GLASGOW, KOMPAS.TV – Komitmen-komitmen yang dibuat dalam KTT Iklim PBB, COP26 di Glasgow aspiratif, tapi tak punya gigi. Komentar ini diungkap pemimpin salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim, Perdana Menteri Bahama Philip Davis.
“Saya mengundang mereka untuk berani, punya nyali dan bertindak, karena ada banyak kata-kata mewah di sana,” ujar Davis menilai komitmen para pemimpin dunia di KTT COP26.
“Aspiratif, tapi sepertinya mereka tidak punya gigi,” imbuhnya.
Melansir Sky News, Jumat (12/11/2021), Davis mengungkapkan pernyataannya dalam perjalanannya kembali ke Bahama dari KTT COP26 di Glasgow, Skotlandia.
“Jika Anda lihat bahasa dokumen rancangan yang belum difinalisasi, ada banyak istilah aspiratif, seperti ‘berkomitmen kembali’, ‘mengatur ulang’,” terangnya seraya menambahkan dengan gemas, “Kami pernah dalam situasi itu! Ini sudah COP yang ke-26, loh!”
Baca Juga: COP26 Ternyata Didominasi Delegasi Industri Bahan Bakar Fosil, Komitmen Krisis Iklim Dipertanyakan
Saat ditanya apakah ia menganggap KTT COP26 sebagai kegagalan, Davis menyahut, “Begini. Saya tidak mau bilang ini sukses atau gagal. Yang ingin saya katakan adalah kemajuannya stagnan, dan saya harap kita akan keluar dari dilema ini.”
Bahama merupakan negara kepulauan yang berada di ujung tanduk akibat perubahan iklim. Meski hanya menyumbang sekitar 0,01 persen emisi gas rumah kaca dunia, Bahama terancam dampak perubahan iklim dalam jangka pendek. Lantaran, 80 persen daratan di seluruh kepulauannya hanya memiliki tinggi sekitar 1 meter di atas permukaan laut.
Sebagai anggota Negara Berkembang Pulau Kecil (SIDS), Bahama sejak lama telah mengampanyekan aksi global untuk menangani penyebab perubahan iklim dan pendanaan untuk mengurangi dampaknya.
Baca Juga: Kepala BMKG Berbagi Cerita Dinamika Cuaca Ekstrem Indonesia di COP26 Glasgow
Analisis baru menunjukkan, proyeksi dampak kenaikan permukaan air laut di Bahama tahun 2050 meremehkan luasan lahan daratan yang akan hilang.
Peta topografi yang baru bahkan menunjukkan sebagian besar wilayah negara dalam bahaya. Sebagian besar wilayah Bahama terbilang miskin dan para penduduk Bahama meyakini bahwa cuaca akan menjadi lebih ekstrem.
Salah satu cuaca ekstrem yang pernah tercatat adalah Badai Dorian yang menghantam Bahama di tahun 2019. Dua tahun berjalan, dan sampai detik ini, mereka masih juga belum tahu berapa banyak korban yang tewas akibat badai dahsyat itu.
“Buat saya, ini sungguh mengkhawatirkan karena pulau-pulau kami akan segera tenggelam sekarang ditelan oleh naiknya air laut. Ini harus berhenti,” katanya.
“Jika kami beruntung, kami bisa jadi pengungsi. Tapi kalau tidak, kami akan ditelan oleh air laut atau tersapu badai yang jauh lebih ekstrem.”
Baca Juga: Negaranya Makin Tenggelam Akibat Perubahan Iklim, Menlu Tuvalu Pidato di Pantai Untuk KTT Iklim PBB
Davis pula mengungkap ketakutannya akan janji-janji dan komitmen dalam COP26 yang sifatnya tak mengikat. Mereka bukan janji, kata Davis, dan bisa dihapus setiap saat ketika pemerintahan berganti.
“Perubahan politik adalah musuh kesuksesan. Kita harus menemukan cara dan mekanisme untuk memastikan bahwa perubahan politik tak akan memperlambat kemajuan,” ujarnya.
“Sebab, pada akhirnya, yang menentukan adalah perilaku para pemimpin,” pungkasnya.
Sumber : Sky News/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.