JAKARTA, KOMPAS.TV — Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Eddy Soeparno meminta pemerintah Indonesia bersikap proaktif dalam merespons kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia.
Langkah proaktif dinilai penting untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak proteksionisme dagang yang makin menguat.
“Jangan sampai industri dalam negeri kita terdampak lebih dalam lagi,” ujar Eddy dalam keterangannya dikutip dari Antara, Sabtu (5/4/2025).
Baca Juga: Jusuf Kalla soal Kebijakan Tarif Trump: Isu Politik untuk Menjaga Daya Saing Amerika
Seperti diketahui, Amerika Serikat telah menetapkan tarif impor sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk asal Indonesia.
Kebijakan ini bagian dari penerapan tarif timbal balik (reciprocal tariff) yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada awal April 2025.
Pemerintah AS berdalih, tarif tersebut bentuk koreksi atas besaran tarif yang dikenakan Indonesia terhadap barang-barang asal AS, yang disebut mencapai 64 persen.
Dalam pidatonya di Gedung Putih, 2 April 2025, Trump menyebut kebijakan ini sebagai “Hari Pembebasan” ekonomi AS.
Ia menegaskan, langkah ini diambil untuk melindungi industri dalam negeri AS dan menciptakan lapangan kerja, sekaligus mengurangi defisit perdagangan yang selama ini dinilai merugikan pihaknya.
Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenai tarif tinggi dalam kebijakan ini.
AS juga menyoroti besarnya investasi dari China di Indonesia sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan tarif.
Menanggapi hal tersebut, Eddy Soeparno menekankan pentingnya penguatan diplomasi perdagangan guna mencegah dampak lanjutan yang lebih luas terhadap perekonomian nasional.
Baca Juga: Anwar Ibrahim Telepon Prabowo, Sultan Brunei, hingga Bongbong Marcos Bahas Tarif Trump
Ia mencontohkan beberapa industri yang telah lebih dulu terdampak, mulai dari produsen sepatu olahraga dan barang elektronik hingga perusahaan tekstil seperti Sritex.
Selain memperkuat diplomasi, Eddy juga mendorong pemerintah memperluas pasar ekspor, terutama ke negara-negara mitra baru.
Ia menilai, keanggotaan tetap Indonesia dalam kelompok BRICS harus dimanfaatkan untuk membuka akses pasar yang lebih luas di tengah tekanan tarif dari AS.
“Di awal pemerintahan, Presiden Prabowo sudah bergerak cepat dengan bergabung dan menjadi anggota tetap BRICS. Sekarang saatnya memanfaatkan status sebagai anggota tetap BRICS untuk memperluas pasar ekspor,” kata Eddy.
Lebih lanjut, ia juga menekankan perlunya peningkatan daya saing produk nasional melalui inovasi dan efisiensi industri dalam negeri.
Pemerintah, menurut dia, harus menyediakan insentif bagi sektor strategis agar produk Indonesia mampu bersaing secara global, terlepas dari kebijakan proteksionisme negara lain.
“Industri dalam negeri harus lebih inovatif dan efisien. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi industri strategis agar kita bisa bersaing secara global, terlepas dari kebijakan negara lain,” ujar Eddy.
Langkah-langkah tersebut dinilai penting agar neraca perdagangan Indonesia tetap terjaga dan sektor industri tidak menjadi korban dalam pusaran kebijakan dagang global yang semakin kompleks.
Baca Juga: Hitung-hitungan Jusuf Kalla Soal Dampak Tarif Trump 32% Ke Indonesia: Tak Perlu Terlalu Khawatir!
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.