YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Kebakaran hutan atau lahan beberapa kali terjadi di Indonesia. Selain menimbulkan kerusakan bangunan dan tanah, efek asap dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Menurut informasi dari Cleveland Clinic, sebuah studi menunjukkan bahwa paparan polutan udara dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena COVID-19.
Sebab, menghirup asap menyebabkan sistem kekebalan yang sudah lemah yang tidak dapat melawan virus seperti biasa.
Ahli paru-paru Neha Solanki, MD, membahas bahaya asap kebakaran hutan dan bagaimana melindungi udara yang Anda hirup.
Asap terbentuk dari materi partikulat (partikel padat atau cair dari barang-barang yang telah terbakar seperti rumah dan barang-barang manufaktur), asap dan gas seperti karbon monoksida.
Asap kebakaran hutan yang terhirup dapat menyebabkan peradangan saluran napas dan menyebabkan kondisi paru-paru seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Bahkan, ada keterkaitan antara asap kebakaran hutan dan penyakit kardiovaskular.
“Polusi dari asap kebakaran hutan dapat naik hingga 14 mil ke udara dan kemudian terbawa oleh arus angin, itulah sebabnya hal itu mempengaruhi semua orang,” kata Dr. Solanki.
“Jadi, bahkan jika Anda tidak tinggal langsung di dekat kebakaran hutan, Anda masih terkena semua polusi beracun itu.”
Siapa pun dengan kondisi pernapasan kronis atau penyakit kardiovaskular lebih terpengaruh oleh asap kebakaran hutan. Demikian pula dengan ibu hamil, orang yang berusia di atas 65 tahun, perokok dan anak-anak. Mereka lebih mungkin mengalami efek negatif dari asap kebakaran hutan.
Baca Juga: Karhutla kembali melanda konawe selatan
"Kami menghirup asap, dan itu masuk ke aliran darah kami," kata Dr. Solanki.
"Kemudian partikel menempel pada lokasi di tubuh kita dan sistem kekebalan aktif dan dapat menciptakan respons peradangan."
Bagi mereka yang sedang hamil, menghirup asap beracun dapat memperlambat perkembangan bayi dan menyebabkan anak-anak lebih mungkin terkena asma di kemudian hari.
Untuk melindungi diri dari dampak kebakaran hutan aktif, dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas udara di sekitar.
Kualitas udara ditentukan oleh jumlah partikel yang berbeda di udara, yakni ozon, nitrogen dioksida, sulfur dioksida dan karbon monoksida. Kualitas udara berkisar dari nol hingga 500.
Jika kualitas udara nol sampai 50, itu dianggap aman. Kisaran 50 hingga 100 menandakan peningkatan partikel berbahaya, jadi disarankan agar individu dengan penyakit pernapasan kronis tetap berada di dalam.
Jika kualitas udara di atas 200, itu perlu dikhawatirkan dan semua orang harus tetap berada di dalam rumah.
Jika telah menghirup asap, sebaiknya minum banyak air, menggunakan semprotan hidung saline dan meningkatkan asupan antioksidan.
Jika mengalami kesulitan bernapas, batuk atau sesak dada, dr. Solanki mengatakan harus segera mencari perawatan.
"Jika Anda memiliki gejala, maka pasti menemui dokter."
Baca Juga: Karhutla di Tapin Sudah Padam Total, Satgas Lakukan Pengecekan Lapangan
Berikut 6 upaya yang bisa dilakukan untuk melindungi diri dari dampak kebakaran hutan aktif:
- Tetap di Dalam
Perhatikan peringatan kualitas udara. Sejumlah ponsel sudah mempunyai fitur penghitung kualitas udara.
Ponsel akan mengirimkan notifikasi jika kualitas udara mengkhawatirkan.
- Tutup Jendela
Jangan biarkan asap memasuki rumah. Gunakan pendingin ruangan jika ada.
Jika sedang mengemudi, dr. Solanki menyarankan untuk menjaga jendela tetap tertutup dan biarkan udara tetap berputar di dalam mobil.
- Jangan Bakar Lilin
Meski terlihat kecil, pembakaran lilin dapat menambahkan polutan ke udara.
- Hindari Asap
Asap dapat menyebabkan bronkitis, pneumonia, dan bahkan kanker paru-paru.
- Gunakan Pembersih Udara
Pembersih udara dapat membantu menyaring partikel yang merusak hingga 85%. Cari yang memiliki filter HEPA dan bahkan filter karbon, yang dapat membantu menghilangkan bau.
- Kenakan Masker
Meskipun masker kain dan bedah dapat membantu menghentikan penyebaran COVID-19, masker tersebut tidak melindungi paru-paru Anda dari partikel halus dalam asap kebakaran hutan. Jika tersedia, gunakan masker N95 tingkat medis sebagai gantinya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.