SEOUL, KOMPAS.TV - Korea Utara baru-baru ini mengeluarkan pernyataan kontroversial seputar industri musik Pop Korea Selatan atau K-Pop. Media pemerintah Korut mengecam industri K-Pop memperlakukan personnel BTS dan Blackpink seperti sekelompok “budak”.
“Sebagian besar penyanyi remaja, termasuk BTS dan Blackpink, dilaporkan menandatangani kontrak dengan konglomerat industri hiburan seperti SM Entertainment pada usia muda,” demikian pernyataan resmi Korut dalam situs Arirang Meari, Sabtu (13/3/2021), dikutip dari NK News.
Artikel itu juga mengutuk lebih jauh perlakuan buruk pada para penyanyi K-Pop.
Baca Juga: Jadi Korban Kejahatan Anti-Asia di AS, Nenek Ini Mengamuk dan Balik Menjotos Pelaku!
“Penyanyi remaja Korea Selatan ini terikat kontrak yang tidak adil dan ditahan di fasilitas pelatihan, dan mereka tercerabut dari tubuh, hati, dan jiwa mereka sendiri saat diperlakukan sebagai budak oleh bos konglomerat industri hiburan yang jahat dan korup," tulis Arirang Meari.
Korea Utara menuduh pula industri hiburan “menyedot sebagian besar pendapatan para penyanyi itu” untuk membayar biaya pelatihan mereka.
“Selain pelatihan yang keras, mereka mengalami penghinaan dan perlakuan yang tidak manusiawi. Banyak penyanyi perempuan yang masih muda bahkan dipaksa untuk menyenangkan hati politisi dan pelaku industri secara seksual."
Banyak penyanyi muda menderita sakit mental dan fisik serta berada di penjara berjalan. Beberapa dari mereka bahkan bunuh diri, meninggalkan catatan bunuh diri yang mengatakan sulit untuk terus hidup seperti ini," tambah artikel itu, dikutip dari koreatimes.co.kr.
Sang-sin Lee, seorang peneliti di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional (KINU), mengatakan bahwa Korea Utara kemungkinan mencela K-pop untuk melawan pengaruh Korea Selatan.
Baca Juga: Indonesia Dipaksa Mundur dari All England 2021, BWF Ucapkan Permohonan Maaf
Pemerintah Korea Utara di bawah Kim Jong Un tidak mengizinkan sebagian besar warganya mengonsumsi media asing. Namun, sebagian warga masih berhasil mendapatkan selundupan kaset film, musik, dan acara TV dari Korea Selatan.
"[Pyongyang] berpikir sulit untuk sepenuhnya memblokir distribusi musik K-pop. Jadi, mereka bekerja untuk menghasilkan semacam kontraintelijen, mengklaim bahwa lagu-lagu populer ini dibuat dalam kondisi yang buruk atau eksploitasi 'seperti budak' terhadap trainee muda,” ujar Lee.
“Ini menunjukkan bagaimana Korea Utara mungkin mempertimbangkan penyebaran budaya pop Korea Selatan sebagai ancaman yang signifikan," kata Hong Min, direktur Divisi Riset Korea Utara di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional (KINU).
Berbagai label Korea Selatan, seperti Big Hit Entertainment, YG Entertainment, dan SM Entertainment belum memberikan komentar soal tuduhan itu.
Sikap Korea Utara soal industri hiburan Korea Selatan tak selalu seperti ini. Sebelumnya pada April 2018 Kim Jong Un menerima 160 orang delegasi dari Korsel, termasuk girlband Red Velvet dan penyanyi Cho Yong Pil.
Baca Juga: BTS hingga GFRIEND, Agensi Big Hit Entertainment Serukan Kampanye What Do You Believe In, Ada Apa?
Saat itu, Kim Jong Un mengaku “benar-benar tersentuh” atas penampilan para artis Korea Selatan.
Lalu, pada Februari 2020 situs propaganda Korut Choson Sinbo memuji film “Parasite” sebagai mahakarya yang berhasil mengungkap kesenjangan orang kaya dan miskin di Korsel.
Sebulan kemudian, situs propaganda Korea Utara mengecam drama Korea Selatan berjudul "Crash Landing On You," yang menggambarkan hubungan antara seorang perempuan ahli waris konglomerat Korea Selatan dan seorang tentara Korea Utara.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.