JAKARTA, KOMPAS.TV – Artis Venna Melinda menyebut suaminya, Ferry Irawan, pernah mengancam akan menyebarkan video intim mereka. Kejadian itu disebutnya terjadi pada November 2022 lalu.
Menurut penuturan Venna, suatu pagi, dia tengah bersiap-siap untuk menghadiri sebuah acara. Namun, suaminya malah marah lantaran keinginannya untuk berhubungan intim tidak dituruti.
Ibu Verrell Bramasta itu mengatakan Ferry lalu menyerangnya dan melakukan kekerasan.
Tak berhenti sampai itu, Venna mengatakan Ferry lantas mengancam akan menyebarkan video intim mereka jika keinginan berhubungan seksnya tidak dipenuhi.
"Kata dia, 'Nggak apa-apa, kita bikin malu saja. Kan kamu lagi nggak pakai baju, saya juga lagi nggak pakai baju. Jadi kita bikin viral saja'. Di situ saya sudah pasrah," tutur Venna dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (1/2/2023), seperti dikutip dari Warta Kota.
Peristiwa tersebut, kata Venna, dilakukan Ferry, sebelum dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi di sebuah hotel di Kediri, Jawa Timur pada 8 Januari 2023 lalu. Venna akhirnya melaporkan Ferry ke polisi pada 8 Januari 2023 atas dugaan KDRT.
Sementara Ferry sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polda Jawa Timur.
Menyebarkan video atau foto intim seseorang dengan maksud untuk membalas dendam dikenal dengan istilah revenge porn.
Baca Juga: Venna Melinda Sebut Ferry Irawan Ancam Sebarkan Video Intim
Psikolog Elizabeth Kristi Poerwandri menjelaskan, dari akar katanya, istilah revenge porn merujuk pada pornografi sebagai bentuk pembalasan dendam.
Dalam kenyataannya, istilah itu merujuk pada penyebarluasan konten-konten visual yang bernuansa seksual, oleh seseorang, seringnya pacar, mungkin suami, selingkuhan, atau teman kencan, untuk membalas dendam atau menghukum.
"Hal yang menjadi persoalan besar adalah rekaman visual tersebut kemudian dapat digunakan oleh pasangan kencan secara semena-mena untuk mengendalikan, memeras, menghukum, membalas dendam, bahkan juga untuk keuntungan ekonomi. Perlu pula kita catat bahwa hampir selalu korban revenge porn adalah perempuan," jelas Elizabeth pada 4 Desember 2021, dikutip dari Kompas.id.
Seperti dilansir laman resmi Universitas Indonesia, revenge porn termasuk salah satu bentuk kekerasan seksual berbasis siber karena dilakukan di dunia maya. Tetapi memiliki dampak di dunia nyata bagi korban.
Baca Juga: Ferry Irawan Kukuh Tak Pernah Lakukan KDRT terhadap Venna Melinda, Singgung Penyebab Hidung Berdarah
Biasanya yang menjadi korban dari kasus ini adalah perempuan, laki-laki feminin, atau orang yang memiliki orientasi seksual yang minoritas (homoseksual).
Dilihat dari pembuatan kontennya, kekerasan seksual tersebut dapat berupa foto porno, video porno, chat seks, screenshot, atau paksaan yang dilakukan pelaku agar korban mau melakukan pornografi di depan kamera yang akhirnya disebarkan di dunia maya.
Kasus revenge porn ini sering terjadi dalam hubungan pacaran maupun pernikahan yang toksik. Korban, yang dalam banyak kasus merupakan perempuan, berada di bawah tekanan dan merasa tidak memiliki kekuatan untuk memilih.
Revenge porn memiliki dampak yang sangat buruk bagi kesehatan mental korban. Meski aktivitas seksual dilakukan bersama oleh laki-laki dan perempuan, si laki-laki tidak merasakan beban apa pun.
Ia malahan memanfaatkan hal itu untuk mengendalikan pasangan perempuannya, atau mencari keuntungan. Mengapa demikian?
Dilansir Kompas.id, dalam masyarakat ada konstruksi seksualitas yang menguntungkan laki-laki dan di sisi lain, amat menyudutkan dan merugikan perempuan.
Laki-laki dianggap wajar saja aktif secara seksual di luar konteks perkawinan. Sementara perempuan yang terlibat dalam seks di luar perkawinan, dianggap kotor, murahan, dan bukan perempuan baik-baik.
Masyarakat tidak pernah membahas laki-laki harus ’perjaka’ sebelum perkawinan, namun meributkan perempuan yang harus menjaga ’keperawanan’-nya. Sehingga, tak jarang (sebagian) laki-laki senang memanfaatkan posisi yang sangat menguntungkan tersebut.
Baca Juga: Jangan Galau, Ini 9 Cara Melepas Diri dari Pasangan Toxic
Dilansir laman PESI.co.uk, korban revenge porn akan merasa dilanggar privasinya, rentan, dan sangat sulit mempercayai orang lain.
Korban juga harus berjuang untuk memulai hubungan baru dengan orang lain, baik romantis maupun kasual, karena mereka merasakan kecemasan.
Kesulitan mempercayai orang lain dapat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari dan kesehatan mental. Dalam sesi terapi dengan seorang profesional, korban revenge porn membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbuka dan menceritakan masalahnya.
Korban revenge porn juga sangat mungkin merasa bersalah. Mereka merasa bersalah dan malu karena setuju untuk mengirimkan foto atau video kepada seseorang yang kemudian mengkhianati mereka.
Penyesalan dan perasaan bersalah juga dirasakan oleh mereka yang membiarkan seseorang mengambil foto pribadi mereka secara langsung.
Kecemasan yang parah merupakan gangguan kesehatan mental yang umum terjadi pada korban revenge porn.
Hal ini diperparah dengan fakta bahwa begitu banyak foto dan video di luar sana yang tersebar dan menjadi jejak digital abadi.
Baca Juga: Ciri-ciri Toxic Relationship dan Cara Menghindarinya
Bagi yang mengalami revenge porn atau mengenal seseorang yang menjadi korban revenge porn, Anda bisa meminta bantuan perlindungan dengan menghubungi langsung Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) melalui nomor 081317617622.
Sumber : Kompas TV/Warta Kota/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.