GLASGOW, KOMPAS.TV - KTT Iklim PBB, yang dikenal sebagai COP26 tahun ini, membawa pejabat dari hampir 200 negara ke Glasgow untuk saling tawar-menawar mengenai langkah-langkah terbaik untuk memerangi pemanasan global.
Inilah beberapa penjelasan, terminologi dasar, dan isu utama yang akan dibahas pada COP26 KTT Iklim PBB yang dijadwalkan berlangsung dari 31 Oktober hingga 13 November, seperti dilansir Associated Press.
COP adalah singkatan dari Konferensi Para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, atau UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
COP pertama kali digelar tahun 1995 di Berlin, Jerman, berfungsi sebagai ajang saling jumpa para pihak dalam Protokol Kyoto 1992, yang merupakan titik pangkal komitmen negara-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan negara-negara yang nantinya menandatangani Perjanjian Paris 2015.
Pertemuan antara berbagai negara di Paris, Prancis, tahun 2015 menyepakati sasaran bersama untuk menjaga pemanasan global atau kenaikan suhu dunia di bawah 2 derajat Celcius, idealnya tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius pada akhir abad ini bila dibandingkan dengan masa praindustri.
Tercatat lebih dari 25.000 delegasi terdaftar mengikuti acara COP26 tahun ini yang akan dipimpin oleh pejabat Inggris Alok Sharma.
Lebih dari 100 pemimpin dunia akan menghadiri pembukaan KTT Iklim hari Senin dan Selasa, yang dikenal sebagai segmen tingkat tinggi, termasuk Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Presiden Indonesia Joko Widodo.
Angela Merkel dari Jerman, yang memimpin COP pertama, akan melakukan salah satu perjalanan internasional terakhirnya sebagai kanselir, sementara Perdana Menteri India Narendra Modi juga diharapkan hadir secara langsung.
Ratu Elizabeth II dan Paus Fransiskus membatalkan perjalanan mereka ke Glasgow, sementara Presiden China Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro tidak menjadwalkan diri untuk hadir tetapi dapat menyampaikan pidato melalui tautan video.
Baca Juga: Ibarat Ular Boa yang Meremuk Mangsanya, Ini Alasan COP26 Disebut sebagai Kesempatan Terakhir
Kesepakatan Paris tahun 2015 menetapkan target untuk membatasi pemanasan global tetapi menyerahkannya kepada masing-masing negara untuk mengajukan target pengurangan emisinya sendiri, yang dikenal sebagai Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional atau Nationally Determined Contributions (NDC).
Maksud dari NDC ini adalah agar negara-negara secara teratur meninjau kontribusi mereka, dan jika perlu, memperbarui target mereka untuk memastikan tujuan Kesepakatan Paris tercapai.
Berbagai negara peserta Kesepakatan Paris diminta untuk menyerahkan NDC baru mereka lima tahun setelah Kesepakatan Paris tahun 2015 lalu, yang berarti adalah tahun 2020 kemarin, tetapi tenggat waktu itu diam-diam dimundurkan setahun karena pandemi Covid-19.
Negara-negara berharap untuk menyelesaikan apa yang disebut sebagai buku aturan Paris beberapa tahun setelah kesepakatan itu ditandatangani, tetapi beberapa elemen dari kesepakatan itu masih belum selesai.
Beberapa elemen itu termasuk bagaimana setiap negara mengumpulkan dan melaporkan emisi gas rumah kaca mereka secara transparan dan bagaimana mengatur pasar karbon global.
Di antara isu-isu utama di COP26 adalah pertanyaan tentang bagaimana negara-negara miskin akan menanggung biaya membuang bahan bakar fosil murah demi energi terbarukan sambil beradaptasi dengan efek tak terhindarkan dari pemanasan global yang sudah "terpanggang" ke atmosfer.
Ada konsensus bahwa negara-negara kaya yang membayarnya, terutama negara-negara yang emisi karbon atau gas rumah kacanya besar dan menjadi penyebab utama perubahan iklim. Pertanyaannya adalah berapa banyak pendanaan yang harus disediakan untuk negara-negara miskin tersebut.
Baca Juga: Mengapa KTT Perubahan Iklim PBB Disebut COP26? Ini Sejarahnya
Banyak negara menekankan, menyediakan jutaan pekerjaan 'hijau' bagi jutaan orang yang bekerja di industri bahan bakar fosil adalah tantangan maha besar.
Tantangan ini berlaku untuk negara berkembang dan negara kaya seperti Amerika Serikat, di mana tambang batu bara dan ladang minyak adalah penyedia pekerjaan utama di daerah yang tertekan secara ekonomi.
Pepohonan, lahan basah, dan lautan terus-menerus menjadi mesin raksasa dari sang Pencipta untuk menyerap dan menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer.
Menghitung berapa banyak CO2 yang diserap dan disimpan oleh penyerap karbon ini adalah bagian kunci untuk berhitung tentang perubahan iklim.
Beberapa negara percaya mereka dapat menyeimbangkan sebagian besar emisi mereka dengan menggunakan sumber daya alam mereka sendiri; namun ilmuwan dan juru kampanye lingkungan skeptis tentang gagasan tersebut.
Aktivis iklim Swedia Greta Thunberg mengatakan dia tidak ingin menjadi pusat perhatian, karena juru kampanye dari negara berkembang juga harus didengar .
Tapi Thunberg, yang mengilhami unjuk rasa kaum muda Fridays for Future, dikerumuni seperti bintang rock oleh penggemar dan jurnalis pada hari Sabtu ketika dia tiba di Glasgow dengan kereta api.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengakui protes iklim besar-besaran berhasil menekan para pemimpin dunia untuk menanggapi masalah ini dengan lebih serius,
“Terus doronglah (agar ada) tindakan,” katanya pada konferensi pemuda Sabtu.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.