TEHERAN, KOMPAS.TV - Iran hari Kamis, (30/12/2021) mengumumkan telah melakukan peluncuran luar angkasa baru, langkah yang mungkin akan membuat jengkel negara-negara Barat di tengah pembicaraan sulit untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
"Peluncur satelit Simorgh (Phoenix) membawa tiga kargo penelitian ke luar angkasa," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Ahmad Hosseini, dikutip oleh televisi pemerintah seperti dilansir France24, Kamis, (30/12/2021).
"Tujuan penelitian yang diramalkan untuk peluncuran ini telah tercapai," tambah Hosseini, tanpa merinci sifat penelitiannya.
"Ini adalah peluncuran awal. Kami akan melakukan peluncuran operasional dalam waktu dekat."
Televisi menayangkan cuplikan roket yang naik dari landasan peluncuran di gurun Iran.
Hosseini tidak memberikan rincian lokasi peluncuran meskipun media Amerika Serikat melaporkan awal bulan ini, persiapan untuk peluncuran sedang berlangsung di pusat ruang angkasa Iran di Semnan, 300 kilometer timur Teheran.
Bulan Februari, Iran mengumumkan telah meluncurkan roket bahan bakar padat paling kuat hingga saat ini, Zoljanah, dengan mengatakan roket itu dapat membawa muatan 220 kilogram ke orbit.
Amerika Serikat menyuarakan keprihatinan tentang peluncuran itu, dengan mengatakan peluncuran itu dapat meningkatkan teknologi rudal balistik Iran pada saat kedua negara sedang beringsut kembali ke diplomasi.
Iran berhasil menempatkan satelit militer pertamanya ke orbit pada April 2020, membuahkan teguran tajam dari Washington.
Baca Juga: Militer Israel Tak Yakin Bisa Hancurkan Fasilitas Nuklir Iran, Padahal Siapkan Skenario Serangan
Namun menurut Pentagon dan citra satelit dari pusat Semnan, peluncuran satelit Iran gagal pada pertengahan Juni, namun Teheran langsung membantah hal tersebut.
Pemerintah negara-negara Barat khawatir sistem peluncuran satelit Iran menggabungkan teknologi yang dapat dipertukarkan dengan teknologi rudal balistik yang mampu mengirimkan hulu ledak nuklir.
Iran menegaskan program luar angkasanya hanya untuk tujuan sipil dan pertahanan, dan tidak melanggar kesepakatan nuklir atau perjanjian internasional lainnya.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 tahun 2015, mendukung kesepakatan nuklir, tidak memberlakukan larangan menyeluruh terhadap peluncuran roket atau rudal Iran.
"Iran diminta untuk tidak melakukan aktivitas apa pun yang terkait dengan rudal balistik yang dirancang untuk mampu mengirimkan senjata nuklir, termasuk peluncuran menggunakan teknologi rudal balistik semacam itu," kata teks itu.
Perjanjian 2015 telah digantung oleh seutas benang sejak Presiden Donald Trump mundur dari kesepakatan pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi, mendorong Iran untuk meningkatkan kegiatan nuklir yang telah lama dibatasi oleh kesepakatan itu.
Putaran baru negosiasi dimulai di Wina pada hari Senin dalam upaya terbaru untuk membuat kemajuan dalam menghidupkan kembali kesepakatan.
Tujuannya adalah untuk membawa kembali Washington dan membatasi kegiatan nuklir Teheran.
Inggris, Cina, Prancis, Jerman dan Rusia mengambil bagian dalam negosiasi dengan Iran, sementara Amerika Serikat berpartisipasi secara tidak langsung.
"Mungkin ada beberapa kemajuan sederhana," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Ned Price Selasa kemarin.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.