WASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) pada Selasa (25/1/2022) kemarin mengancam Moskow dengan sanksi baru, termasuk tindakan yang secara pribadi menargetkan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Ancaman ini dikeluarkan AS saat pasukan tempur Rusia berkumpul di sekitar Ukraina untuk menggelar latihan militer baru.
Seperti dilansir France24, Rabu (26/1), ketegangan saat ini makin meningkat, dimana Washington mengatakan risiko invasi Rusia ke Ukraina sangat mungkin.
Presiden AS Joe Biden mengatakan, ancaman serbuan ke Ukraina akan memicu konsekuensi besar dan bahkan mengubah dunia. Bahkan Biden juga mempertimbangkan untuk menambahkan sanksi langsung terhadap Putin ke dalam serangkaian tindakan yang sedang disusun.
"Ya. Saya akan melihat itu," kata Biden ketika ditanya oleh wartawan di Washington tentang penargetan Putin, yang telah lama dituduh penentangnya memiliki kekayaan rahasia yang sangat besar, Selasa (25/1).
Seorang pejabat senior AS menggambarkan sanksi ekonomi dengan konsekuensi besar yang jauh melampaui langkah-langkah sebelumnya yang diterapkan pada tahun 2014 setelah Rusia menginvasi wilayah Krimea di Ukraina, seraya menggarisbawahi (sanksi) bertahap gaya masa lalu telah berakhir.
Langkah-langkah baru akan mencakup pembatasan ekspor perangkat Amerika Serikat berteknologi tinggi di sektor artificial intelligence, komputasi kuantum, dan kedirgantaraan, kata pejabat itu kepada wartawan dengan syarat anonim.
"Apa yang kita bicarakan adalah teknologi canggih yang kita rancang dan produksi, dan memotongnya akan memukul cukup keras ambisi strategis Putin untuk mengindustrialisasi ekonominya," kata pejabat tersebut.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menggemakan ancaman tersebut, dengan mengatakan sanksi akan lebih berat dari apa pun yang pernah kami lakukan.
Dalam upaya untuk memecahkan ketegangan yang semakin meningkat, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan dia akan berbicara melalui telepon dengan Putin hari Jumat (28/1) lusa guna mencari "klarifikasi" tentang niat Moskow.
Baca Juga: Alasan Jerman Tolak Persenjatai Ukraina: Terkait Sejarah Perang Dunia dan Kontrak Gas dengan Rusia
Sehari setelah Washington mengatakan telah menyiagakan 8.500 tentara AS untuk digelar mendukung pasukan NATO di Eropa, militer Rusia mengumumkan mereka melakukan latihan baru yang melibatkan 6.000 tentara di dekat Ukraina dan di wilayah Krimea.
Latihan tersebut termasuk latihan menembak dengan jet tempur, pembom, serta latihan sistem anti-pesawat dan kapal dari armada Laut Hitam dan Kaspia, kata kementerian pertahanan.
Menurut pejabat Barat, Kremlin mengerahkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina, dengan bala bantuan datang dari seluruh Rusia.
"Kami terus mengamati akumulasi kekuatan tempur yang signifikan," kata juru bicara Pentagon John Kirby.
Kanada mengumumkan akan mengikuti Inggris dan AS untuk menarik keluarga diplomatnya keluar dari Ukraina.
Amerika Serikat dan sekutu Uni Eropa-nya menuduh Rusia berusaha untuk menjungkirbalikkan stabilitas Eropa dengan mengancam invasi ke Ukraina, bekas Republik Soviet yang berusaha untuk bergabung dengan NATO dan lembaga-lembaga Barat lainnya.
Moskow membantah rencana untuk menyerang negara itu, di mana selain merebut Krimea, Rusia memberi dukungan bagi pasukan separatis di Ukraina timur.
Rusia malah menyalahkan Barat atas ketegangan tersebut dan mengajukan daftar tuntutan, termasuk jaminan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO dan pasukan NATO yang sudah berada di bekas blok Soviet mundur.
Di sisi lain, seorang pejabat senior AS mengatakan rencana kontinjensi sedang disusun untuk membuat Eropa bisa melewati musim dingin tanpa dukungan suplai energi dari Rusia jika negara itu menekan atau bahkan memotong pasokan energi.
Washington dan sekutunya di Eropa sedang menjelajahi pasar global untuk mencari sumber energi alternatif, bahkan ketika Eropa kewalahan dengan melonjaknya harga energi pada pertengahan musim dingin.
Pejabat itu mengatakan jika Rusia menggunakan pasokan energi untuk membalas sanksi, ini akan menjadi bumerang.
"Jika Rusia memutuskan untuk mempersenjatai pasokan gas alam atau minyak mentahnya, itu bukan tanpa konsekuensi bagi ekonomi Rusia," kata seorang pejabat senior Amerika Serikat kepada wartawan.
Meskipun Uni Eropa memperoleh sekitar 40 persen pasokannya dari Rusia, Moskow juga sangat bergantung pada penjualan energi, yang berarti "ini adalah saling ketergantungan," kata pejabat itu.
Baca Juga: Ketegangan Rusia-Ukraina Semakin Tinggi, AS Siagakan 8.500 Tentara
Negosiasi bulan ini gagal meredakan ketegangan, meskipun Amerika Serikat dan Rusia telah sepakat untuk terus berbicara.
Selain pembicaraan Macron-Putin nanti, pemerintah Prancis mengatakan para pejabat Rusia dan Ukraina akan bertemu, bersama dengan rekan-rekan Prancis dan Jerman, di Paris pada Rabu ini.
Washington pun berjanji untuk memberikan jawaban tertulis atas tuntutan Moskow minggu ini, sementara sudah menjelaskan pihaknya menolak memberikan hak veto kepada Rusia untuk bergabungnya Ukraina dengan NATO.
Namun krisis itu menimbulkan perpecahan di Barat.
Pemerintah baru di Jerman khususnya menghadapi hujan kritik dari Kyiv atas penolakannya untuk mengirim senjata pertahanan ke Ukraina, serta ragu-ragu atas salah satu sanksi ekonomi paling keras yang sedang dibahas, yaitu memotong Moskow dari sistem pembayaran SWIFT global.
Militer Ukraina kalah jauh dibandingkan militer Rusia dan Biden mengulangi dia tidak berniat menempatkan pasukan Amerika atau pasukan NATO di Ukraina.
Namun, Amerika Serikat mulai meningkatkan pengiriman senjata. Pengiriman tiba pada hari Sabtu dan kiriman lain tiba Selasa (25/1) kemarin.
Saat menyambut tibanya senjata bantuan Amerika Serikat di Kiev, kuasa usaha AS Kristina Kvien mengatakan preferensi Amerika Serikat adalah diplomasi.
"Jika Presiden Putin memutuskan untuk membuat pilihan sembrono ini, kami akan memberikan materi pertahanan tambahan kepada Ukraina di atas dan di luar apa yang telah kami kirim," kata Kristina Kvien.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.