TOKYO/KAIRO, KOMPAS.TV -- Negara-negara maju menyimpan ratusan juta dosis vaksin virus corona berlebih yang berisiko kedaluwarsa.
Vaksin tersebut seharusnya dapat diberikan kepada orang-orang di negara berkembang yang memiliki kesulitan lebih besar dalam mendapatkan suntikan vaksin Covid-19, seperti dilansir Nikkei, Kamis, (07/10/2021).
Sekitar 100 juta dosis yang dibeli atau dijanjikan kepada Kelompok Tujuh Negara dan anggota Uni Eropa akan kedaluwarsa pada akhir tahun. Bahkan setelah mempertimbangkan suntikan booster atau suntikan vaksin Covid-19 ketiga bagi warga mereka, menurut analisis oleh firma riset Inggris Airfinity.
Total 240 juta dosis vaksin Covid-19 akan datang dua bulan sebelum kedaluwarsa, titik yang sangat sulit secara logistik untuk disumbang ke negara-negara berkembang.
Persediaan G-7 dan Uni Eropa akan berlebih sebanyak 1 miliar dosis pada akhir 2021, menurut Airfinity, karena pasokan vaksin Covid-19 melebihi kebutuhan.
Analisis berasumsi semua negara akan memberikan suntikan booster namun belum mempertimbangkan persetujuan vaksin untuk anak-anak di bawah 12 tahun.
Vaksin Covid-19 yang dipasok ke negara-negara maju biasanya memiliki umur simpan enam hingga tujuh bulan.
Ketika dosis didistribusikan ke negara-negara berkembang melalui fasilitas COVAX yang didukung Organisasi Kesehatan Dunia WHO, diperlukan tambahan waktu rentang logistik hingga mencapai warga yang akan disuntik vaksin. Seperti penyimpanan dingin dan transportasi ke lokasi vaksinasi beserta seluruh penyimpanan dan kebutuhan logistiknya.
Baca Juga: India Mulai Buka Pintu untuk Pelancong Internasional Pasca Badai Covid-19
Rentang waktu itulah yang harus diperhitungkan saat mempertimbangkan tanggal kedaluwarsa vaksin Covid-19 yang disumbangkan ke negara-negara berkembang.
Jepang membeli atau setuju untuk membeli 560 juta dosis, sementara sudah sepenuhnya memvaksinasi Covid-19 kepada lebih dari 60 persen populasinya, meskipun pada awal kampanye vaksinasinya lebih lambat daripada di Eropa dan Amerika Serikat.
Hampir semua orang di Jepang yang membutuhkan vaksin Covid-19 diperkirakan akan menerimanya sekitar bulan November, setelah itu vaksin Covid-19 diperkirakan akan menumpuk.
Airfinity memperkirakan stok vaksin Covid-19 yang dimiliki Jepang akan mulai memasuki jendela dua bulan menjelang kedaluwarsa pada sekitar akhir tahun ini.
Asumsinya Jepang mulai memberikan suntikan booster kepada warga yang lebih tua, sekitar delapan bulan setelah dosis kedua mereka. Lebih dari 100 juta dosis akan jatuh dalam periode itu pada Maret tahun depan.
Jepang mendistribusikan dosis Pfizer dan Moderna kepada pihak berwenang setempat saat menerimanya, dan tidak mencatat tanggal kedaluwarsa secara khusus, menurut Sekretariat Kabinet.
Sementara itu, negara tersebut telah meningkatkan donasi vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca, yang terbatas pada kelompok usia yang lebih tua di Jepang, untuk meminimalkan pemborosan.
Dengan permintaan dosis dari pembuat vaksin lain yang diperkirakan akan menurun, Tokyo perlu mempertimbangkan opsi serupa untuk kelebihan pasokan yang akan segera terjadi, mengingat masa dan rentang kedaluwarsa versus kebutuhan logistiknya untuk mencapai target vaksinasi.
Baca Juga: Distribusi Vaksin Dunia Timpang, Menlu RI: Covax Facility Cara Paling Tepat
Produsen vaksin Covid-19 berada di jalur yang tepat untuk menghasilkan 12,2 miliar dosis pada akhir tahun ini, cukup untuk menyuntik sepenuhnya seluruh populasi dunia yang berusia 12 tahun ke atas.
Tetapi banyak dari pasokan ini telah dijanjikan ke negara-negara maju, dan kampanye vaksinasi di negara-negara berkembang akan terus tertinggal tanpa pengaturan pembagian yang terencana dengan baik.
Lebih dari 300 juta dosis telah dikirimkan melalui COVAX hingga saat ini, jauh di bawah target awal 2 miliar dosis pada akhir tahun.
Batu sandungan lainnya melibatkan jaringan logistik rantai dingin yang belum berkembang di negara-negara berkembang.
Perekonomian negara maju juga dianggap perlu memberikan dukungan di bidang ini.
Malawi memusnahkan 20.000 dosis vaksin Covid-19 yang kedaluwarsa pada bulan Mei lalu, sementara Republik Demokratik Kongo mengembalikan ke COVAX 1,3 juta dosis vaksin Covid-19 yang berisiko kedaluwarsa sebelum dapat diberikan kepada warga mereka.
Seorang perwakilan GAVI yang bergabung dalam inisiatif COVAX WHO mengatakan, banyak negara kaya harus menyumbangkan vaksin Covid-19 yang masih punya masa kedaluarsa lebih panjang dan dengan cara yang lebih terencana dan terorganisir dengan baik.
Sumber : Kompas TV/Nikkei
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.