JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada Minggu (15/8/2021), Taliban dengan cepat mengambil alih Ibu Kota Afghanistan, Kabul, lewat serangan kilat selama 10 hari usai pasukan asing pimpinan Amerika Serikat (AS) menarik diri.
Kemenangan mengejutkan Taliban ini menunjukkan dua hal. Pertama, militer Afghanistan yang lemah dan begitu bergantung pada tentara AS.
Kedua, Taliban memiliki kemampuan kuat dalam pertempuran. Pusat Pemberantasan Terorisme AS memperkirakan, kelompok inti Taliban berjumlah 60.000 orang.
Taliban juga memiliki tambahan kelompok milisi dan pendukung lainnya, sehingga total jumlah mereka dapat melebihi 200.000 personel.
Baca Juga: Investasi Miliaran Dolar 2 Dekade AS pada Tentara Afghanistan Sia-Sia, Kini Justru Diambil Taliban
Keberhasilan Taliban menguasai Kabul juga membuat mereka dapat menyita seluruh persenjataan canggih tentara Afghanistan, hasil pemberian militer AS.
Pemerintah AS sendiri menggelontorkan uang setidaknya 83 miliar dolar AS atau setara Rp 1.192 triliun untuk pengembangan pasukan Afghanistan.
Setelah menguasai Afghanistan, Taliban mengklaim hendak menegakkan syariah atau hukum Islam versi mereka.
Lalu, dengan pasukan dan persediaan senjata canggih itu, apakah Taliban akan membantu Palestina yang sama-sama mayoritas Islam dan wilayahnya sedang diduduki Israel?
Apalagi, Israel mendapat sokongan dari AS, musuh besar Taliban dalam Perang Afghanistan selama 20 tahun terakhir.
Siapa Taliban?
Taliban bermula dari madrasah-madrasah atau sekolah di daerah Pashtun di Afghanistan timur dan selatan. Sebagian menuduh mereka berasal dari wilayah Pakistan Utara.
Sekolah itu mengajarkan ajaran Islam tradisional. Siswa-siswa (talib) di sana juga menjadi pelaku perang saudara antara Pemerintah dan kelompok pemberontak sejak 1979.
Amerika dan Uni Soviet ikut turut campur dalam perang itu untuk merebut kendali geopolitik di wilayah Asia. Keduanya saat itu sedang terlibat Perang Dingin.
Pasukan pemberontak mendapat dukungan dari Amerika, Pakistan, China, Iran, Arab Saudi, dan Inggris. Sementara, pemerintah Afghanistan disokong Uni Soviet.
Baca Juga: Masa Depan Ekonomi Afghanistan di Bawah Taliban, Prediksi Investasi China hingga Negara Narkoba
Siswa-siswa di madrasah daerah Pashtun itu ikut berperang dan belajar teknik militer selama Perang Afghanistan-Uni Soviet.
Setelah perang usai, Taliban muncul pada 1994. Di bawah kepemimpinan Mullah Mohammad Omar, gerakan ini menyebar ke sebagian besar Afghanistan.
Dengan pengalaman dari perang sebelumnya, Taliban berhasil merebut kekuasaan dari panglima perang Mujahidin.
Kemunculan Taliban awalnya mendapat sambutan besar dari masyarakat Afghanistan. Sebab, Taliban berjanji dapat memulihkan perdamaian dan keamanan di sana.
Kemudian, Taliban berhasil berkuasa di Afghanistan pada periode 1996-2001. Taliban memerintah sebagai penguasa otoriter dengan memberlakukan hukuman keras pada pezina, pembunuh, dan pencuri.
Di sisi lain, mereka melarang perempuan bersekolah dan membatasi kegiatan mereka di luar rumah. Perempuan wajib mengenakan burqa yang menutupi seluruh tubuh, termasuk wajah.
Pada Desember 2001, gabungan kekuatan panglima Mujahidin dan tentara asing pimpinan Amerika Serikat menggulingkan Taliban, hanya 3 bulan setelah serangan 11 September.
Sejak itu, Taliban melancarkan perlawanan gerilya terhadap pemerintah Afghanistan yang didukung Amerika Serikat dan sekutu NATO.
Taliban dan Palestina
Taliban memiliki asal-usul geografis dan teologi yang berbeda dengan Hamas di Palestina.
Baca Juga: China dan Taliban Afghanistan Memulai Kemesraan Penuh Duri Pasca Amerika Serikat
Hal ini merujuk makalah berjudul Hamas, Taliban, and The Jewish Underground: An Economists' View of Radical halaman 10-11, yang ditulis Eli Berman pada September 2003.
“Keduanya berkembang menjadi milisi yang memproduksi barang publik lokal dengan menggunakan kekerasan. Kesamaan ini bukan tanpa batasan," tulis Eli Berman.
"Satu perbedaan adalah Hamas memandang sebagian besar orang Palestina sebagai anggota potensial, sedangkan Taliban tampaknya melihat mayoritas orang Afghanistan sebagai yang harus ditaklukkan," lanjutnya.
Konflik Palestina sendiri tidak hanya melibatkan Hamas dan Israel. Di dalam Palestina, ada pula kelompok Fatah yang berselisih jalan dengan Hamas.
PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) dari faksi Fatah umumnya mengupayakan jalan damai. Sementara, Hamas memilih jalan kekerasan dalam perjuangan negara mereka.
Meski ada perbedaan pandangan, nyatanya Taliban pun memerhatikan isu kemerdekaan Palestina. Pada 2008, Taliban pernah mengeluarkan pernyataan ajakan jihad pada umat Islam seluruh dunia.
“Kami berharap Umat Islam meninggalkan kelalaian, bangkit dan mengobarkan ... jihad dan secara praktis membantu umat Islam Palestina, Irak dan Afghanistan,” tulis mereka pada 29 Desember 2008.
Saat Taliban berkuasa kembali, Hamas pun menyampaikan selamat atas keberhasilan itu.
“Selamat pada muslim Afghani atas kejatuhan pendudukan Amerika di seluruh teritori Afghani,” tulis Moussa Abu Marzouk, pejabat senior Hamas pada Senin (16/8/2021).
Baca Juga: Penerbangan Kembali Berlangsung di Bandara Kabul, Afghanistan, Setelah Kemarin Kusut dan Kacau
Tak cuma itu, sebelumnya jajaran pemimpin Hamas pun bertemu dengan Taliban usai serangan Israel ke Jalur Gaza pada Mei 2021.
Di sisi lain, pihak PLO dan Fatah mengecam Taliban lewat sebuah unggahan di Facebook. Anggota komite PLO Ahmad Majdalani menyebut Taliban sebagai teroris.
“Taliban ini adalah Taliban yang sama, pasukan brutal dan jahat yang menghasilkan ISIS dan Al-Qaeda. Dan terkait seluruh bentuk ekstremisme dan terorisme, rakyat Arab dan Islam adalah orang pertama dan paling banyak terdampak karenanya,” tulis Majdalani.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.