NYAPYIDAW, KOMPAS.TV - Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan evakuasi WNI dan keluarga, mengantisipasi bila kondisi di Myanmar memburuk ditengah meluasnya unjuk rasa di seluruh Myanmar.
Seperti dilansir dari Kompas.com, Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Iza Fadri, dalam pertemuan virtual dengan warga negara Indonesia Senin (08/02/2021) mengatakan, sejak dua hari lalu Kementerian Luar Negeri RI melakukan persiapan darurat untuk berjaga-jaga, termasuk kemungkinan evakuasi WNI.
"Evakuasi (akan dilakukan) kalau situasi sudah anarkis, tak ada lagi hukum dan pemerintah sudah tak bisa mengendalikan situasi lagi, tak ada lagi otoritas, dan WNI sudah tidak bekerja juga. Menurut saya lebih baik, evakuasi, itu yang bisa dijadikan patokan untuk evakuasi," kata Iza.
Iza Fadri juga mengimbau kepada WNI di Myanmar, yang perusahaannya tutup dan tak beroperasi lagi, untuk lebih baik kembali ke Indonesia.
Rencana darurat yang telah disiapkan itu, menurut Iza, termasuk beberapa alternatif, seperti menggunakan pelabuhan bila bandar udara ditutup.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Tenaga Kesehatan, Biksu, Suku Minoritas, Bergabung Unjuk Rasa Menentang Militer
Warga negara Indonesia di Myanmar tercatat sekitar 600 orang dan sejauh ini sudah lebih dari 400 yang mendaftarkan diri secara online di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon.
Iza mengatakan demonstrasi yang telah terjadi dalam beberapa hari ini terdengar dari kantor kedutaan, dan ia mengimbau warga Indonesia untuk tidak keluar rumah.
"Kami lihat (demo ini) sangat masif. Kami imbau warga untuk tidak usah ikut. Pak Athan [atase pertahanan] mengirim foto, ada orang yang pakai senjata panjang dari gedung tinggi [sniper dalam istilah militer]," tambah Dubes Iza.
Namun sejauh ini menurut Iza, unjuk rasa dalam tiga hari terakhir berjalan damai.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: TV Pemerintah Ancam Pendemo Akan Ditindak, Kaum LGBTQ Turun Gunung Berunjuk Rasa
Perkembangan terakhir hari ini, unjuk rasa membesar di berbagai kota mengecam kudeta militer dan penangkapan Aung San Suu Kyi serta presiden dan pejabat negara serta anggota parlemen hasil pemilu November lalu.
Pengunjuk rasa juga menuntut pihak militer menghormati hasil pemilu bulan November tahun lalu.
Meskipun unjuk rasa dan penentangan terhadap kudeta semakin luas, sejauh ini militer terpantau sama sekali belum mengeluarkan pernyataan. Penguasa militer telah menempati ibu kota, Naypyidaw, dan sejauh ini juga menghindari keterlibatan langsung dengan para pengunjuk rasa.
Baca Juga: Pengunjuk Rasa Penentang Kudeta Myanmar Dihadang Polisi dengan Meriam Air
Di ibu kota Myanmar, Naypyidaw, polisi menggunakan kanon air dalam menghadapi para buruh yang mogok. Sejumlah laporan menyebutkan ada beberapa yang terluka.
TV negara memperingatkan pengunjuk rasa bahwa mereka akan mengambil tindakan bila mengancam keamanan publik atau "melanggar hukum."
Buruh di berbagai wilayah di Myanmar melancarkan aksi mogok nasional dalam demonstrasi hari ketiga, pada Senin (08/02/2020).
Dalam aksinya, para buruh juga menuntut pembebasan pemimpin terpilih, Aung San Suu Kyi, dan dikembalikannya demokrasi di negara tersebut.
Baca Juga: Pengunjuk Rasa Penentang Kudeta Myanmar Dihadang Polisi dengan Meriam Air
Menurut penuturan Gerald Eman, ketua Kerukunan Indonesia Myanmar (KIM), WNI yang telah tinggal di negara itu selama 17 tahun, mengatakan berdasarkan pengalamannya, demonstrasi di negara itu belum pernah diwarnai kerusuhan dan penjarahan.
