YANGON, KOMPAS.TV - Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Saat ini adalah masanya generasi milenial turun tangan, begitu juga di Myanmar. Generasi milenial Myanmar membanjiri media sosial dan jalanan untuk mengecam junta militer yang melakukan kudeta di negara mereka.
Seperti dilansir dari AFP, Selasa (09/02/2021), di saat ribuan orang turun ke jalan melancarkan unjuk rasa, kaum millenial yang lahir akhir tahun 90an dan awal 200an juga menyuarakan aspirasi mereka di internet dengan berbagai sindiran.
Selain itu mereka turun ke jalan en masse melawan pemerintahan militer dan menuntut pembatalan kudeta serta pembebasan Aung San Suu Kyi, presiden, beserta seluruh pemimpin politik sipil yang ditahan 1 Februari lalu.
"Orang introvert pun sampai ada di sini," bunyi tulisan di salah satu poster pengunjuk rasa yang dikutip kantor berita AFP pada Selasa (9/2/2021).
Baca Juga: Terdengar Suara Tembakan, Beberapa Pengunjuk Rasa di Myanmar Terluka Saat Unjuk Rasa
"Mantanku jahat, tapi militer Myanmar lebih jahat," kata remaja lainnya.
Cemoohan banyak tertuju pada panglima militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta Myanmar untuk menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
"Impian kita lebih tinggi dari MAL," bunyi tulisan di karton yang mengacu pada postur pendek mungil panglima tertinggi Myanmar itu.
"Min Aung Hlaing aku benci kamu lebih dari haid," kata remaja lainnya saat menurunkan jendela mobil.
Foto-foto sindiran kepada militer Myanmar banyak menyebar di media sosial, dan di-retweet serta dikomentari netizen dari Hong Kong, Amerika Serikat, dan negara-negara lain.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Larang Kerumunan, Unjuk Rasa Jalan Terus di Yangon, Mandalay dan Naypyidaw
Kampanye media sosial ini adalah jenis protes baru yang kreatif untuk Myanmar, kata Htaike Htaike Aung, direktur eksekutif Myanmar ICT for Development, kelompok hak digital yang berbasis di Yangon.
"Generasi muda... ada di Facebook, TikTok, Instagram, dan Discord memobilisasi anak-anak muda lainnya," katanya kepada AFP seperti dikutip oleh Kompas.com.
Tidak seperti generasi sebelumnya yang banyak terputus dari dunia luar selama 49 tahun pemerintahan militer, para pengunjuk rasa Myanmar sekarang lebih muda dan melek internet.
Banyak kata-kata protes yang mereka tulis dalam bahasa Inggris, seakan ingin menarik perhatian dunia. Media sosial pun dimanfaatkan untuk bertukar tips cara unjuk rasa yang aman dari pengunjuk rasa di Hong Kong dan Thailand.
Baca Juga: Pemimpin Tertinggi Militer Myanmar Pidato, Berjanji Serahkan Kekuasaan Kepada Pemenang Pemilu Baru
Sebelum Myanmar memulai transisi demokrasi tahun 2011, warnet semarak di kota-kota besar, namun akses Skype, Gmail, dan Facebook dibatasi ketat oleh junta militer.
Kemudian, kendati penggunaan smartphone melonjak di seluruh dunia, jumlah ponsel pintar di Myanmar adalah yang kedua paling sedikit di dunia, di bawah Korea Utara. Kartu SIM pun harganya ribuan dollar (belasan juta rupiah).
Situasi berubah 2013 ketika pemerintah mengakhiri monopoli negara di sektor telekomunikasi. Harga kartu SIM turun drastis dan ponsel pintar dari China dengan aplikasi Facebook bawaan dijual luas.
Lalu kini dunia maya Myanmar berkembang pesat dengan munculnya aplikasi ojek online, pesan antar makanan, dan platform transfer uang dalam bentuk emas internet.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.