"Penting, dalam pandangan ayah saya saat itu, untuk menyatakan darurat militer, karena perang benar-benar sudah berkecamuk," kata Marcos Jr.
Baca Juga: Hari Ini, 55 Tahun Lalu, ASEAN Dibentuk, Berawal dari Konflik Indonesia, Malaysia & Filipina
Kendati demikian, Renato Reyes dari Bayan, aliansi kelompok sayap kiri, menyebut pembelaan sang anak -- yang kini jadi presiden -- merupakan kebohongan besar.
"Marcos Sr. menggunakan darurat militer untuk membatalkan pemilu, memperpanjang masa jabatannya dan membubarkan kongres serta memusatkan kekuasaan untuk dirinya sendiri, menjadikannya diktator dari 1972 hingga 1986," kata Reyes.
Ia menegaskan, sikap ayah Marcos Jr "itu bukan membela pemerintah, tetapi menjadikan pemerintah sebagai wilayah kekuasaan pribadi."
Marcos Sr kemudian digulingkan dari kekuasaannya, meninggal dalam pengasingan di Hawaii, tanpa mengakui kesalahan apa pun, termasuk tuduhan bahwa bahwa keluarganya mengumpulkan sekitar 5 hingga 10 miliar dolar AS saat masih berkuasa.
Pengadilan Hawaii menyatakan Marcos Sr bertanggung jawab atas pelanggaran HAM, lalu menyita 2 miliar dolar AS dari tanah miliknya, sebagai kompensasi untuk lebih dari 9.000 warga Filipina yang mengajukan gugatan atas penyiksaan, penahanan dan pembunuhan di luar hukum, termasuk penghilangan paksa.
Sang istri, Imelda Marcos, bersama anak-anaknya, termasuk Marcos Jr, diizinkan kembali ke Filipina pada 1991.
Keluarga tersebut baru saja membuat salah satu comeback politik paling epik dalam sejarah, ketika Marcos Jr menang telak dalam pemilu presiden Mei 2022.
Baca Juga: Anak Diktator Marcos Menang di Pilpres Filipina, Amnesty Khawatirkan Kondisi HAM
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.