Negara-negara berharap untuk menyelesaikan apa yang disebut sebagai buku aturan Paris beberapa tahun setelah kesepakatan itu ditandatangani, tetapi beberapa elemen dari kesepakatan itu masih belum selesai.
Beberapa elemen itu termasuk bagaimana setiap negara mengumpulkan dan melaporkan emisi gas rumah kaca mereka secara transparan dan bagaimana mengatur pasar karbon global.
Di antara isu-isu utama di COP26 adalah pertanyaan tentang bagaimana negara-negara miskin akan menanggung biaya membuang bahan bakar fosil murah demi energi terbarukan sambil beradaptasi dengan efek tak terhindarkan dari pemanasan global yang sudah "terpanggang" ke atmosfer.
Ada konsensus bahwa negara-negara kaya yang membayarnya, terutama negara-negara yang emisi karbon atau gas rumah kacanya besar dan menjadi penyebab utama perubahan iklim. Pertanyaannya adalah berapa banyak pendanaan yang harus disediakan untuk negara-negara miskin tersebut.
Baca Juga: Mengapa KTT Perubahan Iklim PBB Disebut COP26? Ini Sejarahnya
Banyak negara menekankan, menyediakan jutaan pekerjaan 'hijau' bagi jutaan orang yang bekerja di industri bahan bakar fosil adalah tantangan maha besar.
Tantangan ini berlaku untuk negara berkembang dan negara kaya seperti Amerika Serikat, di mana tambang batu bara dan ladang minyak adalah penyedia pekerjaan utama di daerah yang tertekan secara ekonomi.
Pepohonan, lahan basah, dan lautan terus-menerus menjadi mesin raksasa dari sang Pencipta untuk menyerap dan menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer.
Menghitung berapa banyak CO2 yang diserap dan disimpan oleh penyerap karbon ini adalah bagian kunci untuk berhitung tentang perubahan iklim.
Beberapa negara percaya mereka dapat menyeimbangkan sebagian besar emisi mereka dengan menggunakan sumber daya alam mereka sendiri; namun ilmuwan dan juru kampanye lingkungan skeptis tentang gagasan tersebut.
Aktivis iklim Swedia Greta Thunberg mengatakan dia tidak ingin menjadi pusat perhatian, karena juru kampanye dari negara berkembang juga harus didengar .
Tapi Thunberg, yang mengilhami unjuk rasa kaum muda Fridays for Future, dikerumuni seperti bintang rock oleh penggemar dan jurnalis pada hari Sabtu ketika dia tiba di Glasgow dengan kereta api.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengakui protes iklim besar-besaran berhasil menekan para pemimpin dunia untuk menanggapi masalah ini dengan lebih serius,
“Terus doronglah (agar ada) tindakan,” katanya pada konferensi pemuda Sabtu.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.