Baca Juga: Pengunjuk Rasa Penentang Kudeta Myanmar Dihadang Polisi dengan Meriam Air
Menurut penuturan Gerald Eman, ketua Kerukunan Indonesia Myanmar (KIM), WNI yang telah tinggal di negara itu selama 17 tahun, mengatakan berdasarkan pengalamannya, demonstrasi di negara itu belum pernah diwarnai kerusuhan dan penjarahan.
"(Sejauh pengalaman saya), karakternya (demonstrasi) tak anakarkis. Kerusuhan, menjarah toko dan lain-lain belum pernah kita liat, kondisinya benar-benar politik," kata Gerald seperti dilansir dari Kompas.com,
Tak ada yang merusak, menjarah atau melawan aparat
Warga Indonesia yang tinggal di Yangon Cecep Yadi menceritakan, dari apa yang dilihatnya dalam tiga hari terakhir ini, para demonstran tidak ada yang sampai merusak fasilitas umum.
"Mereka di sini tidak ada yang merusak fasilitas, menjarah toko ataupun melawan aparat keamanan. Semuanya berisik, berteriak, dan berorasi, tapi tidak ada yang takut.
"Tidak ada yang hanya menonton.. Kalaupun tinggal di rumah, mereka akan diam di depan rumah dan ikut mengangkat tangan tiga jari sebagai bentuk partisipasi demokrasi dan ikut membagikan makanan dan minuman ke setiap orang yang lewat," tambah Cecep.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Unjuk Rasa Makin Besar di Seluruh Myanmar Menyusul Sambungan Internet Dipulihkan
"Berdasarkan dua hari kemarin, demo selesai jam 20.00, dan mereka kembali ke rumah masing-masing dan membuat suara bising selama kurang lebih 15 menit dengan memukul mukul alat alat dapur (panci atau wajan). Setelah itu sepi."
Ribuan orang berkumpul di Yangon dan Mandalay, sementara meriam air telah disiagakan di Ibu Kota Naypyidaw untuk mengantisipasi puluhan ribu pendemo.
Aksi ini terjadi sehari setelah rakyat Myanmar menggelar demo terbesar dalam lebih dari satu dekade. Pada Senin (08/02/2020) pagi, puluhan ribu orang telah berkumpul di Naypyidaw.
Aksi serupa digelar di sejumlah kota lainnya yang diikuti pendemo dalam jumlah signifikan, sebagaimana dilaporkan BBC Burmese yang dilansir Kompas.com
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Paus Fransiskus Doakan dan Ungkap Solidaritasnya untuk Rakyat Myanmar
Para demonstran mencakup para guru, pengacara, pegawai bank, hingga pegawai negeri sipil. Sekitar 1.000 guru telah berpawai dari berbagai penjuru Yangon menuju Pagoda Sule di pusat kota tersebut.
Di Naypyidaw, kepolisian menggunakan meriam air untuk menghalau para pendemo dan sudah ada beragam laporan mengenai sejumlah orang yang cedera.
Aksi unjuk rasa dan seruan agar para buruh tidak bekerja juga berlangsung di dunia maya. "Ini adalah hari kerja, tapi kami tidak akan bekerja bahkan jika gaji kami dipotong," kata seorang buruh pabrik garmen berusia 28 tahun, Hnin Thazin, kepada kantor berita AFP seperti diberitakan Kompas.com.
Baca Juga: Militer Myanmar Tangkap Warga Australia yang Juga Penasihat Aung San Suu Kyi
Sehari sebelumnya, pada Minggu (07/02/2021), puluhan ribu orang melakukan protes di kota Yangon, untuk menentang kudeta, gerakan yang tidak bisa dibendung oleh pemblokiran internet yang diberlakukan oleh penguasa militer. "Kami tidak ingin kediktatoran militer," teriak banyak demonstran.
Banyak yang memegang foto pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi dan mengenakan pakaian merah, warna partai Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi.
Mereka juga menuntut agar Suu Kyi dibebaskan. Dia tidak terlihat lagi sejak tentara menggulingkan pemerintahannya Senin (01/02/2021) lalu. Demonstrasi yang lebih kecil dilaporkan terjadi di Kota Mawlamine dan Mandalay.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.