BEIJING, KOMPAS.TV - Presiden China, Xi Jinping diyakini bakal mengirimkan pasukan untuk memaksa reunifikasi dengan Taiwan lewat serangan militer pada 2027.
Hal itu diungkapkan oleh pakar yang merupakan akademisi berpengaruh China yang menjadi penasihat Beijing untuk Kebijakan Luar Negeri, Jin Canrong.
Jin Canrong merupakan profesor Sekolah untuk Studi Internasional Universitas Renmin.
Ia mengungkapkan kepada Nikkei Asia, bahwa Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah memiliki sikap yang lebih unggul dari AS untuk menghadapi kemungkinan yang melibatkan Taiwan.
Baca Juga: Bersiap Lawan Rusia, Pasukan Rakyat Ukraina Berlatih Perang dengan Senapan Kayu
Xi Jinping telah menegaskan bahwa reunifikasi dengan Taiwan menjadi target utamanya, tapi tak pernah mengindikasikan waktu yang tepat untuk melakukannya.
Namun, Jin memiliki pendapat sendiri mengenai waktu yang tepat bagi Xi Jinping untuk bergerak.
“Saat Kongres Nasional Partai Komunitas China berakhir pada musim gugur 2022, skenario unifikasi bersenjata akan mulai dijalankan menjadi kenyataan,” kata Jin.
“Sangat mungkin pihak pemimpin akan terus maju dengan serangan bersenjata untuk unifikasi pada 2027, bertepatan dengan 100 tahun berdirinya PLA,” tambahnya.
Hal ini menggemakan pandangan yang diungkapkan oleh Laksamana Phil Davidson, pensiunan Komandan Komando Indo-Pasifik AS, kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat pada Maret 2021 terkait Taiwan.
“Saya pikir ancaman itu nyata selama dekade ini, sebenarnya dalam enam tahun ke depan,” ujarnya ketika itu.
Jin pun berkomentar terkait kemungkinan Amerika Serikat (AS) akan melakukan respons militer ke usaha China untuk mengambil alih Taiwan.
“China telah memiliki kemampuan untuk menyatukan Taiwan dengan paksaan dalam sepakan dan PLA bisa mengalahkan militer AS dalam jarak 1.000 mil laut dari garis pantai,” ujarnya.
Ia meyakini PLA telah memiliki strategi untuk menjaga kapal Angkatan Laut (AL) AS untuk keluar dari perairan China.
Mereka juga telah menyempurnakan kemampuannya untuk meluncurkan serangan rudal terhadap pasukan AS di sana.
Jin juga menegaskan Jepang tak boleh ikut campur terhadap kondisi darurat China.
“AS sudah tak mungkin bisa menang melawan China dalam hal ini. Jika Jepang ikut campur, China tak akan memiliki pilihan lain kecuali mengalahkan Jepang. Jepang harus menyadari perubahan baru tengah terjadi,” tuturnya.
Ia juga skeptis unifikasi damai bisa terjadi antara China dan Taiwan.
“Sangat sulit dengan kekuasaan yang berada di tangan Presiden Partai Demokrasi Progresif, Tsai Ing-wen. Jika kandidat (oposisi) Kuomitang memenangkan pemilihan Presiden pada 2024, hubungan akan meningkat, tetapi Kuomintang tak memiliki dukungan,” katanya.
Baca Juga: China Sebut Ada Negara yang Coba Sulut Perpecahan, Sindir Siapa sih?
Jin pun menegaskan Taiwan harus memulai pembahasan terkait unifikasi jika tak ingin serangan militer terjadi.
“Satu-satunya pilihan mereka harus berbicara dengan China daratan secepatnya. Semakin lama, akan semakin tak menguntungkan untuk Taiwan,” ujarnya.
China hingga saat ini masih menganggap Taiwan masuk dalam wilayahnya, dan menyebut mereka sebagai provinsi yang kabur.
Sedangkan Taiwan menegaskan, negara kepulauan itu merupakan negara merdeka dan berdaulat setelah perang sipil pada 1949.
Sumber : Nikkei Asia
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.