"(Sejauh pengalaman saya), karakternya (demonstrasi) tak anakarkis. Kerusuhan, menjarah toko dan lain-lain belum pernah kita liat, kondisinya benar-benar politik," kata Gerald seperti dilansir dari Kompas.com,
Tak ada yang merusak, menjarah atau melawan aparat
Warga Indonesia yang tinggal di Yangon Cecep Yadi menceritakan, dari apa yang dilihatnya dalam tiga hari terakhir ini, para demonstran tidak ada yang sampai merusak fasilitas umum.
"Mereka di sini tidak ada yang merusak fasilitas, menjarah toko ataupun melawan aparat keamanan. Semuanya berisik, berteriak, dan berorasi, tapi tidak ada yang takut.
"Tidak ada yang hanya menonton.. Kalaupun tinggal di rumah, mereka akan diam di depan rumah dan ikut mengangkat tangan tiga jari sebagai bentuk partisipasi demokrasi dan ikut membagikan makanan dan minuman ke setiap orang yang lewat," tambah Cecep.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Unjuk Rasa Makin Besar di Seluruh Myanmar Menyusul Sambungan Internet Dipulihkan
"Berdasarkan dua hari kemarin, demo selesai jam 20.00, dan mereka kembali ke rumah masing-masing dan membuat suara bising selama kurang lebih 15 menit dengan memukul mukul alat alat dapur (panci atau wajan). Setelah itu sepi."
Ribuan orang berkumpul di Yangon dan Mandalay, sementara meriam air telah disiagakan di Ibu Kota Naypyidaw untuk mengantisipasi puluhan ribu pendemo.
Aksi ini terjadi sehari setelah rakyat Myanmar menggelar demo terbesar dalam lebih dari satu dekade. Pada Senin (08/02/2020) pagi, puluhan ribu orang telah berkumpul di Naypyidaw.
Aksi serupa digelar di sejumlah kota lainnya yang diikuti pendemo dalam jumlah signifikan, sebagaimana dilaporkan BBC Burmese yang dilansir Kompas.com
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Paus Fransiskus Doakan dan Ungkap Solidaritasnya untuk Rakyat Myanmar
Para demonstran mencakup para guru, pengacara, pegawai bank, hingga pegawai negeri sipil. Sekitar 1.000 guru telah berpawai dari berbagai penjuru Yangon menuju Pagoda Sule di pusat kota tersebut.
Di Naypyidaw, kepolisian menggunakan meriam air untuk menghalau para pendemo dan sudah ada beragam laporan mengenai sejumlah orang yang cedera.
Aksi unjuk rasa dan seruan agar para buruh tidak bekerja juga berlangsung di dunia maya. "Ini adalah hari kerja, tapi kami tidak akan bekerja bahkan jika gaji kami dipotong," kata seorang buruh pabrik garmen berusia 28 tahun, Hnin Thazin, kepada kantor berita AFP seperti diberitakan Kompas.com.
Baca Juga: Militer Myanmar Tangkap Warga Australia yang Juga Penasihat Aung San Suu Kyi
Sehari sebelumnya, pada Minggu (07/02/2021), puluhan ribu orang melakukan protes di kota Yangon, untuk menentang kudeta, gerakan yang tidak bisa dibendung oleh pemblokiran internet yang diberlakukan oleh penguasa militer. "Kami tidak ingin kediktatoran militer," teriak banyak demonstran.
Banyak yang memegang foto pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi dan mengenakan pakaian merah, warna partai Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi.
Mereka juga menuntut agar Suu Kyi dibebaskan. Dia tidak terlihat lagi sejak tentara menggulingkan pemerintahannya Senin (01/02/2021) lalu. Demonstrasi yang lebih kecil dilaporkan terjadi di Kota Mawlamine dan Mandalay.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.