Amerika Serikat dan sekutu Uni Eropa-nya menuduh Rusia berusaha untuk menjungkirbalikkan stabilitas Eropa dengan mengancam invasi ke Ukraina, bekas Republik Soviet yang berusaha untuk bergabung dengan NATO dan lembaga-lembaga Barat lainnya.
Moskow membantah rencana untuk menyerang negara itu, di mana selain merebut Krimea, Rusia memberi dukungan bagi pasukan separatis di Ukraina timur.
Rusia malah menyalahkan Barat atas ketegangan tersebut dan mengajukan daftar tuntutan, termasuk jaminan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO dan pasukan NATO yang sudah berada di bekas blok Soviet mundur.
Di sisi lain, seorang pejabat senior AS mengatakan rencana kontinjensi sedang disusun untuk membuat Eropa bisa melewati musim dingin tanpa dukungan suplai energi dari Rusia jika negara itu menekan atau bahkan memotong pasokan energi.
Washington dan sekutunya di Eropa sedang menjelajahi pasar global untuk mencari sumber energi alternatif, bahkan ketika Eropa kewalahan dengan melonjaknya harga energi pada pertengahan musim dingin.
Pejabat itu mengatakan jika Rusia menggunakan pasokan energi untuk membalas sanksi, ini akan menjadi bumerang.
"Jika Rusia memutuskan untuk mempersenjatai pasokan gas alam atau minyak mentahnya, itu bukan tanpa konsekuensi bagi ekonomi Rusia," kata seorang pejabat senior Amerika Serikat kepada wartawan.
Meskipun Uni Eropa memperoleh sekitar 40 persen pasokannya dari Rusia, Moskow juga sangat bergantung pada penjualan energi, yang berarti "ini adalah saling ketergantungan," kata pejabat itu.
Baca Juga: Ketegangan Rusia-Ukraina Semakin Tinggi, AS Siagakan 8.500 Tentara
Negosiasi bulan ini gagal meredakan ketegangan, meskipun Amerika Serikat dan Rusia telah sepakat untuk terus berbicara.
Selain pembicaraan Macron-Putin nanti, pemerintah Prancis mengatakan para pejabat Rusia dan Ukraina akan bertemu, bersama dengan rekan-rekan Prancis dan Jerman, di Paris pada Rabu ini.
Washington pun berjanji untuk memberikan jawaban tertulis atas tuntutan Moskow minggu ini, sementara sudah menjelaskan pihaknya menolak memberikan hak veto kepada Rusia untuk bergabungnya Ukraina dengan NATO.
Namun krisis itu menimbulkan perpecahan di Barat.
Pemerintah baru di Jerman khususnya menghadapi hujan kritik dari Kyiv atas penolakannya untuk mengirim senjata pertahanan ke Ukraina, serta ragu-ragu atas salah satu sanksi ekonomi paling keras yang sedang dibahas, yaitu memotong Moskow dari sistem pembayaran SWIFT global.
Militer Ukraina kalah jauh dibandingkan militer Rusia dan Biden mengulangi dia tidak berniat menempatkan pasukan Amerika atau pasukan NATO di Ukraina.
Namun, Amerika Serikat mulai meningkatkan pengiriman senjata. Pengiriman tiba pada hari Sabtu dan kiriman lain tiba Selasa (25/1) kemarin.
Saat menyambut tibanya senjata bantuan Amerika Serikat di Kiev, kuasa usaha AS Kristina Kvien mengatakan preferensi Amerika Serikat adalah diplomasi.
"Jika Presiden Putin memutuskan untuk membuat pilihan sembrono ini, kami akan memberikan materi pertahanan tambahan kepada Ukraina di atas dan di luar apa yang telah kami kirim," kata Kristina Kvien.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.