ATMEH, KOMPAS.TV — Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) Pentagon mengumumkan pasukan khusus mereka melakukan penyerbuan terhadap sebuah rumah dalam serangan kontraterorisme skala besar di barat laut Suriah, Kamis (3/2/2022) pagi. Warga dan tim penolong di tempat kejadian melaporkan 13 orang tewas, termasuk enam anak-anak dan empat perempuan, seperti dilaporkan Associated Press.
Penyerbuan itu, yang menurut penduduk berlangsung lebih dari dua jam, mengguncang desa Atmeh yang sepi di dekat perbatasan Turki, sebuah daerah yang dipenuhi dengan kamp-kamp untuk pengungsi internal dari perang saudara Suriah. Target penyerbuan itu sendiri belum jelas hingga berita ini diturunkan .
“Misi itu berhasil,” kata juru bicara Pentagon John Kirby dalam sebuah pernyataan singkat. “Tidak ada korban dari pihak Amerika Serikat. Informasi lebih lanjut akan diberikan saat tersedia.”
Seorang jurnalis yang ditugaskan untuk The Associated Press dan beberapa warga mengatakan, mereka melihat bagian tubuh berserakan di dekat lokasi serangan, sebuah rumah di provinsi Idlib yang dikuasai pemberontak Suriah.
Sebagian besar warga berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan, dan mengatakan serangan itu melibatkan helikopter, ledakan, dan tembakan senapan mesin.
Penyerbuan itu adalah serangan terbesar di provinsi Idlib sejak serangan era Donald Trump tahun 2019 yang menewaskan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi.
Seorang pejabat intelijen Irak yang bekerja sama dengan koalisi pimpinan Amerika Serikat mengatakan, target serangan itu adalah seorang pemimpin militan tingkat tinggi yang identitasnya akan dirilis oleh Gedung Putih.
Informasi mengarah pada kemungkinan bahwa yang diserbu adalah penerus al-Baghdadi, pemimpin ISIS saat ini yang dikenal sebagai Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi, kata pejabat itu menambahkan. Dia berbicara dengan syarat anonim karena mengungkap informasi sensitif.
Baca Juga: Milisi Kurdi Ultimatum Sisa Anggota ISIS di Penjara Suriah Utara yang Dijebol: Menyerah atau Mati!
Idlib secara luas dikendalikan oleh kelompok bersenjata yang didukung Turki, tetapi juga merupakan benteng al-Qaeda dan rumah bagi beberapa operasi utamanya. Kelompok bersenjata lain, termasuk ekstremis dari kelompok saingan ISIS, juga berlindung di wilayah tersebut.
“Saat-saat pertama menakutkan, tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi,” kata Jamil el-Deddo, seorang penduduk kamp pengungsi terdekat.
“Kami khawatir itu bisa jadi pesawat Suriah, yang membawa kembali kenangan bom barel yang dulu dijatuhkan pada kami,” tambahnya, mengacu pada wadah berisi bahan peledak mentah yang digunakan oleh pasukan Presiden Bashar Assad melawan penentangnya selama konflik Suriah.
Lantai atas rumah berlantai dua, yang dikelilingi kebun pohon zaitun itu, hampir hancur total dalam serangan. Langit-langit dan dindingnya roboh.
Darah terlihat di dinding dan lantai bangunan yang tersisa, yang berisi kamar tidur yang rusak dengan tempat tidur kayu anak di lantai.
Di salah satu dinding yang rusak, ayunan plastik biru untuk anak-anak masih tergantung. Dapurnya menghitam akibat kebakaran.
Pertahanan Sipil Suriah yang dikelola oposisi, responden pertama yang juga dikenal sebagai White Helmets, mengatakan, 13 orang tewas dalam penembakan dan bentrokan yang terjadi setelah serangan pasukan komando Amerika Serikat, termasuk enam anak dan empat wanita, katanya.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris, pemantau perang oposisi, juga mengatakan serangan itu menewaskan 13 orang, termasuk empat anak dan dua wanita. Ahmad Rahhal, seorang jurnalis warga yang mengunjungi lokasi tersebut, melaporkan melihat 12 mayat.
Baca Juga: Milisi Kurdi di Irak Utara Nyatakan Berhasil Ambil Alih Penjara yang Diserbu ISIS di Irak Utara
Pentagon tidak memberikan perincian tentang siapa yang menjadi target serangan itu, atau jika ada kombatan atau warga sipil yang terbunuh atau terluka.
Penduduk dan aktivis menggambarkan, mereka menyaksikan serangan darat yang besar, saat pasukan Amerika Serikat menggunakan megafon mendesak perempuan dan anak-anak untuk meninggalkan daerah itu.
Omar Saleh, seorang warga sekitar, mengatakan pintu dan jendela rumahnya mulai bergetar karena suara pesawat yang terbang rendah pada pukul 01:10 waktu setempat.
Dia kemudian mendengar seorang pria, berbicara bahasa Arab dengan aksen Irak atau Arab Saudi melalui pengeras suara, mendesak wanita untuk menyerah atau meninggalkan daerah itu.
“Ini berlangsung selama 45 menit. Tidak ada tanggapan. Kemudian tembakan senapan mesin meletus,” kata Saleh. Dia mengatakan, penembakan berlanjut selama dua jam, saat pesawat berputar rendah di atas daerah itu.
Lainnya melaporkan mendengar setidaknya satu ledakan besar selama operasi. Seorang pejabat Amerika Serikat mengatakan, salah satu helikopter dalam serangan itu mengalami masalah mekanis dan harus diledakkan di darat.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, pasukan koalisi pimpinan AS menggunakan helikopter untuk mendarat di daerah itu dan menyerang sebuah rumah.
Pasukan itu disebut bentrok dengan kelompok bersenjata di darat. Taher al-Omar, seorang aktivis yang berbasis di Idlib, juga mengatakan dia menyaksikan bentrokan antara kelompok bersenjata dan pasukan Amerika Serikat.
Operasi militer itu menuai perhatian di media sosial. Twit-twit dari wilayah tersebut berseliweran, menggambarkan helikopter menembak di sekitar gedung dekat Atmeh. Data pelacakan penerbangan juga menunjukkan beberapa drone mengelilingi kota Sarmada dan desa Salwah, tepat di utara lokasi serangan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.