“Kami adalah bagian dari Myanmar, jadi kami merasakan hal yang sama seperti rakyat Myanmar pada umumnya. Kami mendesak masyarakat internasional untuk bersuara menentang kudeta, ” tambahnya.
'Akan lebih menyiksa kami' Salah seorang pengungsi Rohingya, Mohammad Jaffar yang berusia 70 tahun, mengatakan mereka telah menunggu untuk kembali.
“Harapan bahwa kami harus kembali sekarang telah terputus oleh perubahan rezim di Myanmar ini,” kata Jaffar.
Baca Juga: 1,804 Pengungsi Rohingya Gelombang Kedua Dipindahkan Bangladesh ke Pulau Bhasan Char
“Repatriasi tidak akan aman sama sekali di bawah rezim ini. Sekarang jika kami kembali ke tangan orang-orang yang bertanggung jawab atas penyiksaan terhadap kami, kami mungkin harus menanggung rasa sakit dua kali lebih banyak dari sebelumnya,” sambung Jaffar.
Sementara, para pengungsi lainnya mengatakan repatriasi tidak mungkin dilakukan sekarang. “Bahkan jika mereka mencoba memulangkan kami, kami tidak akan setuju untuk kembali dalam situasi saat ini.
Jika mereka membawa kami kembali ke rezim itu, mereka akan lebih menyiksa kami,” kata Nurul Amin salah seorang pengungsi Rohingya.
Baca Juga: Bangladesh Akan Kirim Gelombang Kedua Pengungsi Rohingya ke Pulau Bhasan Char
Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengatakan pada Senin (01/02/2021) mereka berharap kudeta tidak akan menghambat repatriasi para pengungsi.
"Sebagai negara tetangga yang dekat dan ramah, kami ingin melihat perdamaian dan stabilitas di Myanmar," ujar Kementerian Luar Negeri Bangladesh.
"Kami bertekad kuat dalam mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan dengan Myanmar dan telah bekerja dengan Myanmar untuk pemulangan Rohingya secara sukarela, aman dan berkelanjutan yang saat ini berlindung di Bangladesh,” imbuhnya.
Baca Juga: Bangladesh Bersiap Pindahkan Pengungsi Rohingya ke Pulau Terpencil
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan tindakan keras militer Myanmar terhadap Rohingya sebagai bentuk genosida.
Secara total, lebih dari 1 juta pengungsi dilindungi oleh Bangladesh.
Kudeta pada Senin adalah kemunduran demokrasi secara dramatis bagi Myanmar, yang muncul dari pemerintahan militer yang ketat dan isolasi internasional yang dimulai pada 1962.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.