DILI, KOMPAS.TV - Hari ini Selasa 19 April 2022, warga Timor Leste kini tengah memilih presiden baru dalam ajang pemilihan umum (pemilu) putaran kedua.
Pemenang pemilu putaran kedua nantinya bakal mulai menjabat sebagai presiden baru pada 20 Mei mendatang.
Pada tanggal tersebut bertepatan dengan peringatan 20 tahun kemerdekaan Timor Leste.
Sebelumnya, dalam pemungutan suara putaran pertama bulan lalu, Jose Ramos-Horta memimpin perolehan suara.
Namun, pemenang Nobel Perdamaian ini gagal mendapatkan suara lebih dari 50%, sehingga pemilu putaran kedua harus dilakukan.
Sebagaimana diketahui, dalam pemilu putaran pertama yang diselenggarakan 19 Maret lalu, Ramos-Horta yang berusia 72 tahun mendapatkan 46,6% suara.
Sedangkan Presiden petahana Francisco "Lu Olo" Guterres yang berusia 67 tahun memenangkan 22,1%.
Untuk sisa perolehan suara diraih oleh 14 kandidat lainnya.
Ramos-Horta dan Guterres merupakan tokoh perlawanan ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari wilayah Indonesia.
Lebih dari 76% suara bulan lalu itu diberikan kepada tokoh-tokoh era perlawanan.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka masih mendominasi politik di Timor Leste setelah dua dekade Timor Leste terpisah dari Indonesia.
Baca Juga: Ramos-Horta Unggul Telak namun Belum Mayoritas, Pilpres Timor Leste Mungkin Lanjut ke Putaran Kedua
Untuk diketahui, Ramos-Horta adalah Presiden Timor Leste periode 2007 hingga 2012.
Bersama Guterres telah saling menyalahkan selama bertahun-tahun, sehingga mengakibatkan terjadinya kelumpuhan politik di negara tersebut.
Pada tahun 2018, Guterres menolak untuk mengambil sumpah sembilan calon Kabinet dari Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Leste yang dikenal sebagai CNRT.
Partai ini dipimpin oleh mantan perdana menteri dan pemimpin kemerdekaan Timor Leste, Xanana Gusmao, yang mendukung pencalonan Ramos-Horta sebagai presiden.
Baca Juga: Terciduk! Ada Upaya Penyelundupan Mobil Off-Road Klasik dari Timor Leste ke Pulau Jawa
Guterres berasal dari Front Revolusioner untuk Timor Leste Merdeka yang dikenal dengan singkatan Fretilin.
Pihak oposan dari Fretilin ini mengatakan, Ramos-Horta tidak layak menjadi presiden.
Mereka menuduh Ramos-Horta merupakan penyebab krisis ketika menjabat sebagai perdana menteri pada 2006.
Saat itu puluhan orang terbunuh ketika terjadi persaingan politik yang berubah menjadi konflik terbuka di jalan-jalan kota Dili.
Kebuntuan terakhir menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri Taur Matan Ruak pada Februari 2020.
Namun dia setuju untuk tetap menjabat sampai pemerintahan baru terbentuk dan untuk mengawasi penanganan pandemi virus corona.
Pemerintahannya telah beroperasi tanpa anggaran tahunan dan mengandalkan suntikan bulanan dari simpanan dana negaranya yang disebut dana perminyakan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.