MOSKOW, KOMPAS.TV - Pemerintah Rusia, Selasa (18/1/2022), menolak pembicaraan baru tentang Ukraina kecuali Barat menanggapi tuntutan Rusia atas jaminan keamanan, seperti dilansir France24.
Penolakan Rusia untuk berunding terjadi saat Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bersiap terbang ke Kyiv untuk menunjukkan dukungan di tengah kekhawatiran akan invasi Rusia.
Puluhan ribu tentara Rusia berkumpul di perbatasan dengan Ukraina, dengan Kyiv dan Barat menuduh Moskow mempersiapkan invasi terhadap Ukraina, tetangganya yang pro-Barat.
Pembicaraan selama satu minggu di Jenewa, Brussel, dan Wina pekan lalu gagal meredakan ketegangan. Rusia bersikeras akan tuntutannya untuk jaminan keamanan ditanggapi dengan serius, termasuk larangan atas Ukraina secara permanen bergabung dengan NATO.
Menlu Rusia Sergei Lavrov, Selasa mengatakan, tidak akan ada negosiasi lebih lanjut sampai Barat memberikan jawaban yang tepat.
"Kami sekarang menunggu tanggapan atas proposal ini, seperti yang dijanjikan kepada kami, untuk melanjutkan negosiasi," katanya pada konferensi pers bersama dengan Menlu Jerman Annalena Baerbock yang sedang berkunjung.
"Mari berharap pembicaraan ini akan berlanjut," kata Lavrov.
Baca Juga: Situasi Ukraina Memanas: Inggris Kirim Senjata AntiTank, Kanada Terjunkan Pasukan Khusus
Washington langsung menolak tuntutan tersebut, yang juga mencakup pembatasan penempatan pasukan di bekas sekutu Pakta Warsawa seperti Polandia dan negara-negara Baltik bekas Soviet yang bergabung dengan NATO setelah Perang Dingin.
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan, Blinken akan terbang ke Ukraina dan bertemu Presiden Volodymyr Zelensky pada Rabu (19/1/2022) untuk "memperkuat komitmen Amerika Serikat terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina".
Blinken kemudian akan menuju ke Berlin pada Kamis (20/1/2022) untuk pembicaraan empat arah dengan Inggris, Prancis dan Jerman mengenai krisis Ukraina, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price.
Keempat negara akan membahas "upaya bersama untuk mencegah agresi Rusia lebih lanjut terhadap Ukraina, termasuk kesiapan sekutu dan mitra untuk memaksakan konsekuensi besar dan biaya ekonomi yang parah pada Rusia," kata Price dalam sebuah pernyataan.
Ukraina, AS, dan Uni Eropa semuanya menyuarakan keprihatinan mendalam atas penambahan pasukan Rusia, meskipun Moskow telah membantah berulang kali terkait dugaan akan menginvasi Ukraina.
Kyiv memerangi separatis pro-Moskow di timur negara itu sejak 2014, yang ditanggapi Rusia dengan mencaplok semenanjung Krimea dari Ukraina setelah terjadinya demonstrasi menggulingkan seorang pemimpin yang bersekutu dengan Kremlin.
Menambah ketegangan, Rusia dan Belarus, yang juga tetangga Ukraina, Selasa, melaksanakan latihan militer bersama.
Kementerian Pertahanan Belarus mengatakan, pihaknya menjadi tuan rumah latihan kesiapan tempur karena meningkatnya kejengkelan atas ketegangan militer di sana, "termasuk di perbatasan barat dan selatan Republik Belarus."
Ukraina berbatasan dengan Belarus di selatan dan anggota NATO, Polandia, di barat.
Baca Juga: Rusia dan Belarusia Berencana Gelar Latihan Tempur Bulan Depan
Baik Moskow maupun Minsk tidak mengungkapkan jumlah tentara yang terlibat, tetapi sebuah video yang diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan Belarus menunjukkan kolom kendaraan militer termasuk tank diturunkan dari kereta yang diselimuti salju.
Menlu Jerman Baerbock datang ke Moskow setelah pergi ke ibu kota Ukraina, Kyiv, dan mengatakan pada konferensi pers dengan Lavrov, sulit bagi Barat untuk percaya klaim Rusia bahwa mereka tidak punya rencana.
“Selama beberapa minggu terakhir, lebih dari 100.000 tentara, peralatan, dan tank Rusia dikerahkan di dekat Ukraina tanpa alasan. Sulit untuk tidak melihatnya sebagai ancaman,” katanya.
Anggota NATO, Turki, pada Selasa juga memperingatkan Moskow agar tidak menyerang Ukraina. Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan, dia bermaksud untuk membahas peningkatan ketegangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Saya tidak melihat invasi Rusia ke Ukraina sebagai pilihan realistis karena itu bukan negara biasa. Ukraina adalah negara yang kuat," kata Erdogan kepada wartawan di Albania.
Turki memasok drone tempur ke pasukan Ukraina, yang menuai kritik keras dari Moskow.
Negosiator Rusia bertemu secara terpisah bulan ini dengan delegasi dari AS, NATO dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa, dalam pertemuan yang gagal menghasilkan hasil nyata.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengumumkan di parlemen pada Senin (17/1/2022), bahwa Inggris mengirim senjata ke Ukraina sebagai bagian dari paket yang akan membantu Kyiv mengamankan perbatasannya.
"Ukraina memiliki hak untuk mempertahankan perbatasannya, dan paket bantuan baru ini semakin meningkatkan kemampuannya untuk melakukannya," kata Wallace.
Jenis peralatan yang dikirim "bukan senjata strategis dan tidak menimbulkan ancaman bagi Rusia," katanya.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Selasa menggambarkan pengumuman pengiriman senjata itu sebagai sesuatu yang "sangat berbahaya" dan "tidak kondusif untuk mengurangi ketegangan".
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.