WASHINGTON, KOMPAS.TV - Pada 14 Mei 2022 lalu, seorang pria 18 tahun memanggul senjata dan menembaki orang-orang yang berbelanja di Buffalo, New York. Sehari setelahnya, penembakan massal kembali terjadi, kali ini bahkan gereja yang diserang di California.
Dua tragedi itu segera diikuti kabar suram bagi Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam resmi mencatat satu juta kematian akibat Covid-19.
AS merupakan negara dengan tingkat kematian terkait Covid-19 tertinggi di dunia. Meskipun berdampak nyata, narasi antivaksin dan konspirasi terkati Covid-19 masih saja beredar di negeri Paman Sam.
Pandemi dan maraknya kekerasan bersenjata, yang tak kunjung memicu perubahan kebijakan, memunculkan pertanyaan: Apakah kematian massal telah ditoleransi di Amerika?
Baca Juga: Penembakan di Gereja AS, Satu Orang Tewas dan 4 Luka Parah
Pertanyaan tersebut coba dijawab oleh Gregg Gonsalves, epidemiolog, profesor, sekaligus anggota kelompok advokasi AIDS ACT UP.
“Saya pikir buktinya sudah cukup jelas dan tak meragukan. Kita menoleransi setumpuk pembantaian, penderitaan, dan kematian di AS, karena kita menyaksikan lebih banyak (kematian) dua tahun belakangan,” kata Gonsalves kepada Associated Press.
“Jika saya mengira epidemi AIDS sudah cukup buruk, respons Amerika terhadap Covid-19 adalah sebentuk ketidakmasukakalan Amerika, kan?”
“Yang benar saja, satu juta orang mati, dan kamu bicara tentang keperluanmu untuk kembali hidup normal saat sebagian besar kita sudah hidup dengan cukup layak enam bulan belakangan?” lanjut Gonsalves.
Sementara itu, Elizabeth Wrigley-Field, profesor sosiologi Universitas Minnesota yang meneliti mortalitas di AS menyebut bahwa ada ketimpangan kelas dan rasial yang kentara. Menurutnya, kelompok masyarakat tertentu selalu terdampak angka kematian yang lebih tinggi dibanding rata-rata.
“Kematian sebagian orang jauh lebih berarti daripada yang lain. Saya pikir itulah yang kita lihat dalam kebetulan ini (satu juta kematian Covid-19 dan penembakan massal), yang mana sangat brutal,” kata Wrigley-Field.
Salah satu kelompok masyarakat yang dirujuk Wrigley-Field adalah komunitas kulit hitam. Dalam penembakan di Buffalo, menurut keterangan kepolisian, pelaku adalah seorang rasis yang menargetkan orang-orang kulit hitam.
Baca Juga: 10 Orang Tewas pada Penembakan Massal di Buffalo New York
Tragedi Buffalo membuat pihak keluarga berang karena politikus tak berbuat banyak untuk mengatasi kekerasan bersenjata.
Menurut Martha Lincoln, profesor antropologi Universitas Negeri San Fransisco, perasaan keluarga korban tragedi Buffalo juga dirasakan oleh banyak orang Amerika lain.
Kata dia, perasaan itu terhimpun karena politikus sekadar membantu “doa” daripada mengubah kebijakan sehingga membereskan masalah.
“Saya tidak berpikir kebanyakan orang Amerika merasa baik-baik saja dengan itu. Saya pikir kebanyakan orang Amerika ingin melihat aksi nyata dari pemimpin mereka dalam masyarakat ini tentang isu-isu yang meresap tersebut,” kata Lincoln.
Lincoln menambahkan, terdapat “kekosongan politik” serupa perihal respons terhadap Covid-19 yang menyebabkan sejuta lebih kematian.
Kematian akibat Covid-19, seperti penembakan massal, sebenarnya bisa dicegah. Namun, selain kebijakan publik yang kurang responsif, opini publik Amerika disebut masih terbelah mengenai dua fenomena tersebut.
Megan Ranney, akademikus dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Brown, menyebut terdapat narasi hoaks oleh “aktor jahat” yang menjangkiti Amerika. Narasi-narasi itu membantah bahwa kematian akibat kekerasan bersenjata atau Covid-19 bisa dicegah, atau meyakini bahwa mereka yang mati pantas mendapatkannya.
“Saat orang-orang berpikir tidak ada yang bisa mereka lakukan, itu membelah kita,” kata Ranney.
Sonali Rajan, profesor Universitas Columbia yang meneliti kekerasan di sekolah, menyebut kekerasan bersenjata telah menjadi “bagian hidup” orang Amerika.
Menurut catatannya, kira-kira ada 100.000 orang yang ditembak di AS Per tahun, 40.000 di antaranya meninggal dunia.
“Luar biasa bagaimana tanggung jawab tentang itu seperti dilepas begitu saja, itulah bagaimana saya mendeskripsikannya,” kata Rajan.
Baca Juga: Amerika Serikat Cari Cara untuk Atasi Kelangkaan Susu Formula untuk Bayi
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.