ISLAMABAD, KOMPAS.TV - Putri diplomat Pakistan dipenggal oleh teman prianya setelah sempat ditahan selama tiga hari.
Noor Mukadam, 27 tahun ditahan oleh Zhari Jaffar di rumahnya di Islamabad, Pakistan, sebelum akhirnya dipenggal.
Pembunuhan sadis itu pun memicu kemarahan masyarakat Pakistan akan maraknya kejahatan dan kekerasan pada perempuan di negara itu.
Apalagi, Pakistan memiliki catatan buruk terkait perlindungan terhadap perempuan.
Baca Juga: Taliban Kuasai Tiga Ibu Kota Provinsi Afghanistan dalam Sehari
Bahkan rakyat Pakistan memberikan dukungan lewat #JusticeforNoor di Twitter.
Bahkan mereka membuat akun GoFundMe yang kini telah terkumpul 36.000 poundsterling atau setara Rp716 juta, sebelum akun itu akhirnya ditutup.
Dikutip dari The Sun, Minggu (8/8/2021), Noor disiksa oleh Jaffer di rumahnya di daerah luar kota Islamabad, Sektor F-7.
Berdasarkan laporan polisi, orang tua Noor khawatir saat mengetahui putrinya tak pulang ke rumah pada 19 Juli.
Mereka kemudian menerima telepon darinya yang menyatakan ia sedang berpergian ke Lahore dengan temannya.
Pada 20 Juli, keluarga Noor menerima telepon dari Jaffer yang mengatakan Noor tak bersamanya.
Beberapa jam kemudian, polisi menghubungi ayah Noor yang mengatakan putrinya telah tewas.
Baca Juga: Perang Antar Geng Sebabkan Kerusuhan di Penjara Guatemala, Enam Napi Tewas Dipenggal
Ia pun dibawa ke rumah Jaffer untuk mengidentifikasi jasadnya.
Kepolisian menolak berspekulasi mengenai motif pembunuhan yang dilakukan oleh Jaffer.
Orang tua Jafer, Asmat dan Zakir juga ditangkap dengan tuduhan melakukan upaya maksimal untuk menghapus bukti.
Kasus ini semakin mendapat perhatian besar karena keluarga Jaffer merupakan salah satu pemilik perusahaan perdagangan besar di Pakistan serta firma proyek manajemen.
Selain itu, kasus kematian Noor menarik perhatian terhadap nasib perempuan dan anak perempuan di Pakistan.
Pada 2020, pengawas Hak Asasi Manusia (HAM) menegaskan kekerasan terhadap perempuan di Pakistan merupakan masalah serius.
Baca Juga: Taliban Kuasai Tiga Ibu Kota Provinsi Afghanistan dalam Sehari
Kementerian HAM Pakistan mengungkapkan 28 persen perempuan antara usia 15 hingga 49 tahun merasakan kekerasan fisik sejak remaja.
Kekerasan biasanya terjadi di rumah dan di antara pasangan yang menikah, namun kebanyakan dari itu tak dilaporkan karena dianggap normal dalam budaya patriarki di Pakistan.
Para aktivis berpendapat di Pakistan sistem hukum yang ada melihat pelecehan sebagai masalah pribadi.
Tidak ada undang-undang nasional yang melarang pelecehan terhadap perempuan, meski beberapa provinsi telah memperkenalkannya pada undang-undang mereka sendiri.
Sumber : The Sun
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.