Berkaca dari Kasus Venna Melinda, Mengapa KDRT Bisa Terjadi di Masa Awal Pernikahan?

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kabar aktris Venna Melinda melaporkan suaminya, Ferry Irawan atas kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sempat menggegerkan publik.

Pasalnya, sejak menikah 7 Maret 2022 lalu, Venna Melinda dan Ferry Irawan kerap memamerkan kemesraan di sosial media.

Namun belakangan, Venna mengaku sering mendapatkan ancaman kekerasan secara fisik dari Ferry.

Baru 10 bulan menikah, tak sedikit netizen yang mempertanyakan penyebab KDRT bisa terjadi meski masih usia awal pernikahan.

Penyebab KDRT di Usia Awal Pernikahan

Di usia awal pernikahan sering digambarkan sebagai waktu "manis-manisnya" menjalin rumah tangga. Namun, kenyataannya periode awal pernikahan merupakan masa kritis.

Baca Juga: Kasus KDRT Venna Melinda, Polisi Periksa TKP dan 5 Saksi

Sebab, pasangan dituntut untuk saling memahami kepribadian masing-masing yang mulai dihadapkan pada berbagai permasalahan. 

 

Tingkat kedewasaan pasangan menentukan cara dalam menyelesaikan permasalahan. 

Instruktur Pusat Keluarga Sakinah Kementerian Agama Arif Sugeng Widodo menerangkan, ada beberapa tahap perkembangan hubungan dalam pernikahan.

"Yang pertama adalah tahap menyatu (12-18 bulan). Tahap ini dimulai saat pasangan suami-istri mulai awal menikah dan sedang dalam kondisi ‘mabuk cinta’. Kebutuhan pribadi masing-masing rela dikesampingkan dan fokus nya ingin menyenangkan pasangan, 'asal kamu (pasangan) bahagia'," kata Widodo saat dihubungi Kompas TV, Selasa (10/1/2023). 

Tahap kedua menurut Widodo adalah tahap bersarang atau "nesting" dengan usia pernikahan 2-3 tahun, Di tahap ini, pasangan suami-istri umumnya sudah memiliki kehidupan yang lebih ajeg. 

"Sebagian besar sudah memiliki anak, sehingga ada kebutuhan untuk memiliki rumah, kendaraan, serta kemapanan finansial. Nah, beberapa persoalan umum akan muncul di tahap ini seperti pembagian peran suami atau istri dalam keluarga, munculnya kembali perbedaan pribadi, munculnya kembali kebutuhan untuk dekat dengan teman dan keluarga besar, dan lain-lain," terang dia.

Pada tahap inilah, lanjutnya, masalah seringkali bermunculan. Jika tidak diimbangi dengan keterampilan mengelola konflik maka dampak negatif akan terjadi, salah satunya KDRT.

"Tahap ketiga (3-4 th) adalah tahap kebutuhan pribadi dimana setiap pasangan akan mulai muncul kembali kebutuhan-kebutuhan pribadi yang lebih kuat, dan jika tidak ada kompromi atau titik temu maka sangat rawan terjadi konflik besar," tuturnya.

Baca Juga: Cerita Tamu Hotel Saat Saksikan Venna Melinda Meratap usai Alami KDRT: Sakit, Badan Saya Sakit

Namun, Widodo menegaskan, konflik dalam rumah tangga merupakan hal wajar bisa terjadi kapan pun tahapan pernikahan.

Hal ini karena dalam pernikahan ada dua individu yang pastinya akan mememiliki dua pemikiran yang tidak selalu sama.

"Menurut saya (konflik-red) adalah hal yang tidak dapat dihindari karena sudah kodrat bahwa tiap individu adalah berbeda dalam banyak hal, sehingga bila dua individu dalam ikatan perkawinan muncul perbedaan perspektif, sudut pandang, ide atau bahkan dalam bersikap itu wajar," ucapnya.

Kendati demikian, Widodo mengingatkan, hubungan menjadi tidak wajar apabila konflik diselesaikan dengan menyakiti salah satu pihak.

"Yang tidak sehat adalah ketika konflik diselesaikan dengan memaksakan kehendak, dengan kekerasan dan ada pihak yang tersakiti baik fisik maupun emosi psikologis," tutupnya.

Catatan redaksi: Apabila mengalami KDRT, khususnya dalam bentuk kekerasan fisik, maka korban harus segera lapor ke pihak kepolisian. 

Anda juga bisa menghubungi Layanan yang digagas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) ini dapat diakses melalui hotline 021-129 atau whatsapp 08111-129-129