PARIS, KOMPAS.TV - Prancis melakukan pembelaan dan mengecam tuduhan Iran bahwa mereka melakukan kegiatan mata-mata ke negara Islam tersebut.
Tuduhan tersebut diungkapkan Iran setelah menangkap warga Prancis, Benjamin Briere akhir tahun lalu.
Pria berusia 35 tahun itu ditangkap di perbatasan Iran-Turkmenistan ketika tengah menerbangkan drone.
Pihak Iran menegaskan Briere berusaha memata-matai Iran dan memberikan informasinya kepada Prancis.
Baca Juga: Terancam Digulingkan Oposisi Israel Bersatu, Netanyahu Langsung Mengambil Langkah Pencegahan
Jaksa Penuntun Umum Iran, Minggu (30/5/2021) mendakwanya dengan kegiatan mata-mata, dan bisa dihukum mati jika dinyatakan bersalah.
Seperti dikutip dari BBC, Kementerian Luar Negeri Prancis menegaskan tuduhan Iran itu tak bisa dimengerti.
Mereka menegaskan tak memiliki apa-apa yang bisa menguatkan tuduhan tersebut.
Kementerian Luar Negeri Prancis menegaskan ia ditangkap ketika tengah liburan ke Iran pada Mei 2020.
Kejaksaan Iran juga mendakwa Briere dengan tuduhan propaganda melawan sistem.
Baca Juga: Bertengkar di Balkon Apartemen, Pasangan Ini Jatuh dari Ketinggian 7 Meter
Tuduhan itu bisa membuat Briere bisa ditahan hingga setahun di penjara.
Namun, pengacaranya, Saeid Dehghan mencuitkan bahwa Iran telah menarik dakwaan mengonsumsi miuman beralkohol dan korupsi, salah satu dakwaan paling serius di Iran.
Dakwaan terhadap Briere dijatuhkan beberapa hari setelah saudarinya, Blandine meminta Presiden Prancis, Emmanuel Macron untuk membantu membebaskan sudaranya.
Ia mengatkan Brier menjadi alat negosiasi dan menegaskan dakwaan terhadap saudaranya itu tak berdasar.
Tuduhan Iran terhadap Prancis pun kian meningkatkan ketegangan antara negara Republik Islam tersebut dengan negara-negara Eropa serta Amerika Serikat (AS).
Padahal Prancis, bersama AS Dan Inggris, China, Rusia serta Jerman berusaha untuk mengembalikan kesepakatan nuklir dengan Iran, yang sempat.
Kedua pihak sebelumnya menandatangani perjanjian nuklir pada 2015.
Baca Juga: Dewan Garda Loloskan 7 Nama Bakal Capres Iran, Tak Ada Nama Mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad
Namun, perjanjian itu kemudian diacuhkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang akhirnya keluar dari kesepakatan tersebut pada 2018.
Ketika itu pemerintahan Trump malah kembali memberikan sanksi kepada Iran, jika mereka tak mau menutup fasilitas nuklirnya.
Iran sendiri bersikeras program nuklir itu bertujuan untuk perdamaian.
Namun, negara-negara lainnya sangsi akan hal itu, termasuk Prancis, dan curiga fasilitas itu akan digunakan untuk membangun bom nuklir.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.