MOSKOW, KOMPAS.TV – Sejumlah besar perwira senior Rusia dilaporkan tewas sejak Presiden Vladimir Putin memerintahkan invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
Tingkat kematian para pemimpin militer Rusia itu telah mengurangi kemampuan Moskow untuk merencanakan dan menggelar operasi militer. Tewasnya para pemimpin Rusia itu juga menjadi pukulan bagi pasukan di garis depan.
“Setiap kematian seorang jenderal membuat Angkatan Bersenjata Rusia kurang efektif,” kata analis militer independen Pavel Luzhin seperti dilansir The Moscow Times, Sabtu (7/5/2022).
Hingga dua bulan lebih sejak invasi dimulai, sebanyak 12 jenderal Rusia telah tewas di Ukraina, menurut laporan The New York Times, Kamis (5/5/2022). Angka itu dua kali lipat dari jumlah jenderal yang gugur dalam aksi militer Uni Soviet selama 10 tahun di Afghanistan.
Baca Juga: Pentagon Bantah Bantu Tenggelamkan Kapal Perang Rusia, tetapi Akui Beri Ukraina Informasi Intelijen
Biasanya, butuh lebih dari 15 tahun mengabdi di dinas militer untuk menjadi seorang jenderal. Dan mereka yang memegang posisi itu, dapat memimpin puluhan ribu prajurit.
Kehilangan Rusia termasuk tewasnya Mayor Jenderal Andrei Sukhovetsky, yang kematiannya dilaporkan oleh media Rusia bulan lalu. Dua letnan jenderal, yakni Yakov Rezantsev dan Andrei Mordvichev, juga diklaim tewas oleh pihak berwenang Ukraina dalam serangan di pangkalan Chornobaivka dekat kota Kherson yang diduduki Rusia.
Moskow sendiri menolak klaim itu, dan menyebut kematian Mordvichev sebagai berita bohong. Jaringan televisi Channel One milik pemerintah Rusia lalu menyiarkan pertemuan antara Mordvichev dengan pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov di kota Mariupol yang dikepung.
Salah satu alasan tingginya angka kematian itu adalah karena perwira Rusia diwajibkan untuk melakukan perjalanan ke garis depan lebih sering dibandingkan dengan para perwira militer Barat.
“Jika dia tidak mendapat informasi, dan petugas (di lapangan) tidak memberikan informasi, ini akan membuat para jenderal semakin dekat dengan pertempuran,” kata Sam Cranny-Evans, seorang analis militer di Royal United Services Institute, sebuah wadah pemikir Inggris.
Baca Juga: Putin Disebut Sembunyi di Kota Bawah Tanah yang Melindunginya dari Serangan Nuklir, Ditemani Shoigu
“Beberapa jenderal akan jadi teman Putin, atau rekan (Menhan Sergei) Shoigu dan (panglima militer Valery) Gerasimov. Pada tingkat ini, akan ada tanggung jawab pribadi untuk memeriksa semuanya berjalan dengan baik,” paparnya.
Konsekuensinya bagi Kremlin bahkan bisa lebih serius, karena Rusia tampaknya berjuang merangsek di timur Ukraina lantaran upaya mengepung ibu kota Kiev tak berhasil.
“Jika seorang jenderal terbunuh, butuh beberapa hari atau bahkan minggu untuk menggantikan mereka,” ujar Luzhin. Ini dikarenakan para komandan yang baru butuh bersiap di garis depan, membangun hubungan dengan para bawahan dan memahami detail situasi militer.
Para jenderal juga biasanya tidak mati sendirian, kata Luzhin. Kerusakan tambahan dari serangan-serangan terhadap pucuk-pucuk komando juga kerap serius.
“Mereka (para jenderal) bekerja bersama kolonel dan mayor mereka. Jadi jika seorang jenderal gugur, biasanya berarti para kolonel dan perwira lainnya juga mati,” paparnya.
Sedikitnya 317 perwira Rusia tewas terbunuh di Ukraina. Sepertiga dari jumlah itu adalah staf senior, yakni mayor, letnan kolonel dan kolonel, lapor media Rusia independen Mediazona bulan lalu.
Menurut Cranny-Evans, kehilangan banyak figur militer senior tak cuma menimbulkan kekacauan jangka pendek, tetapi pula berdampak pada kemampuan operasional militer Rusia secara keseluruhan.
“Beberapa perwira senior Rusia ini pernah berperang di Afghanistan, Chechnya dua kali, Georgia, Suriah, Ukraina,” ujar Cranny-Evans merujuk pada perang yang melibatkan tentara Rusia dan Soviet selama 30 tahun terakhir.
Baca Juga: Mata-Mata AS Terlibat dalam Terbunuhnya 8 Jenderal Rusia di Ukraina
Contohnya, Mayor Jenderal Vitaly Gerasimov, yang kematiannya dilaporkan pada Maret oleh media investigasi Bellingcat, sempat bertugas dalam Perang Chechnya Kedua, intervensi militer Rusia di Suriah, dan turut dalam perang mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014. Vitaly sendiri tak memiliki hubungan keluarga dengan Valery Gerasimov, kepala Angkatan Bersenjata Rusia.
Jika Ukraina mampu membunuh jenderal-jenderal Rusia dengan tingkat kecepatan ini, hal ini bisa menimbulkan kekurangan pengetahuan, keahlian dan pengalaman dalam puncak rantai komando militer Rusia.
“Kehilangan ini akan mengkhawatirkan, dari perspektif Rusia,” pungkas Cranny-Evans.
Sumber : The Moscow Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.