GUANTANAMO BAY, KOMPAS.TV — Pengadilan militer Amerika Serikat mulai menggelar persidangan terhadap Hambali alias Encep Nurjaman beserta dua tersangka lain di Kamp Guantanamo atas tuduhan serangan bom Bali 2002 dan berbagai plot teror lain di Asia Tenggara, seperti dilansir Associated Press, Selasa, (31/08/2021)
Hambali dan dua tersangka lain sudah menjalani penahanan selama 18 tahun tanpa dakwaan di Kamp Guantanamo
Encep Nurjaman alias Hambali, dan dua orang Malaysia mulai mendengar dakwaan terhadap mereka di hadapan komisi militer dalam persidangan militer selama hampir lima jam di pangkalan militer Amerika Serikat di Kuba, menghadapi tuduhan yang mencakup pembunuhan, konspirasi dan terorisme.
Persidangan terhambat masalah penerjemah persidangan, sementara komisi militer tidak dapat menyelesaikan dakwaan yang telah lama tertunda dan diperkirakan akan dilanjutkan pada hari Selasa.
Bagaimanapun, ini hanyalah langkah pertama dalam apa yang kemungkinan akan menjadi perjalanan hukum yang panjang.
Pengadilan kejahatan perang ini menghadapi banyak masalah, menyebabkan kasus-kasus Guantanamo lainnya merana selama bertahun-tahun, termasuk berbagai barang bukti dan keterangan terdakwa yang dinodai oleh penyiksaan CIA, serta tantangan yang ditimbulkan oleh pemenjaraan yang berkepanjangan tanpa tuduhan.
“Hampir 20 tahun kemudian, banyak saksi telah meninggal,” kata Brian Bouffard, pengacara salah satu dari dua warga Malaysia, Mohammed Nazir bin Lep. "Dalam pandangan saya, itu fatal bagi kemampuan untuk memiliki pengadilan yang adil."
Tuntutan itu muncul ketika pemerintahan Biden mengatakan akan menutup pusat penahanan di Kamp Guantanamo, di mana AS masih menahan 39 dari 779 orang yang ditangkap setelah serangan dan invasi 11 September 2001 ke Afghanistan.
Baca Juga: Hambali, Otak Bom Bali 2002 akan Jalani Persidangan Militer di AS 30 Agustus
Tiga orang yang didakwa sebagai dalang pengeboman klub malam di Bali itu ditahan di sel rahasia CIA selama tiga tahun, dan diyakini mengalami penyiksaan, pada apa yang oleh pemerintah AS disebut "(teknik) interogasi yang ditingkatkan,".
Keputusan untuk mendakwa ketiga orang tersebut, yang dibuat oleh seorang pejabat hukum Pentagon pada akhir pemerintahan Trump, memperumit upaya penyelesaian hukum kasus-kasus mereka, kata Bouffard, karena pemerintah Amerika Serikat kemungkinan akan cenderung tidak akan membebaskan orang-orang yang menghadapi penuntutan aktif, bahkan setelah bertahun-tahun dalam penahanan.
"Bahkan akan lebih sulit setelah dakwaan," katanya.
Tuntutan itu berjalan lebih awal, dengan pengacara untuk orang Malaysia mengatakan kepada hakim bahwa orang-orang itu tidak dapat memahami penerjemah mereka, yang tampaknya berbicara dengan terbata-bata dalam bahasa Inggris dan Melayu.
Tim hukum Bin lep juga mengungkapkan dalam keterangan pengadilan bahwa penerjemah Indonesia diduga terdengar mengatakan, “Saya tidak tahu mengapa pemerintah menghabiskan begitu banyak uang untuk para teroris ini; mereka seharusnya sudah dibunuh sejak lama.”
Hakim pengadilan itu berasal dari Angkatan Laut AS dan mengatakan penerjemah memenuhi persyaratan pengadilan dan mengizinkan persidangan untuk dilanjutkan, meskipun dia mengatakan akan mempertimbangkan masalah yang diangkat oleh pembela di kemudian hari.
Encep Nurjaman alias Hambali adalah salah seorang pemimpin Jemaah Islamiyah, sebuah kelompok militan Asia Tenggara yang terkait dengan al-Qaeda.
Pemerintah AS mengatakan Hambali merekrut militan, termasuk bin Lep dan bin Amin, untuk operasi jihad.
Baca Juga: Taliban Tunjuk Mantan Tahanan Guantanamo Jadi Menhan Afghanistan, Begini Sosoknya
Di antara plot yang dilakukan al-Qaeda dan Jemaah Islamiyah adalah bom bunuh diri Oktober 2002 di Paddy's Pub dan Sari Club di Bali, Indonesia, dan bom bunuh diri Agustus 2003 di J.W. Marriot di Jakarta, Indonesia.
Serangan itu menewaskan 213 orang, termasuk tujuh orang Amerika Serikat, dan melukai 109 orang termasuk enam orang Amerika Serikat.
Puluhan korban adalah turis asing, sebagian besar warga Australia.
Jaksa menuduh bin Lep dan bin Amin bertindak sebagai perantara dalam transfer uang yang digunakan untuk mendanai operasi kelompok tersebut.
Ketiganya ditangkap di Thailand pada tahun 2003 dan dipindahkan ke "lokasi-lokasi penahanan rahasia" CIA, dan menurut laporan Komite Intelijen Senat yang dirilis pada tahun 2014 mereka mendapat penyiksaan.
Pada tahun 2006, mereka dipindahkan ke Guantanamo.
Tidak jelas mengapa butuh waktu lama untuk menuntut mereka di pengadilan.
Jaksa militer mengajukan tuntutan terhadap orang-orang tersebut pada Juni 2017, tetapi pejabat hukum Pentagon yang mengawasi kasus-kasus Guantanamo menolak dakwaan tersebut dengan alasan yang belum diungkapkan kepada publik.
Kasus ini memiliki banyak elemen yang membuatnya rumit, termasuk apakah pernyataan yang dibuat orang-orang tersebut kepada pihak berwenang dapat dianggap berlaku di pengadilan, karena pernyataan dan keterangan mereka dibuat setelah mereka menderita penyiksaan dan pelecehan selama dalam tahanan CIA.
Selain itu terdapat fakta yang menambah kerumitan, dimana sebagian kawanan teroris ini telah menjalani persidangan, penjara dan eksekusi mati di Indonesia.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.