Tim hukum Bin lep juga mengungkapkan dalam keterangan pengadilan bahwa penerjemah Indonesia diduga terdengar mengatakan, “Saya tidak tahu mengapa pemerintah menghabiskan begitu banyak uang untuk para teroris ini; mereka seharusnya sudah dibunuh sejak lama.”
Hakim pengadilan itu berasal dari Angkatan Laut AS dan mengatakan penerjemah memenuhi persyaratan pengadilan dan mengizinkan persidangan untuk dilanjutkan, meskipun dia mengatakan akan mempertimbangkan masalah yang diangkat oleh pembela di kemudian hari.
Encep Nurjaman alias Hambali adalah salah seorang pemimpin Jemaah Islamiyah, sebuah kelompok militan Asia Tenggara yang terkait dengan al-Qaeda.
Pemerintah AS mengatakan Hambali merekrut militan, termasuk bin Lep dan bin Amin, untuk operasi jihad.
Baca Juga: Taliban Tunjuk Mantan Tahanan Guantanamo Jadi Menhan Afghanistan, Begini Sosoknya
Di antara plot yang dilakukan al-Qaeda dan Jemaah Islamiyah adalah bom bunuh diri Oktober 2002 di Paddy's Pub dan Sari Club di Bali, Indonesia, dan bom bunuh diri Agustus 2003 di J.W. Marriot di Jakarta, Indonesia.
Serangan itu menewaskan 213 orang, termasuk tujuh orang Amerika Serikat, dan melukai 109 orang termasuk enam orang Amerika Serikat.
Puluhan korban adalah turis asing, sebagian besar warga Australia.
Jaksa menuduh bin Lep dan bin Amin bertindak sebagai perantara dalam transfer uang yang digunakan untuk mendanai operasi kelompok tersebut.
Ketiganya ditangkap di Thailand pada tahun 2003 dan dipindahkan ke "lokasi-lokasi penahanan rahasia" CIA, dan menurut laporan Komite Intelijen Senat yang dirilis pada tahun 2014 mereka mendapat penyiksaan.
Pada tahun 2006, mereka dipindahkan ke Guantanamo.
Tidak jelas mengapa butuh waktu lama untuk menuntut mereka di pengadilan.
Jaksa militer mengajukan tuntutan terhadap orang-orang tersebut pada Juni 2017, tetapi pejabat hukum Pentagon yang mengawasi kasus-kasus Guantanamo menolak dakwaan tersebut dengan alasan yang belum diungkapkan kepada publik.
Kasus ini memiliki banyak elemen yang membuatnya rumit, termasuk apakah pernyataan yang dibuat orang-orang tersebut kepada pihak berwenang dapat dianggap berlaku di pengadilan, karena pernyataan dan keterangan mereka dibuat setelah mereka menderita penyiksaan dan pelecehan selama dalam tahanan CIA.
Selain itu terdapat fakta yang menambah kerumitan, dimana sebagian kawanan teroris ini telah menjalani persidangan, penjara dan eksekusi mati di Indonesia.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.