Pashtun merupakan kelompok etnis utama di Afghanistan.
Baca Juga: Rebut Dua Kota Perbatasan Penting, Taliban Kian Berkuasa di Afghanistan
Di akhir video, terdengar seseorang berkata, “Lepaskan semuanya dari (tubuh) mereka!”.
Dalam video yang lain, seseorang juga terdengar berbicara, “Buka pelindung tubuhnya!”.
Salah satu pejuang Taliban lalu tampak mempreteli peralatan perang dari tubuh pasukan Afghanistan yang tewas dieksekusi itu.
Palang Merah mengonfirmasi bahwa 22 jenazah pasukan komando Afghanistan telah diambil.
Insiden pembantaian terhadap tentara Afghanistan itu tampak bertentangan dengan upaya Taliban menunjukkan niatnya menerima penyerahan diri pasukan Afghanistan.
Tiga hari setelah pertempuran di Dawlat Abad, Taliban mengunggah video yang menunjukkan penyitaan truk dan senjata militer.
Lewat unggahan video itu, Taliban mengklaim bahwa “para penjaga Washington, komando khusus terlatih CIA yang telah memburu Taliban di Dawlat Abad, Faryab, ditangkap hidup-hidup oleh Taliban, dilucuti senjatanya dan diborgol.”
Taliban menyatakan bahwa video yang menunjukkan eksekusi terhadap pasukan elit Afghanistan itu palsu dan merupakan propaganda pemerintah untuk menakut-nakuti tentara agar tak menyerah pada Taliban.
Juru bicara Taliban menyatakan, mereka masih menahan 24 pasukan komando Afghanistan yang ditangkap di provinsi Faryab. Namun, Taliban tak menunjukkan bukti.
Baca Juga: Taliban Kembali Merajai, Tentara Afghanistan Kabur ke Tajikistan, Sejumlah Negara Tutup Konsulat
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Afghanistan membantah bahwa Taliban menahan pasukan komando Afghanistan, dan menyatakan bahwa mereka telah membunuhnya.
Pengawas hak asasi manusia (HAM) Amnesty International menyatakan, eksekusi Taliban terhadap pasukan Afghanistan merupakan kejahatan perang.
“Rekaman yang sangat mengganggu ini mengerikan dan memberikan wawasan tentang situasi yang semakin menyedihkan yang menyelimuti Afghanistan. Apa yang kita saksikan adalah pembunuhan berdarah dingin terhadap tentara yang menyerah – sebuah kejahatan perang,” demikian pernyataan Amnesty International.
Sumber : Kompas TV/CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.