ukraina.
Saudi juga dihantam berulang kali dalam beberapa tahun terakhir oleh drone tempur, rudal dan mortir yang diluncurkan oleh pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman.
Arab Saudi membentuk koalisi untuk memerangi Houthi pada 2015 dan telah dikritik secara internasional karena serangan udaranya dalam perang, yang telah menewaskan sejumlah warga sipil.
Hubungan AS dengan Arab Saudi sedant tegang setelah aliansi negara-negara penghasil minyak yang dipimpin Riyadh, OPEC+, mengumumkan pada Oktober bahwa mereka akan memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November.
Gedung Putih mengatakan sedang meninjau hubungannya dengan Saudi atas langkah tersebut. Pemerintah AS mengatakan pengurangan produksi secara efektif membantu anggota OPEC+ lainnya seperti Rusia mengisi pundi-pundinya saat melanjutkan perangnya di Ukraina, yang sekarang memasuki bulan kesembilan.
Baca Juga: Putin Bela Arab Saudi yang Diancam AS karena Tolak Perintah Washington untuk Tekan OPEC+
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby hari Selasa menegaskan kembali Washongton tetap khawatir Iran juga dapat memberi Rusia rudal permukaan-ke-permukaan.
"Kami belum melihat kekhawatiran itu muncul, tetapi ini adalah kekhawatiran yang kami miliki," kata Kirby.
Bahkan ketika AS dan sekutunya makin khawatir tentang kemungkinan tindakan Iran, Washington tidak mengesampingkan kemungkinan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun 2015, yang ditengahi oleh pemerintahan Obama dan dibatalkan pada tahun 2018 oleh pemerintahan Trump.
Utusan khusus AS untuk Iran, Robert Malley, mengatakan pada hari Senin bahwa Washington saat ini tidak fokus pada kesepakatan, yang macet sejak Agustus.
Namun, Malley menolak menyatakan kesepakatan itu kini sudah mati dan mengatakan Washington "tidak meminta maaf" karena "berusaha melakukan segala yang kami bisa untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir."
Kesepakatan itu memberi Teheran bantuan miliaran dolar dengan imbalan negara itu setuju untuk membatalkan program nuklirnya.
Ini termasuk kesepakatan batas pengayaan nuklir dan berapa banyak bahan yang dapat ditimbun oleh Iran, serta membatasi pengoperasian sentrifugal canggih yang diperlukan untuk pengayaan.
Sumber : Kompas TV/Associated Press/Wall Street Journal
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.